Salin Artikel

Sidang MK, Muhadjir Jawab soal "Penugasan Presiden" yang Dicurigai Hakim sebagai "Cawe-cawe"

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan tentang frasa “penugasan Presiden” yang dipersoalkan oleh hakim konstitusi Arief Hidayat.

Frasa tersebut sebelumnya disampaikan oleh Muhadjir saat memberikan keterangan dalam sidang sengketa hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (5/4/2024).

“Jadi, apa makna di balik kata penugasan ini? Tentu saja penugasan yang dimaksud adalah dalam kapasitas saya sebagai pembantu Presiden, bukan dalam kapasitas yang lain,” kata Muhadjir.

Muhadjir mengaku tak bisa memberikan definisi tepat mengenai frasa “penugasan Presiden”. Namun, katanya, frasa tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2020 tentang Kementerian Koordinator PMK.

Menurut Muhadjir, para pembantu Presiden bekerja sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) yang tertuang dalam Perpres Nomor 35 Tahun 2020.

Namun, tak menutup peluang para menteri juga bekerja di luar tupoksi. Apalagi, jika tugas tersebut bersifat lintas sektoral.

“Kalau kami boleh mengambil contoh, Yang Mulia, misalnya sekarang ini untuk penanganan mudik. Penanganan mudik itu tidak bisa didefinisikan urusannya siapa, dengan kondisi seperti itu, bisa saja Presiden menunjuk salah satu Menko untuk ditugasi untuk melakukan koordinasi,” jelas Muhadjir.

“Menurut Perpres Nomor 35 tadi, misalnya, Kapolri, kemudian ada Menteri Perhubungan, Menteri PUPR, Menteri Perdagangan. Menteri yang berada dalam koordinasi saya cuma satu saja, yaitu Menteri Agama. Ini kami mendapatkan surat penugasan,” lanjutnya.

Selain itu, menurut Muhadjir, frasa “penugasan Presiden” yang ia maksud juga merujuk pada tugas menteri untuk mewakili Kepala Negara dalam menghadiri upacara atau acara tertentu.

“Di situ, saya sebagai wakil yang mewakili beliau untuk menyampaikan pokok-pokok pikiran, biasanya itu ada dari kepresidenan yang tinggal membaca, tapi kadang-kadang juga kami diberi wewenang penuh untuk kami menyampaikan sesuai dengan apa yang sudah ada pada kami,” tutur Muhadjir.

Muhadjir pun mengaku tak pernah mendapatkan tugas-tugas aneh dari Presiden yang di luar tupoksinya sebagai menteri.

Ia mempertanyakan, apakah yang dimaksud sebagai “penugasan Presiden” merupakan bentuk cawe-cawe Kepala Negara, atau ada maksud lainnya.

“Saya membaca keterangannya Bapak Menko PMK. Di sini ada kata-kata begini, 'Pelaksanaan tugas PMK dimaksudkan untuk memberikan dukungan pelaksanaan inisiatif dan pengendalian kebijakan berdasarkan agenda pembangunan nasional dan penugasan Presiden',” kata Arief.

“Apa sih yang dimaksud dengan penugasan Presiden? Apakah penugasan-penugasan tertentu karena Presiden juga cawe-cawe itu?” lanjutnya.

Seharusnya, kata Arief, penugasan Presiden sudah termaktub dalam agenda pembangunan nasional. Dengan adanya frasa “penugasan Presiden” yang disebutkan oleh Muhadjir, menurut dia, seolah-olah agenda pembangunan nasional dan penugasan Presiden merupakan dua hal berbeda.

"Kalau saya membaca, sebetulnya, agenda pembangunan nasional itu ya sudah termasuk Presiden itu akan menugaskan apa, ya ada di situ. Tapi kok ada frasa yang khusus. Penugasan Presiden," ujarnya.

Adapun dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di MK, hadir empat pembantu Presiden, yakni Menko PMK Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.

Permintaan pemanggilan para menteri itu sebelumnya disampaikan oleh dua pihak pemohon, yakni kubu pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar; dan capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Kedua pihak menilai, keterangan para menteri tersebut penting untuk membuktikan dugaan politisasi bansos oleh Presiden Joko Widodo jelang hari pemungutan suara Pemilu 2024.

Dalam gugatannya ke MK, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta agar pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka didiskualifikasi. Kedua pihak juga meminta MK membatalkan hasil Pilpres 2024 dan memerintahkan penyelenggaraan pemilu ulang.

MK memulai sidang sengketa hasil Pilpres 2024 pada Rabu (27/3/2024). Setelah digelar sidang pembacaan permohonan, persidangan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi dan ahli.

https://nasional.kompas.com/read/2024/04/05/13490531/sidang-mk-muhadjir-jawab-soal-penugasan-presiden-yang-dicurigai-hakim

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke