Tim ekonomi kabinet
Fadhil Hasan dan Sofjan Wanandi berpendapat, akomodasi ”titipan” partai politik memang tak bisa sepenuhnya terhindarkan dalam penyusunan anggota kabinet yang dipimpin Yudhoyono lima tahun mendatang.
Posisi menteri keuangan, menteri energi dan sumber daya mineral, menteri negara badan usaha milik negara, menteri perindustrian, menteri perdagangan, serta menteri pertanian dipandang akan paling menentukan membawa perekonomian Indonesia melalui krisis global yang saat ini terjadi.
”Banyak kebijakan yang bersifat trade-off dan mungkin tidak populis yang harus diambil pada sektor-sektor ekonomi itu,” ujar Fadhil. Ia mencontohkan, di sektor energi, pemerintah antara lain akan dituntut menyikapi perkembangan harga minyak dunia yang sulit diprediksi.
Sektor energi juga penyumbang sekitar sepertiga pendapatan negara. ”Selain devisa terbesar, subsidi terbesar juga diberikan pada sektor energi,” kata Sofjan.
Pengalaman di negeri ini telah menunjukkan sektor energi kerap menjadi ”lahan basah” untuk menyuburkan kepentingan politik. Padahal, begitu besar hajat hidup rakyat ditentukan di sana.
Sementara itu, posisi menteri keuangan tentu tak diragukan berada di garda terdepan pengelolaan keuangan negara.
Di sektor industri, prioritas pengembangan subsektor-subsektor tertentu amat mungkin dipandang sebagai ”biaya” bagi subsektor-subsektor lain. Prioritas mesti diambil walaupun semua pihak tentu meminta diprioritaskan atau difasilitasi pemerintah.
”Banyak sekali vested interest di situ. Jadi, keputusan-keputusan yang diambil benar-benar mesti didasari perhitungan teknokratis dan ekonomi, bukan karena memasukkan kepentingan politik atau populis,” ujar Fadhil.
Menurut Sofjan, keputusan mengenai susunan tim ekonomi kabinet amat dinantikan dunia usaha. ”Presiden tidak perlu menempatkan wakil dari kalangan usaha dalam kabinet. Yang paling penting adalah menempatkan orang profesional yang memahami dunia usaha. Harus ada yang punya kapasitas untuk melakukan terobosan dalam eksekusi kebijakan,” ujar Sofjan.