JAKARTA, KOMPAS.com - Warga Indonesia yang hendak magang diimbau tidak perlu ke luar negeri lantaran bakal dinilai menyulitkan mereka jika terjadi persoalan di kemudian hari.
Menurut Direktur Migrant Care Wahyu Susilo, praktik magang tidak tercantum dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Hal itu disampaikan Wahyu menanggapi kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terhadap 1.047 mahasiswa berkedok magang di Jerman dengan mencatut program MBKM.
"Karena undang-undang kita namanya Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, dan di dalam undang-undang itu tidak ada aturan atau tidak mentolerir aturan tentang kerja magang," kata Wahyu saat dihubungi pada Selasa (26/3/2024).
Wahyu berpesan kepada para generasi muda supaya tidak mudah tergiur dengan tawaran magang ke luar negeri dengan iming-iming tertentu.
Sebab menurut dia, praktik magang sangat mudah diselewengkan buat mendapatkan tenaga kerja yang mau diupah murah dengan beban kerja sama atau lebih berat dari pegawai tetap.
"Jadi yang utama adalah kalau kerja ke luar negeri statusnya adalah full time, terlindungi, prosedural, dan melalui jalur-jalur yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku," ujar Wahyu.
Wahyu menganggap tawaran praktik magang di luar negeri, yang menyasar generasi muda seperti pelajar dan mahasiswa, rentan dengan muslihat praktik perbudakan modern yang eksploitatif, serta jauh dari filosofi magang.
Pihak kepolisian kini tengah mendalami dan memeriksa sejumlah pihak terkait kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) ini.
"Polri akan meminta keterangan dan kami bekerja sama dengan semua pihak terkait termasuk Kemendikbud," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko di Jakarta, seperti dilansir Antara, Jumat (22/3/2024).
Trunoyudo membeberkan, kasus TPPO berkedok program magang di Jerman ini terungkap setelah empat mahasiswa yang sedang mengikuti ferienjob mendatangi KBRI Jerman.
Setelah ditelusuri KBRI, program ini dijalankan sebanyak 33 universitas di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 mahasiswa.
"Namun, mahasiswa tersebut dipekerjakan secara non-prosedural sehingga mahasiswa tersebut tereksploitasi," kata Trunoyudo.
Awalnya, para mahasiswa mendapatkan sosialisasi dari PT CVGEN dan PT SHB terkait program magang di Jerman.
Saat mendaftar mahasiswa diminta membayar biaya sebesar Rp 150.000 ke rekening PT CVGEN, serta membayar sebesar 150 euro (sekitar Rp 2,5 juta) untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.
Setelah LOA terbit, korban harus membayar sebesar 200 euro (sekitar Rp 3,4 juta) lagi kepada PT SHB untuk pembuatan approval (surat persetujuan) otoritas Jerman atau working permit.
Mahasiswa juga dibebankan dana talangan sebesar Rp 30 juta-Rp 50 juta di mana pengembalian dana tersebut dengan cara pemotongan upah kerja tiap bulan.
Selain itu, setelah mahasiswa sampai di Jerman langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit (izin kerja) untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman.
Mahasiswa yang menjadi korban melaksanakan ferienjob dalam kurun waktu selama tiga bulan dari Oktober hingga Desember 2023.
https://nasional.kompas.com/read/2024/03/26/12162581/tak-sesuai-uu-migrant-care-imbau-mahasiswa-tidak-magang-ke-luar-negeri