"Kami mau numpang istirahat, sekalian jalan-jalan melihat kota," Kata Ahmad Yunus.
Namun Farid, rekannya itu tergoda, begitu mendengar informasi bahwa di Gorontalo terdapat titik-titik selam yang cukup menarik.
Keindahan terumbu karang, dan hewan laut endemik di Pantai Olele, serta bangkai Kapal karam di kawasan perairan teluk Gorontalo, membuat pemenang beasiswa jurnalistik ’The Asia Foundations Fellowship’, Amerika,pada 1998 silam itu tergiur untuk menyelam.
Dan pada Sabtu pagi (27/3), Farid pun sudah berada di pantai yang terletak di belakang rumah makan ’Samudera’, tempat di mana bangkai kapal pengeruk untuk pembuatan dermaga itu bersemayam, karena tenggelam pada tahun 1980an silam, tidak jauh dari pesisir.
Bersama sejumlah penyelam dari ’Blue Shark Diving Club’ Gorontalo, Jurnalis yang pernah meliput perang di Bosnia 1992 , saat menjadi redaktur pelaksana majalah Tempo itupun turun menghadang ombak pesisir, sebelum akhirnya hilang membenamkan tubuhnya ke dalam laut.
Sayang, godaan untuk melihat keindahan panorama bawah laut Gorontalo itu,harus dibayar dengan luka delapan jahitan di telapak tangan kirinya.
Saat naik di permukaan, Farid terbawa ombak dan membentur karang yang menempel di beton pemecah ombak tepi pantai itu. Rencana untuk menyelam di lokasi lainnya pun dibatalkan.
Sebagai gantinya, Farid harus ’dibawa’ ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan, meski meringis tanpa suara, lelaki itu sempat menolak sebelum akhirnya berhasil ’dipaksa’.
"Orang itu memang susah dilarang, padahal selama empat hari di Kepulauan Togean,dia juga sudah menyelam sepuasnya," Ujar Yunus sambil mengaruk-garuk kepala.
Ternyata dia baru tahu. Farid, yang pernah nekad menyelam dengan menggunakan kompresor mesin heller di Jinato, pulau kecil di kawasan taman nasional Takabonerate, Sulawesi Selatan itu, ternyata phobia jarum suntik.