Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsep Pemahaman DPR dan Pemerintah soal Rahasia Negara Salah

Kompas.com - 16/09/2009, 13:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Aturan tentang kerahasiaan negara (Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara) harus bisa dan perlu hadir dalam kehidupan demokrasi dan bukan malah menjadi alat untuk membungkam demokrasi itu sendiri. Demikian disampaikan Anggota Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program dan Reformasi Letjen (Purn) Agus Widjojo kepada Kompas, Rabu (16/9).

Pernyataan Agus itu menanggapi pro dan kontra serta kecaman dan pernyataan kecewa masyarakat terhadap isi RUU Rahasia Negara usulan pemerintah, yang terus dibahas serta berencana akan tetap digolkan bersama Komisi I menjelang akhir masa kerja pemerintahan dan DPR periode 2004-2009 hingga akhir September mendatang.

Dalam pengamatan Kompas, saat ini terjadi silang sengketa antara pemerintah dan DPR menyusul kecaman dan penolakan bertubi-tubi dari berbagai kalangan elemen masyarakat sipil. Kalangan itu menegaskan isi RUU sangat melanggar prinsip dan semangat reformasi, penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM), pelaksanaan pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan transparan, serta prinsip kebebasan pers.

Sayangnya, baik Komisi I maupun Dephan selama ini terkesan abai dengan berbagai masukan masyarakat sipil yang meminta penundaan. Bahkan, dalam beberapa kesempatan kedua belah pihak menggelar sejumlah upaya percepatan melalui dua kali rapat konsinyering.

"Isi RUU Rahasia Negara yang sekarang ada salah memahami konsep batasan dan pengertian tentang apa itu rahasia negara. Seharusnya rahasia negara dilihat sebagai informasi menyangkut keamanan nasional yang diklasifikasikan dan memenuhi dua persyaratan, diletakkan di luar akses publik, dan juga ada kesepakatan bersama soal batasannya. Jadi tidak, bisa ditentukan sepihak oleh pemerintah tanpa diketahui publik," tegas Agus.

Dengan begitu, tambah Agus, jika terjadi kebocoran rahasia negara, satu-satunya pihak yang harus bertanggung jawab adalah para pejabat dan aparat yang memang ditugasi mengelola, menyimpan, dan mengolah informasi tersebut. Bukan malah menjadikan masyarakat harus ikut bertanggung jawab jika terjadi kebocoran.

Kewajiban pemerintah adalah menjaga rahasia negara sedemikian rupa sehingga dia berada di luar jangkauan publik. Hal itu lantaran kebocoran hanya bisa terjadi dan dilakukan oleh orang-orang dan pejabat pemerintah sendiri, yang memang punya akses terhadap rahasia negara itu. Publik tidak mungkin punya akses seperti itu.

Agus meminta pemerintah dan DPR menunda rencana mengegolkan RUU Rahasia Negara yang sekarang banyak menuai kecaman itu hingga periode pemerintah dan DPR mendatang (2009-2014). Dia menilai, baik pemerintah maupun legislatif masih harus mencari banyak masukan dari konsultasi publik secara luas.

"Namun, soal apakah RUU itu akan terus dibahas, saya serahkan sepenuhnya kewenangan itu pada pemerintah dan DPR. Tapi harus diingat, pemerintah tidak bisa dan tidak boleh memaksakan kemauannya sendiri. Saya juga berharap para anggota Dewan masih punya sikap kenegarawanan yang berorientasi pada apa yang terbaik bagi bangsa ini," ujar Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com