Salin Artikel

"Amicus Curiae" Megawati

Amicus curiae adalah sistem yang memiliki mekanisme di mana pihak ketiga, bukan pihak berperkara, bisa memberi masukan kepada pengadilan dalam suatu perkara.

Sistem ini adalah warisan dari sistem hukum Romawi kuno, lalu diwarisi oleh sistem common law. Dalam banyak hal, sistem civil law pun memiliki mekanisme serupa, termasuk di Indonesia.

Apa yang diajukan Megawati ke MK, adalah lanjutan dari kolom yang ditulisnya di Harian Kompas berjudul "Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi".

Bagi Megawati, MK kini diperhadapkan dengan ujian yang amat berat. Pertama, MK harus mengembalikan kepercayaan publik dan citranya kembali, setelah tergerogoti oleh Putusan MK No 90 Tahun 2023, yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wapres.

Kedua, MK sedang diuji kemandirian dan kejujurannya dalam mengambil putusan tentang sengketa pilpres 2024, yang kini tengah berproses.

Lalu, Megawati mendeklarasikan hasil kontemplasinya yang menjadi pedoman kebenaran yang kini tengah dicari dan diperjuangkannya: kebenaran tentang tegaknya demokrasi dan keadilan di negeri ini.

Ia pun mengharapkan para hakim MK mendasarkan diri pada, pertama, kebenaran adalah kebenaran. Kedua, dalam mengambil putusan, para hakim mendasarkan diri pada kejernihan pikiran dan hati nurani.

Ketiga, qana’ah, prinsip merasa cukup terhadap apa yang ada. Keempat, prinsip utrenja (bahasa Rusia) yang berarti fajar.

Maksudnya, di Indonesia ini, tak ada yang bisa mengubah hukum alam bahwa fajar menyingsing di ufuk timur.

Lalu, orang pun mulai bertanya, apa signifikansi dan modal sosial Megawati melakukan amicus curiae tersebut?

Di antara anak-anak bangsa yang ada di negeri kita sekarang ini, Megawati yang paling kompeten dan memiliki legitimasi kuat untuk amicus curiae.

Megawati melakukan itu karena ia gelisah menyaksikan dan mengalami betapa Pilpres 2024 ini, surplus dengan adegan aksi tuna moral dan padat dengan masalah-masalah yuridis, terutama masalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.

Megawati tak tahan menyaksikan bagaimana pat gulipat politik dijalankan di negeri ini, hanya untuk meloloskan putra penguasa untuk menjadi orang nomor dua. Kemandirian Mahkamah Konstitusi terkesan sekali diinjak-injak. Hukum diporak porandakan, dan sebagainya.

Legitimasi moral Megawati untuk urusan ini, sangat kuat karena pada 2004, ia sedang menjabat sebagai presiden dan maju berkompetisi lagi, tetapi tidak pernah menunjukkan gelagat kecurangan.

Tak ada bisik berbisik bahwa ia mendesakkan keinginan untuk menang dengan cara menggunakan polisi, pegawai negeri, dan segala organ negara lain.

Megawati sangat defisit dalam hal membelanjakan uang negara secara semena-mena guna menyogok rakyat untuk memenangkan dirinya.

Megawati juga tidak mengakali penyelenggara pemilu. Tak pula menyiasati MK. Ia menjalani kontestasi sesuai aturan.

Karena itu, ketika ia keluar Istana, ia berhak membusungkan dada dan bebas menoleh ke kiri dan kanan karena ia tidak terbebani oleh dosa demokrasi. Langkahnya amat ringan. Tak ada fitnah yang mengikutinya dari belakang. Ia harum semerbak.

Pada 2014, Megawati mengurungkan niat menjadi calon presiden, dan memberi kesempatan kepada Jokowi. Megawati mengikuti keinginan rakyat. Ia tidak memaksakan kehendak agar dirinya dicalonkan oleh PDI-P, partai yang dilahirkan dan dipimpinnya.

Pada Pilpres 2024, lagi-lagi Megawati mendengar keinginan rakyat. Putri tunggalnya, Puan Maharani tidak didesakkan untuk dicalonkan oleh PDI-P sebagai calon presiden. Megawati memberikan mandat itu ke orang lain, Ganjar Pranowo.

Dengan rentetan pristiwa tersebut, sangat jelas bahwa Megawati memiliki legitimasi moral kuat untuk melakukan amicus curiae, yang berkaitan dengan hasil pilpres 2024 lalu.

Megawati melakukan itu bukan untuk kepentingan pribadinya karena ia sukses menanggalkan segala hal mengenai kepentingan dan keuntungan pribadinya selama ini.

Maka, tatkala ia berpekik, ia merepresentasi pekikan publik. Bukan pekikan diri atau dinastinya. Tatkala Megawati meradang, ia mewakili orang banyak yang juga meradang dalam hal akhlak berpolitik.

Manakala Megawati berseru dan mengharapkan Mahkamah menjadi temannya, ia bermaksud secara serius bahwa seruan dan harapannya, adalah seruan dan harapan warga negara lain. Bukan monopoli diri dan dinastinya.

Kita bisa menyaksikan gerakan moral serupa, juga dilakukan oleh para guru besar dari pelbagai perguruan tinggi. Mereka adalah orang-orang yang ditakdirkan Tuhan menjadi penjaga hati nurani dan moral bangsa.

Mereka bukan makhluk yang penuh siasat dan keculasan untuk merebut tahta kekuasaan.

Para guru besar itu, lahir untuk asyik mencari kebenaran sesuai bidang keilmuan yang mereka miliki. Mereka lahir hanya untuk mengabdi. Bukan saling sikut untuk berkuasa tanpa landasan moral.

Para akademisi itu, tak memiliki pretensi. Tak ada saru dan nihil topeng yang mengelabui kita semua.

Langkah Megawati bersama para guru besar adalah langkah moral yang beredar dalam wilayah hati nurani. Bukan langkah yang berputar-putar tiada ujung dalam wilayah hitung menghitung suara. Mereka menuntut keadilan substantif. Bukan keadilan statistik.

Megawati bersama para guru besar melakukan amicus curiae karena mereka meyakini, para hakim masih memiliki hati nurani, sebagaimana mereka memiliki hati nurani.

Para hakim masih memiliki keteguhan hati untuk menegakkan demokrasi, sebagaimana mereka buktikan selama ini, bahwa demokrasi harus diperjuangkan.

Kesamaan itulah yang membuat mereka bersahabat. Hanya itu yang ada. Tidak perlu ditafsirkan secara liar tujuan dan motif mereka.

John Marshal, Ketua Mahkamah Agung Amerika Serikat yang paling lama (1801-1835) berkata:
“The judiciary is the safeguard of our liberty and of our property under the constitution”
(lembaga peradilan menjaga kebebasan dan kepemilikan kita, yang dijamin oleh Konstitusi).

Karena fungsinya itu, lembaga peradilan memegang peranan dan tanggungjawab krusial untuk menegakkan prinsip-prinsip fundamental tentang kebebasan dan keadilan dalam masyarakat demokratis.

Semoga para hakim Mahkamah Konstitusi kita, menjalankan prinsip yang sama dengan hakim legendaris Amerika Serikat itu.

Bila demikian, maka Raden Ajeng Kartini, sebagaimana yang dikutip oleh Megawati dalam amicus curiae yang dikirim ke Mahkamah Konstitusi, sangat benar: Habis Gelap, Terbitlah Terang.

https://nasional.kompas.com/read/2024/04/17/05332201/amicus-curiae-megawati

Terkini Lainnya

Hari ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Hari ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Nasional
Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Nasional
Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Nasional
Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Nasional
Pesawat Terlambat Bisa Pengaruhi Layanan Jemaah Haji di Makkah

Pesawat Terlambat Bisa Pengaruhi Layanan Jemaah Haji di Makkah

Nasional
Indonesia-Vietnam Kerja Sama Pencarian Buron hingga Perlindungan Warga Negara

Indonesia-Vietnam Kerja Sama Pencarian Buron hingga Perlindungan Warga Negara

Nasional
Survei IDEAS: Penghasilan 74 Persen Guru Honorer di Bawah Rp 2 Juta

Survei IDEAS: Penghasilan 74 Persen Guru Honorer di Bawah Rp 2 Juta

Nasional
Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Jokowi Minta Relokasi Rumah Warga Terdampak Banjir di Sumbar Segera Dimulai

Jokowi Minta Relokasi Rumah Warga Terdampak Banjir di Sumbar Segera Dimulai

Nasional
JK Sampaikan Duka Cita Wafatnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

JK Sampaikan Duka Cita Wafatnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

Nasional
PKS: Kami Berharap Pak Anies Akan Dukung Kader PKS Sebagai Cagub DKJ

PKS: Kami Berharap Pak Anies Akan Dukung Kader PKS Sebagai Cagub DKJ

Nasional
Pilih Bungkam Usai Rapat dengan Komisi X DPR soal UKT, Nadiem: Mohon Maaf

Pilih Bungkam Usai Rapat dengan Komisi X DPR soal UKT, Nadiem: Mohon Maaf

Nasional
Anggota DPR Cecar Nadiem soal Pejabat Kemendikbud Sebut Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier

Anggota DPR Cecar Nadiem soal Pejabat Kemendikbud Sebut Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier

Nasional
Jokowi Disebut Berpotensi Masuk Partai Lain Usai Bobby Gabung Gerindra

Jokowi Disebut Berpotensi Masuk Partai Lain Usai Bobby Gabung Gerindra

Nasional
Jokowi Minta Pembangunan Jalan-Jembatan Darurat di Daerah Terdampak Banjir Sumbar Segera Tuntas

Jokowi Minta Pembangunan Jalan-Jembatan Darurat di Daerah Terdampak Banjir Sumbar Segera Tuntas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke