Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bicara Otonomi Daerah dengan Kepala Tegak

Kompas.com - 07/01/2010, 02:28 WIB

Tri Agung Kristanto

Kota Tanjung Pinang adalah kota kecil di Kepulauan Riau. Wilayahnya hanya terdiri atas empat kecamatan dan 18 kelurahan, seluas 131,54 kilometer persegi daratan. Dibandingkan dengan tetangganya, Kota Batam, yang memiliki luas daratan lebih dari 715 kilometer persegi, ia bukan ”apa-apa”.

Bahkan, menyebutkan nama Tanjung Pinang pun sebagian orang masih sering keliru dengan Kota Pangkal Pinang di Provinsi Bangka Belitung, yang sudah sejak 1956 menjadi daerah otonom. Tanjung Pinang menjadi kota otonom berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2001, sebagai berkah dari reformasi, setelah sebelumnya menjadi kota administratif, bagian dari Kabupaten Bintan.

Sebagai kota administratif, Tanjung Pinang tidak memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Setelah ditetapkan sebagai daerah mandiri, seperti daerah hasil pemekaran lainnya, Tanjung Pinang menerima pelimpahan kekayaan dan aset dari daerah induknya. Proses pelimpahan aset itu, sesuai situs Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, baru resmi ditandatangani akhir Desember lalu di Tanjung Pinang.

Sesuai paparan dari Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri S Situmorang, tujuan otonomi daerah adalah untuk menciptakan kesejahteraan. Tujuan lainnya adalah mendukung proses demokrasi di tingkat lokal. Pemerintah daerah sebagai instrumen pendidikan politik di tingkat lokal untuk mendukung demokratisasi menuju masyarakat madani (civil society).

Pertumbuhan ekonomi

Kemampuan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat tergantung pada kemampuan keuangannya. Karena itu, usulan pemekaran daerah selalu dikaitkan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperpendek rentang pelayanan di daerah yang dimekarkan, yang selama ini dianggap kurang diperhatikan pemerintah daerah induk. Dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) dari pemerintah pusat pun diharapkan bisa langsung dinikmati rakyat.

Suryatati mengakui, tahun 2002 Pemerintah Kota Tanjung Pinang baru memiliki APBD yang besarnya sekitar Rp 156 miliar. Sampai tahun 2005, APBD Tanjung Pinang masih kurang dari Rp 200 miliar dan baru tahun 2006 mendekati angka Rp 400 miliar. APBD-nya sekarang ini sekitar Rp 500 miliar.

Kemampuan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara mandiri tentu tergantung pada kemampuan menumbuhkan keuangannya sendiri, melalui peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Suryatati mengakui, saat Tanjung Pinang mulai mandiri, PAD-nya amat kecil, sekitar Rp 1,8 miliar. Target tahun 2010, PAD Tanjung Pinang ditetapkan Rp 49 miliar. Lonjakannya lebih dari 27 kali lipat dalam waktu kurang dari delapan tahun.

Peningkatan itu justru tidak tergantung pada investasi asing. ”Investasi dalam negeri yang menguatkan kami. Di Tanjung Pinang, ekonomi kerakyatan betul-betul hidup. Toko dan kios kecil berkembang sehingga saat krisis perekonomian dunia kami tak mengalaminya. Bahkan, nelayan di Tanjung Pinang meraih pendapatan yang besar karena nilai dollar Amerika Serikat (AS) tinggi,” papar Suryatati.

Perkembangan perekonomian dan kemampuan daerah itu tentu juga menjadi pertimbangan saat Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau pada 2004 memindahkan ibu kotanya dari Batam ke Tanjung Pinang. Pertumbuhan pun kian dirasakan. ”Kami merasakan dampak positif dari pemekaran wilayah,” katanya.

Suryatati memang bisa berbicara tentang pelaksanaan otonomi di daerahnya dengan kegembiraan. Keberhasilan yang direngkuhnya tergambar dari pertumbuhan perekonomian yang relatif tinggi dari 6,86 persen tahun 2005 menjadi 7,26 persen (2006), serta 6,29 persen pada 2007 menjadi 7,07 persen (2008). Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi secara nasional. Kondisi itu pun dirasakan rakyat.

Hal ini bisa digambarkan dari indeks pembangunan manusia di Tanjung Pinang yang terus meningkat, dari 72,70 pada 2005 menjadi 72,90 (2006), 73,46 (2007), dan 73,93 tahun 2008. Angka harapan hidup pun meningkat dari 69,10 pada 2005 menjadi 69,40 (2006), 69,50 (2007), dan 69,90 pada 2008. Di sisi lain, rata-rata lama sekolah juga melebihi program pemerintah (pendidikan dasar sembilan tahun), yakni 9,2 tahun pada 2005 berkembang menjadi 9,7 tahun (2008).

Keberhasilan itu membuat Tanjung Pinang dan Suryatati meraih sejumlah penghargaan, termasuk dari Paus Benediktus XVI untuk keberhasilannya membangun toleransi antarumat beragama tahun 2008. Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia memberikan penghargaan untuk bidang penyelenggaraan pemerintahan pada 2009.

Namun, ia mengakui, tak selamanya Tanjung Pinang ”berhasil”. Misalnya, ia ”gagal” menggaet dokter spesialis untuk bekerja di daerah itu sebab daerah lain menawarkan gaji yang lebih tinggi. Otonomi daerah juga memunculkan persaingan bebas di antara pemerintah daerah.

Kartiko Purnomo mengakui, sejumlah pemerintah daerah memang bisa menceritakan buah dari pelaksanaan otonomi daerah, yang tak lagi tersentralisasi, dengan kepala tegak. Setelah dimekarkan atau memiliki kewenangan lebih besar sesuai UU Pemerintahan Daerah, sejumlah daerah melesat dengan beragam keberhasilan. Pemerintah Provinsi Gorontalo, yang sebelumnya menjadi bagian dari Provinsi Sulawesi Utara, berhasil mengembangkan kapasitas daerah sehingga menjadi sentra jagung yang diperhitungkan di negeri ini. Gorontalo dan Pemerintah Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, juga mampu meningkatkan kesejahteraan petani dengan melakukan intervensi terbatas untuk melindungi petani. Kebijakan ini tak dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah lainnya.

Wajah lain keberhasilan otonomi daerah antara lain ditampilkan pula oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana (Bali), Solok (Sumatera Barat), Sragen (Jawa Tengah), dan Kota Blitar (Jawa Timur). Masih ada sejumlah daerah lain yang berhasil. Hasil evaluasi tim nasional, sesuai laporan tahun 2007, menunjukkan 61 persen pemerintah provinsi, 35 persen pemerintah kabupaten, dan 47 persen pemerintah kota berkinerja sangat tinggi atau tinggi. Harapan rakyat sejahtera pun masih ada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com