Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBNU: Pilkada Sebaiknya Dihapus

Kompas.com - 25/01/2008, 12:44 WIB

JAKARTA, JUMAT-Ketua Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menyatakan, selain memakan biaya yang sangat besar dan supaya tidak menimbulkan konflik horisontal serta tidak membuat polarisasi di antara kelompok di masyarakat, ada baiknya pemilihan langsung kepala daerah (pilkada) dihapuskan dan diganti dengan pemilihan pimpinan daerah secara tidak langsung, yakni melalui DPRD Tingkat I maupun DPRD Tingkat II.

Pemilihan umum yang tetap ada adalah pemilihan  umum bagi calon anggota DPR pusat dan pemilihan bagi calon presiden dan wakil presiden.  Hal itu dungkapkan oleh Hasyim menjawab pers, seusai bersama pengurus PBNU lainnya bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta,Jumat (25/1) siang ini. Hasyim di antaranya didampingi Tolcha Hassan, wakil Rois Aam PBNU.

"Saya kira, pilkada di Indonesia itu terlalu banyak. Menurut saya yang bagus itu (pemilihan) bagi Presiden dan Wapres serta DPR saja, yang dipilih langsung. Yang lainnya itu dipilih melalui DPRD saja masing-masing. Ngabisin duit dan juga berpotensi terjadinya polarisasi di masyarakat," ujar Hasyim.

Ditanya apakah usulan PBNU itu bukan sebuah kemunduran demokrasi sekarang ini, Hasyim langsung menukas," Oh, tidak, sepanjang DPRD-nya itu aspiratif. Yang bikin (demokrasi) mundur itu kan, karena DPRD-nya tidak aspiratif dari kelompok yang diwakili."

Namun, saat didesak lagi oleh pers bahwa justru permainan uang atau politik uang selama ini justru paling besar terjadi di DPRD, Hasyim menjawab lagi," Lebih bisa daripada duit diecer-ecer atau dibuang-buang ke masyarakat sehingga demokrasi yang wujudkan maah menjadi demokrasi sembako."

Perlu wawasan kebangsaan

Hasyim mengakui selama lima tahun belakangan ini, sejak dilakukannya Pilkada, pemilihan DPR, DPRD Tingkat I dan Tingkat II serta pemilihan Presiden dan Wapres serta DPD, konflik dan polarisasi masyarakat kerapkali terjadi. Yang justru banyak menjadi korban adalah masyarakat bawah, termasuk warga Nadhliyin yang mendukung para kandidat.

"Kalau dukungan dan pilihan calon kandidat saja, itu tidak ada persoalan. Namun, jika sudah terpola, akan terjadi konflik antara massa pendukung kandidat. Ini banyak terjadi di daerah-daerah sehingga NU harus dikonsolidasikan, yaitu bagaimana dia tetap memilih namun tetap bersatu dalam wawasan keagamaan. Dan pilihan mereka terhadap calon kandidat adalah  bukan perbedaan, akan tetapi alternatif. Jika tidak, bupati sudah terpilih namun Kiayai-nya tetap ribut," jelas Hasyim.

Diberi contoh oleh Hasyim bahwa  jika terjadi pilkada, para kandidat-kandidat itu  selalu datang ke kiai-kiai serta para santri. "Selama ini, kan, kunjungan mereka itu selalu dikristalisasikan (dipolitisasi sebagai dukungan). Setelah pilkada itu selesai, kristal itu belum mencair dengan kristal yang lain. Apalagi jika itu membawa isu agama dalam pilkada. Itu, jelas berbahaya, " lanjut Hasyim.

Oleh karena itu, tambah Hasyim, untuk "mengobati" polarisasi masyarakat-nya, PBNU dalam peringatan Hari Lahir (Harlah) NU ke-82 pada Januari hingga awal Februari mendatang, berusaha melakukan netralisasi.

"Memang tidak cukup netralisasi oleh PBNU dalam Harlah sebulan penuh itu, akan tetapi kita mulai upaya itu dengan Harlah NU. Jadi, setelah ini, kita adakan pengkaderan-pengkaderan wawasan sehingga secara strukural dan kutural itu merata. Tetapi, bahwa orang dibangkitkan dulu itu penting," demikian Hasyim. (HAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com