Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bicara Otonomi Daerah dengan Kepala Tegak

Kompas.com - 07/01/2010, 02:28 WIB

Perkembangan perekonomian dan kemampuan daerah itu tentu juga menjadi pertimbangan saat Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau pada 2004 memindahkan ibu kotanya dari Batam ke Tanjung Pinang. Pertumbuhan pun kian dirasakan. ”Kami merasakan dampak positif dari pemekaran wilayah,” katanya.

Suryatati memang bisa berbicara tentang pelaksanaan otonomi di daerahnya dengan kegembiraan. Keberhasilan yang direngkuhnya tergambar dari pertumbuhan perekonomian yang relatif tinggi dari 6,86 persen tahun 2005 menjadi 7,26 persen (2006), serta 6,29 persen pada 2007 menjadi 7,07 persen (2008). Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi secara nasional. Kondisi itu pun dirasakan rakyat.

Hal ini bisa digambarkan dari indeks pembangunan manusia di Tanjung Pinang yang terus meningkat, dari 72,70 pada 2005 menjadi 72,90 (2006), 73,46 (2007), dan 73,93 tahun 2008. Angka harapan hidup pun meningkat dari 69,10 pada 2005 menjadi 69,40 (2006), 69,50 (2007), dan 69,90 pada 2008. Di sisi lain, rata-rata lama sekolah juga melebihi program pemerintah (pendidikan dasar sembilan tahun), yakni 9,2 tahun pada 2005 berkembang menjadi 9,7 tahun (2008).

Keberhasilan itu membuat Tanjung Pinang dan Suryatati meraih sejumlah penghargaan, termasuk dari Paus Benediktus XVI untuk keberhasilannya membangun toleransi antarumat beragama tahun 2008. Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia memberikan penghargaan untuk bidang penyelenggaraan pemerintahan pada 2009.

Namun, ia mengakui, tak selamanya Tanjung Pinang ”berhasil”. Misalnya, ia ”gagal” menggaet dokter spesialis untuk bekerja di daerah itu sebab daerah lain menawarkan gaji yang lebih tinggi. Otonomi daerah juga memunculkan persaingan bebas di antara pemerintah daerah.

Kartiko Purnomo mengakui, sejumlah pemerintah daerah memang bisa menceritakan buah dari pelaksanaan otonomi daerah, yang tak lagi tersentralisasi, dengan kepala tegak. Setelah dimekarkan atau memiliki kewenangan lebih besar sesuai UU Pemerintahan Daerah, sejumlah daerah melesat dengan beragam keberhasilan. Pemerintah Provinsi Gorontalo, yang sebelumnya menjadi bagian dari Provinsi Sulawesi Utara, berhasil mengembangkan kapasitas daerah sehingga menjadi sentra jagung yang diperhitungkan di negeri ini. Gorontalo dan Pemerintah Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, juga mampu meningkatkan kesejahteraan petani dengan melakukan intervensi terbatas untuk melindungi petani. Kebijakan ini tak dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah lainnya.

Wajah lain keberhasilan otonomi daerah antara lain ditampilkan pula oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana (Bali), Solok (Sumatera Barat), Sragen (Jawa Tengah), dan Kota Blitar (Jawa Timur). Masih ada sejumlah daerah lain yang berhasil. Hasil evaluasi tim nasional, sesuai laporan tahun 2007, menunjukkan 61 persen pemerintah provinsi, 35 persen pemerintah kabupaten, dan 47 persen pemerintah kota berkinerja sangat tinggi atau tinggi. Harapan rakyat sejahtera pun masih ada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com