JAYAPURA, KOMPAS.com —
Warna kulit, latar belakang suku, dan perbedaan agama bukan alasan untuk membeda-bedakan pemerataan pembangunan yang akan dijalankannya.
Demikian disampaikan Kalla saat berkampanye dialogis di Gedung Olahraga (GOR) Cenderawasih, Jayapura, Papua, Sabtu (20/6). Sebelum kampanye dialogisnya dengan ribuan pendukungnya, Kalla diangkat menjadi anak adat oleh 45 kepala suku di Papua. Ia dinilai berjasa dalam menjaga keutuhan bangsa dan mampu mengangkat derajat dan martabat masyarakat asli Papua. Para tokoh adat dan masyarakat berharap Jusuf Kalla sukses memenangi pemilu presiden 8 Juli mendatang.
Ondoafi atau kepala suku wilayah Port Numbay Ramses Ohee, yang mewakili para kepala suku lainnya, mengatakan, gelar anak adat merupakan kehormatan dan kepercayaan masyarakat adat terhadap Kalla. Namun, ia pun mengatakan, gelar anak adat mengembankan tugas kepada Kalla untuk membawa kehormatan Papua.
Dalam kampanye itu, Kalla didampingi istrinya; Ny Mufidah Jusuf Kalla; putranya, Solihin Kalla; dan anggota rombongan lainnya dari Tim Sukses JK-Win.
Sebelum meninggalkan Papua menuju ke Bali, Kalla sempat mengaku mendapat pinjaman pesawat khusus berkursi 15 orang dari Menko Kesra Aburizal Bakrie (Ical). Pesawat itu untuk berkampanye di Papua dan Bali.
”Ya, dipinjamkan. Kan, ini (Ical), teman,” aku Kalla tentang Ical yang juga salah seorang anggota Dewan Penasihat DPP Partai Golkar dan pernah menjadi teman bisnisnya di Kamar Dagang dan Industri Nasional (Kadin).
Sementara itu, dalam dalam kampanye dialogis di Gedung Pertemuan Umum Tambun Bungai, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, cawapres Wiranto mengemukakan, Indonesia harus memiliki konsep kemandirian bangsa. Hal ini penting agar pemanfaatan kekayaan sumber daya alam Indonesia besar-besarnya digunakan untuk kemakmuran rakyat.