Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip Indonesia dari Penjelajahan Duo Jurnalis

Kompas.com - 30/03/2010, 02:04 WIB

Dua penjelajah  itu akhirnya menginjakkan kaki  di pelabuhan Fery kota  Gorontalo, pada Jumat (26/3) subuh, setelah semalaman menyeberangi jalan laut dari kepulauan Togean, Sulawesi Tengah.

Mereka  langsung bergegas mencari segelas kopi  di warung depan dermaga penyeberangan itu, untuk sekedar ’bermaafan’ dengan badan yang letih karena terombang ambing ombak di atas kapal selama 12 jam.

Farid Gaban adalah lelaki paruh baya berwajah tirus, berperawakan tenang. Lelaki yang satunya lagi,  bernama Ahmad Yunus, usianya lebih  muda, kumis dan cambang tumbuh lebat di wajahnya. Masing-masing menyandang tas gunung  yang tingginya melebihi kepala.

Keduanya adalah jurnalis lepas,  yang hampir sepuluh bulan yang lalu, telah menyisir  puluhan kepulauan, mampir ke kota-kota, menembus desa terpencil, dimulai dari Sumatera, melompat ke Kalimantan, dan menyeberang ke Sulawesi.

Secara bergantian, mereka mendokumentasikan apa saja yang disaksikan dan dialami selama di perjalanan, alam dan manusia; kisah nelayan dan orang-orang kecil yang dengan peluh berjibaku dengan kehidupan, mendapat porsi besar dari reportase mereka.

"Reportase yang kami lakukan menggunakan jurnalisme dasar, kami menyuarakan hal-hal mendasar dari mereka yang selama ini jarang bahkan tidak terjangkau oleh media," Ujar Farid Gaban, yang pernah menjadi Redaktur Pelaksana Harian Republika 1992-1997 ini.

Ada 100 pulau yang mereka targetkan untuk disinggahi, namun  diperkirakan akan lebih dari itu, sebab hanya untuk kawasan Indonesia bagian barat dan tengah saja, sudah sudah lebih  60 pulau yang mereka kunjungi.

Misi perjalanan mereka yang bertajuk ’Zamrud Khatulistiwa’ itu, masih akan diteruskan hingga ke wilayah Timur Indonesia, menyisir pesisir pulau, dari Miangas, Sulawesi Utara nanti, keduanya akan merambah pulau lainnya hingga ke ujung Merauke.

Dari sana, barulah mereka akan menyisir kepulauan di Nusa Tenggara Timur,Nusa Tenggara Barat, Bali hingga ke pulau Jawa, yang menjadi rute terakhir petualangan mereka.

Di Gorontalo, awalnya  mereka hanya ingin mampir  sebentar, sekedar sehari dua hari untuk  memulihkan tenaga, sebelum  bertolak ke Manado yang menjadi transit ke Pulau  Miangas, Sulawesi Utara.

"Kami mau numpang istirahat, sekalian jalan-jalan melihat kota," Kata Ahmad Yunus.

Namun Farid, rekannya itu tergoda, begitu mendengar informasi bahwa di Gorontalo terdapat titik-titik selam yang cukup menarik.

Keindahan terumbu karang, dan hewan laut endemik di  Pantai Olele, serta bangkai Kapal karam di kawasan perairan teluk  Gorontalo, membuat pemenang beasiswa jurnalistik ’The Asia Foundations Fellowship’, Amerika,pada  1998 silam itu tergiur untuk menyelam.

Dan pada Sabtu   pagi (27/3), Farid pun sudah berada di pantai yang terletak   di belakang rumah makan ’Samudera’, tempat di mana bangkai kapal pengeruk untuk pembuatan dermaga itu  bersemayam, karena tenggelam  pada tahun 1980an silam, tidak jauh dari pesisir.

Bersama sejumlah penyelam dari ’Blue Shark Diving Club’ Gorontalo, Jurnalis yang pernah meliput perang di Bosnia 1992 , saat menjadi redaktur pelaksana  majalah Tempo itupun turun menghadang ombak pesisir, sebelum akhirnya  hilang membenamkan tubuhnya ke dalam laut.

Sayang,  godaan untuk melihat keindahan panorama bawah laut Gorontalo itu,harus dibayar dengan luka delapan jahitan di telapak tangan kirinya.

Saat naik di permukaan, Farid terbawa ombak dan membentur karang yang menempel di beton pemecah ombak tepi pantai itu. Rencana untuk menyelam di lokasi lainnya pun dibatalkan.

Sebagai gantinya, Farid harus ’dibawa’  ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan, meski meringis tanpa suara, lelaki itu sempat menolak sebelum akhirnya berhasil ’dipaksa’.

"Orang itu memang susah dilarang, padahal selama empat hari di Kepulauan Togean,dia juga sudah menyelam sepuasnya," Ujar Yunus sambil mengaruk-garuk kepala.

Ternyata dia  baru tahu.   Farid,  yang pernah nekad menyelam dengan menggunakan kompresor mesin heller di Jinato, pulau kecil di kawasan taman nasional Takabonerate, Sulawesi Selatan itu,    ternyata  phobia jarum suntik.

Aksi Nekad Ekspedisi ’Kere'

Kedua Jurnalis ini bisa dibilang nekad, tanpa sokongan  dana yang memadai, mereka memulai ekspedisinya.

Keduanya pun bersiap, mulai dengan membeli dua motor honda win yang dimodifikasi sedemikian rupa  menjadi motor gunung, kamera Nikon D40, kamera Video Sony HC52E, dan Canon C10 pun dibeli tanpa bantuan pihak sponsor.

Lantas dari mana topangan dana untuk ekspedisi mereka yang tergolong ’gila’ itu?

Farid mengaku harus menjual terlebih dahulu hak cipta untuk empat judul buku yang akan dia tulis dalam ekspedisi itu. Setengah harga dari penjualan itulah yang mereka gunakan untuk memulai perjalanan panjang itu.

"Ini ekspedisi kere-kerean, dengan dana yang minim, kita juga  harus kuat melawan kejenuhan , di situlah tantangannya" Kata Farid.

Sebelumnya, Farid memang sempat ditawari ekpedisi serupa dengan menggunakan kapal Phinisi.

Namun ketidakjelasan kapan petualangan itu akan dimulai, serta belum adanya sponsor yang bersedia membiayainya, membuat mantan Redaktur harian Republika  1992-1997 itu memutuskan   untuk melakukannya sendiri dengan menggunakan sepeda motor.

"Saya terlanjur bersemangat ketika itu," Kata dia.

Sebagai rekan di perjalanan, dia punya beberapa kandidat , sebelum akhirnya memilih Ahmad Yunus, Jurnalis muda yang pernah bekerja di majalah pantau dan Detik.com dianggapnya cukup ’gila’ karena langsung mengiyakan tawaran itu.

Untuk tidur atau menginap, mereka menumpang dari satu tempat kenalan, ke kenalan lainnya, mushola juga jadi tempat persinggahan ideal untuk menghemat biaya. Di Gorontalo, keduanya menginap di sekretariat perkumpulan Jaring advokasi pengelolaan sumber daya alam (Japesda), yang juga ditumpangi oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

"Kalau   tidak punya kenalan, kami  dirikan tenda, yang jadi koki saya," Ujar Yunus, yang mengaku hobi masak itu. 

Etape perjalanan pertama dimulai dari kepulauan yang ada di sumatera, (30 Mei - 4 Juli) yakni Bangka-Belitung, Palembang, Bengkulu, Enggano, Sibolga, Mentawai, Sibolga, Nias, Singkil, Simeuleu, Meulaboh, Taman Nasional Gunung Leuser, Calang, Banda Aceh, Pulau Weh, Lhokseumawe, Medan, Dumai, Pulau Rupat, Bengkalis, Siak (Delta Siak), Batam, Bintan (Tanjung Pinang), Kepulauan Lingga-Singkep, Anambas, Natuna, Tambelan.

Etape kedua memasuki Kalimantan (12 Juli - 8 Agustus) yakni  Mempawah/Singkawang, Pontianak (Delta Kapuas), Ketapang, Kepulauan Karimata, Pangkalan Bun, Tanjung Putting, Palangkaraya, Banjarmasin (Delta Barito), Pulau Laut, Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda (Delta Mahakam), Sangatta, Berau, Tarakan, Kepulauan Derawan, Nunukan, Samarinda.

Motor Trail versi modifikasi itu tak terhitung lagi berapa kali mengalami bocor ban karena panjangnya jarak tempuh.
Gerigi ban kedua motor itu juga aus karena menjilat ribuan kilometer permukaan jalanan dengan berbagai macam medan, melintasi sungai kecil, jalan aspal mulus, hingga yang berbatu-batu. Kini motor itu dititipkan  di Makassar Sulawesi Selatan, untuk dikirim ke Flores, pulau yang akan mereka singgahi.

Di pulau Sulawesi, mereka masuk kota, desa, pulau-pulau yang puluhan jumlahnya,  setiap perjalanan mereka catat dengan seksama. "Setiap orang boleh membaca, bahkan menyalinnya sekalipun," Ujar Farid.

Apa saja yang mereka saksikan dalam penjelajahan yang teramat panjang itu? "Banyak sekali, tak cukup hanya empat lima buku," Kata Farid.

Di darat, saat memasuki rawa-rawa dan melintasi  sungai kecil , hingga ketika  menyeberangi lautan baik dengan menggunakan  Kapal Motor (KM) maupun menumpang kapal kecil milik nelayan, mereka selalu punya kisah  untuk dikabarkan.

Begitu mendapatkan sinyal telepon seluler atau akses untuk internet, kisah-kisah unik tentang kehidupan manusia dan alamnya itu langsung bisa dicicipi para pembaca di dunia maya melalui situs yang sudah dipersiapkan, www.zamrud-khatulistiwa.or.id, ada juga yang dipublikasikan melalui situs jejaring sosial Facebook.

Ekspedisi ini semula direncanakan   berakhir pada April 2010, namun diperkirakan molor , sebab Wilayah Indonesia Timur baru akan dijelajahi, dan akan dilanjutkan ke pulau-pulau yang berjejer sebelum pulau Jawa.

"Indonesia itu bangsa yang benar-benar kaya raya, sayang belum dikelola dengan baik," Ujar Farid Gaban, Ahmad Yunus mengiyakan.

Nanti, setelah ekspedisi itu selesai, Farid ingin pulang ke kapung halamannya, di Wonosobo Jawa Tengah, di sana pria yang sudah memiliki dua anak itu ingin bertani, sambil menulis.

Ahmad Yunus juga ingin beternak di kampung halamannya, Bandung, Jawa Barat, juga sambil menulis

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com