Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebebasan dalam Bayang Ambiguitas Masyarakat

Kompas.com - 11/01/2010, 07:36 WIB

Buku atau film, misalnya, menurut kacamata bagian terbesar responden, bisa dilarang beredar. Dengan syarat, apabila isinya berpotensi memicu konflik di dalam masyarakat ataupun menyinggung masalah suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Selain itu, hal-hal yang dikesankan porno pun tidak ditoleransi oleh bagian terbesar responden.

Bahkan, terhadap buku dan film tentang komunisme, dalam kacamata terbesar responden harus dilarang peredarannya. Alasan untuk menyetujui pelarangan yang dikemukakan para responden sama dengan alasan yang sering dilontarkan Kejaksaan Agung ataupun LSF.

Para responden setuju pelarangan dengan alasan agar tidak merusak integrasi bangsa (40,7 persen) atau jika dianggap bisa melanggar ketertiban (28,5 persen). Responden lain berpendapat, pelarangan perlu dilakukan agar tidak menyinggung perasaan para pemeluk agama (23,2 persen), agar moral tetap terjaga (3,8 persen), menghindari intimidasi terhadap pihak tertentu (0,4 persen), dan isi buku atau film belum terbukti kebenarannya (3,3 persen).

Uniknya, jika ditelaah lebih lanjut, persetujuan terhadap pelarangan ini dinyatakan oleh setiap lapis sosial responden, baik mereka yang berpendidikan rendah, menengah, ataupun tinggi. Demikian pula dalam kategori usia, baik responden kalangan usia muda maupun tua sama-sama mendukung adanya pelarangan terhadap buku dan film yang menyinggung berbagai persoalan di atas.

Di sisi lain, bagian terbesar responden menolak upaya pelarangan buku dan film. Mereka menyatakan ketidaksetujuan jika dilakukan pelarangan terhadap buku ataupun film yang memuat peristiwa sejarah lampau negeri ini, buku dan film yang bertutur mengenai hal-hal bersifat mistis, bahkan juga termasuk buku-buku yang menyinggung para penguasa negara saat ini. Terhadap buku Membongkar Gurita Cikeas di Balik Skandal Bank Century yang ditulis George Junus Aditjondro, dan kini memancing kontroversi, misalnya, dinilai tidak perlu dilarang oleh lebih dari dua pertiga bagian responden (70,6 persen).

Alasan penolakan larangan, bagian terbesar responden berpandangan bahwa masyarakat berhak memperoleh informasi yang luas dan bebas (44,4 persen). Selain itu, pelarangan bagi responden juga dinilai merupakan tindakan pembodohan masyarakat (15,9 persen).

Menoleransi kontrol

Bentuk-bentuk ambiguitas masyarakat semakin jelas pula dalam beberapa persoalan yang memperhadapkan perlunya intervensi negara melalui aparaturnya. Dalam jajak pendapat ini, tampak benar bahwa bagian terbesar responden amat mendukung kebebasan berekspresi dan menyerap informasi.

Sebagai gambaran, lebih dari tiga perempat bagian responden menyatakan setuju apabila informasi publik dibuka seluas-luasnya dan transparan dengan kontrol dari masyarakat sendiri. Kondisi semacam ini pula yang tergambarkan dalam dukungan mereka terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin memudahkan wujud kebebasan berekspresi. Artinya, dalam kasus ini intervensi negara tidaklah diperlukan masyarakat.

Namun, persoalan menjadi berbeda tatkala mereka menilai masih perlu atau tidaknya kontrol terhadap berbagai buku serta film yang beredar dan memancing kontroversi. Paling tinggi, hanya seperempat bagian responden saja yang menyatakan tidak perlunya sensor ataupun intervensi terhadap persoalan yang terjadi. Bagian terbesar menginginkan adanya sensor sekalipun dalam gradasi yang berbeda-beda, dari sensor ringan hingga berat. (Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Nasional
1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com