JAKARTA, KOMPAS.com — Sekitar tiga jam, mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono memberikan keterangan pada Rapat Pansus Angket Bank Century, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (22/12/2009).
Puluhan pertanyaan dilayangkan kepada Boediono yang kini menjabat wakil presiden. Mayoritas pertanyaan mengarah pada keputusan dikucurkannya dana talangan Bank Century senilai Rp 6,7 triliun. Alasan yang berulang kali dilontarkan Boediono, situasi krisis ekonomi global pada akhir tahun 2008 menjadi faktor utama melakukan penyelamatan terhadap bank milik Robert Tantular itu.
Menurut Boediono, sekalipun bank kecil, membiarkan Century kolaps akan menyebabkan dampak sistemik pada sistem perbankan nasional. Kondisi yang dihadapi medio akhir 2008 hingga awal 2009, disebutnya, sama dengan situasi krisis ekonomi tahun 1997-1998. Ia tak mau mengulang rontoknya perekonomian nasional kala itu.
"Tahun 1997-1998, ada 16 bank kecil yang kolaps, tapi bisa melumpuhkan sistem perbankan nasional. Padahal, total asetnya hanya dua persen dari total aset perbankan nasional. Jadi, pada tahun 1998, situasinya sama seperti sekarang. Bukan hanya menyelamatkan satu bank, tapi untuk menghindari situasi krisis," ujar Boediono.
Status sebagai bank besar atau kecil, menurutnya, bukan pangkal tak dikucurkannya dana talangan. Situasi "eksklusif" dinilai bisa menimbulkan kepanikan masyarakat jika satu bank dibiarkan bangkrut. Keputusan mengubah Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/26/PBI/2008 juga dikatakan sebagai salah satu langkah responsif menghadapi situasi krisis yang dinamis.
Peraturan BI tersebut mengatur tentang syarat posisi capital adequacy ratio (CAR) atau syarat kecukupan modal sebesar delapan persen sebagai salah satu ketentuan mendapatkan Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP). Aturan ini diubah dengan melonggarkan syarat kecukupan modal menjadi positif. Jika mengacu pada ketentuan awal, Century tak memenuhi syarat mendapatkan dana penyelamatan dari Bank Indonesia.
Dibantah
Alasan menyamakan situasi krisis 2008 dan 1997 yang berulang kali diutarakan Boediono dibantah anggota Pansus asal Fraksi PAN, Tjatur Sapto Edy. Menurut Tjatur, situasi kedua periode krisis itu jauh berbeda.
"Saya tidak sepakat dengan penyamaan krisis tahun 2008 dan 1997 yang Bapak sampaikan. Tahun 1997 itu ada dua krisis, krisis ekonomi dan politik. Di tahun 2008, situasi politik kita cukup baik, sehingga tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan," kata Tjatur.
Krisis tahun 2008, lanjutnya, terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang. Berbeda dengan krisis tahun 1997 yang melumpuhkan perekonomian negara berkembang.
"Pasar uang antar bank tahun 2008 hanya 10-12 persen, tahun 1997 mencapai 75-300 persen. Krisis likuiditas jauh. Mata uang tahun 97-98 juga jauh, satu dollar bisa sampai Rp 17.000," kata dia.
Oleh karena itu, alasan krisis dinilai tidak bisa dijadikan dasar pengambilan tindakan penyelamatan. "Kalau krisis '97 jadi patokan, sangat beda situasinya. Institusi Century dan personalnya punya moral hazard melanggar aturan. Maka, sangat wajar kalau banyak pihak menengarai langkah yang dilakukan hanya untuk menyelamatkan satu bank saja," lanjut Tjatur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.