Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernyataan Presiden Timbulkan Reaksi Pro dan Kontra

Kompas.com - 06/12/2009, 05:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengatakan adanya motivasi politik di balik aksi sejumlah pihak memperingati Hari Antikorupsi Sedunia pada 9 Desember nanti justru mengganggu kondisi psikologis pemberantasan korupsi. Hal itu justru akan mendorong pihak-pihak yang memang mendukung pemberantasan korupsi menjadi mundur.

Hal itu diungkapkan dosen Ilmu Politik UI, Andrinof Chaniago, di Jakarta, Sabtu (5/12). ”Pernyataan Presiden tidak simpatik serta menyebarkan kecemasan dan kekhawatiran ke masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, kemarin, mengatakan, pernyataan Presiden itu untuk menyadarkan agar masyarakat waspada sehingga tidak terprovokasi oleh pihak-pihak yang punya kepentingan tertentu.

Julian juga mengatakan, reaksi sejumlah pihak terhadap pernyataan Presiden sudah berlebihan. Menurut dia, Presiden tidak keberatan terhadap unjuk rasa yang spontan untuk mendukung pemberantasan korupsi. ”Tapi, yang tidak dikehendaki adalah bila unjuk rasa itu diprovokasi dan tidak terkendali sehingga terjadi kerusuhan,” ujar Julian.

Ia mengemukakan, mengenai pemberantasan korupsi, apa yang dilakukan pemerintah cukup jelas dan membuahkan hasil yang cukup menggembirakan.

Adapun menurut Andrinof, tanpa diucapkan oleh Presiden, kemungkinan setiap unjuk rasa atau agenda politik lainnya ditunggangi kepentingan politik selalu ada. Hal itu juga pasti menjadi perhatian dari penyelenggara aksi. ”Secara psikologis, pernyataan itu justru membatasi ruang gerak masyarakat yang murni mendukung proses pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Andrinof menambahkan, adanya tokoh politik di belakang setiap aksi atau peristiwa politik adalah hal yang wajar. Siapa pun pemimpin di dunia tidak ada yang mendapat dukungan bulat 100 persen dari semua elemen bangsa. Karena itu, wajar jika ada tokoh politik yang mendukung aksi-aksi politik.

Secara terpisah, Ketua Umum Partai Demokrat Hadi Utomo menilai, pernyataan Presiden untuk memberikan peringatan agar aksi yang dilakukan nanti tidak mudah disusupi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Aktivis Koalisi Masyarakat Antikorupsi (Kompak), Fadjroel Rachman, kemarin, mengatakan, atas pernyataannya itu, SBY harus minta maaf secara terbuka kepada publik antikorupsi karena menuduh Gerakan 9 Desember pada Hari Antikorupsi Sedunia, di mana Kompak bersama para tokoh agama dan tokoh nasional yang menggagasnya, ditunggangi pihak-pihak tertentu. ”Gerakan 9 Desember adalah gerakan aktivis dan rakyat antikorupsi di seluruh Indonesia, serentak di 33 provinsi, 400-an kabupaten/kota, dengan beragam acara, dari aksi, diskusi, sampai pembacaan puisi,” ujarnya. (MZW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Nasional
Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Nasional
Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, lalu Dihitung Ulang

Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, lalu Dihitung Ulang

Nasional
Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com