Salin Artikel

Opini Megawati Dianggap Bukan buat Menekan MK

JAKARTA, KOMPAS.com - Opini Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri di Harian Kompas terkait proses sidang sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dianggap bukan tekanan bagi Mahkamah Konstitusi (MK).

"Amicus curiae itu menunjukkan bahwa ibu Mega tidak membenci pengadilan dan tidak mengintimidasi kan. Dia ingin mengatakan, 'wahai pengadilan...aku ini menyuarakan kebenaran dan kebenaran juga kau miliki'," kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Prof. Hamid Awaluddin, dikutip dari program Kompas Petang dari kanal YouTube Kompas TV, Selasa (9/4/2024).

Menurut mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) itu, opini Megawati memberi pesan bahwa dia sangat berharap supaya MK bisa menjadi benteng penjaga kebenaran dalam sengketa hasil Pilpres 2024.

"Dia kan membayangkan Mahkamah Konstitusi itu sebagai...hakim adalah kenegarawanannya yang dituntut, statemanship-nya yang dituntut, dan dia memberikan empat kriteria untuk menjadi negarawan itu," ujar Hamid.

"Jadi jelas sekali. Kalau dia mengintimidasi, mengancam, dia tidak memberi kriteria. Dia hanya akan katakan, 'Kalau Anda tidak lakukan ini maka...' Nah, itu ancaman," sambung Hamid.

Sebelumnya diberitakan, Megawati menyinggung sejumlah hal terkait politik melalui artikel opini yang diterbitkan Harian Kompas. Dalam atribusi pada artikel, Megawati menyebut dirinya sebagai "seorang Warga Negara Indonesia."

Megawati menyatakan, keadilan dalam perspektif ideologis harus dijabarkan ke dalam supremasi hukum. Budaya hukum, tertib hukum, institusionalisasi lembaga penegak hukum, dan keteladanan aparat penegak hukum menjadi satu kesatuan supremasi hukum.

"Sumpah presiden dan hakim Mahkamah Konstitusi menjadi bagian dari supremasi hukum. Namun, bagi hakim Mahkamah Konstitusi, sumpah dan tanggung jawabnya lebih mendalam dari sumpah presiden," lanjut Megawati.

Dalam tulisan opini itu, Megawati juga menyampaikan bahwa presiden adalah pihak yang wajib bertanggung jawab mempraktikkan etika dalam bernegara.

"Presiden memegang kekuasaan atas negara dan pemerintahan yang sangat besar. Karena itulah penguasa eksekutif tertinggi tersebut dituntut standar dan tanggung jawab etikanya agar kewibawaan negara hukum tercipta," ucap Megawati.

Megawati juga menyatakan, presiden berdiri di atas semua golongan dan bertanggung jawab atas keselamatan seluruh bangsa dan negara.

"Segala kesan yang menunjukkan bahwa presiden memperjuangkan kepentingan sendiri atau keluarganya adalah fatal. Sebab, presiden adalah milik semua rakyat Indonesia," ucap Megawati.

Megawati mengatakan, pengerahan aparatur negara dalam Pemilu buat kepentingan pihak tertentu terjadi sejak 1971.

Praktik itu, kata Megawati, berlangsung sampai 2024 yang menurutnya puncak evolusi kecurangan.

"Pilpres 2024 merupakan puncak evolusi hingga bisa dikategorikan sebagai kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM)," ujar Megawati.

Megawati menyampaikan, dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 juga diwarnai dengan motif nepotisme yang mendorong penyalahgunaan kekuasaan presiden.

"Nepotisme ini berbeda dengan zaman Presiden Soeharto sekalipun karena dilaksanakan melalui sistem pemilu ketika presiden masih menjabat dan ada kepentingan subyektif bagi kerabatnya," kata Megawati.

Megawati juga mengingatkan supaya para Hakim Konstitusi yang menangani sengketa hasil Pilpres 2024 selalu menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.

"Oleh karena itulah, belajar dari putusan Perkara Nomor 90 di Mahkamah Konstitusi yang sangat kontroversial, saya mendorong dengan segala hormat kepada hakim Mahkamah Konstitusi agar sadar dan insaf untuk tidak mengulangi hal tersebut," papar Megawati.

https://nasional.kompas.com/read/2024/04/09/14271821/opini-megawati-dianggap-bukan-buat-menekan-mk

Terkini Lainnya

PAN Tak Mau Ada Partai Baru Dukung Prabowo Langsung Dapat 3 Menteri

PAN Tak Mau Ada Partai Baru Dukung Prabowo Langsung Dapat 3 Menteri

Nasional
Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Nasional
PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

Nasional
PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

Nasional
Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Nasional
Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Nasional
Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Nasional
Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Nasional
Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Nasional
TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

Nasional
Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke