Menurut Muhadjir, sedianya program magang ke luar negeri memiliki banyak manfaat.
Namun, program magang ini perlu diatur dan dilembagakan agar tidak dikategorikan menjadi eksploitasi kerja.
Terlebih, jika pekerjaan yang dijalani selama di luar negeri tidak sesuai dengan jurusan yang diambilnya di perguruan tinggi Indonesia.
"Menurut saya summer job, yaitu peluang kerja di musim panas (di luar negeri) itu sangat bagus kalau dilembagakan dengan baik. Walaupun memang hampir bisa dipastikan memang jenis pekerjaannya tidak sesuai," kata Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2024).
Menurut dia, melalui kelembagaan, pelindungan mahasiswa selama magang akan lebih terjamin.
Kelembagaan juga akan berfungsi mengurus segala bentuk kebutuhan administrasi dan keuangan yang dikeluarkan ditanggung pemerintah atau perorangan.
"Mungkin yang nanti harus dipersoalkan dia harus bayar, apakah kemudian itu jadi bagian dari persoalannya nanti harus kita urus atau tidak, kita lihat nanti," tutur Muhadjir.
Adapun beberapa manfaat yang mungkin didapat dari pengalaman bekerja ke luar negeri meliputi pengadopsian etika kerja dan kedisiplinan. Begitu pula membentuk mental kerja.
Muhadjir menilai, kedisiplinan ini menjadi salah satu modal utama agar anak-anak muda di Indonesia lebih siap kerja.
"Kalau dari sisi manfaat, menurut saya bagus kan. Anak-anak punya pengalaman bekerja di luar negeri, dia juga di sana dapat insentif.
Ia menyatakan, jika diproses secara prosedural dan mematuhi regulasi yang sudah ditetapkan oleh Kemendikbudristek dan Kementerian Ketenagakerjaan, program magang ini tidak bisa dikategorikan sebagai TPPO.
Sementara itu, yang saat ini terjadi dikategori sebagai TPPO lantaran tidak memenuhi regulasi tersebut.
"Kan menjadi kategori TPPO tadi itu, karena tidak melalui prosedur. Jadi ini perguruan-perguruan tinggi yang mengirim mahasiswa itu tanpa berdasarkan laporan, tanpa seizin kementerian, dan itu melalui agen-agen dengan melibatkan beberapa dosen di perguruan tinggi itu sebagai penghubung," ucap dia.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 1.047 mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia diduga menjadi korban eksploitasi kerja dengan modus magang di Jerman (ferienjob) pada Oktober sampai Desember 2023.
Pihak kepolisian kini tengah mendalami dan memeriksa sejumlah pihak terkait kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) ini.
"Polri akan meminta keterangan dan kami bekerja sama dengan semua pihak terkait termasuk Kemendikbud," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko di Jakarta, dilansir Antara, Jumat (22/3/2024).
Trunoyudo membeberkan, kasus TPPO berkedok program magang di Jerman ini terungkap setelah empat mahasiswa yang sedang mengikuti ferienjob (kerja paruh waktu untuk mahasiswa) mendatangi KBRI Jerman.
Setelah ditelusuri KBRI, program ini dijalankan sebanyak 33 Universitas di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 mahasiswa.
"Namun mahasiswa tersebut dipekerjakan secara non-prosedural sehingga mahasiswa tersebut tereksploitasi," kata Trunoyudo.
Awalnya, para mahasiswa mendapatkan sosialisasi dari PT CVGEN dan PT SHB terkait program magang di Jerman.
Saat mendaftar mahasiswa diminta membayar biaya sebesar Rp 150.000 ke rekening PT CVGEN, serta membayar sebesar 150 Euro (sekitar Rp 2,5 juta) untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.
Mahasiswa juga dibebankan dana talangan sebesar Rp 30-50 juta. Pengembalian dana tersebut dengan cara pemotongan upah kerja tiap bulan.
Selain itu, setelah mahasiswa sampai di Jerman langsung di sodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit (izin kerja) untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman.
Mahasiswa yang menjadi korban melaksanakan ferienjob dalam kurun waktu selama tiga bulan dari bulan Oktober hingga Desember 2023.
https://nasional.kompas.com/read/2024/03/25/23045961/soal-mahasiswa-magang-di-jerman-menko-pmk-bagus-asal-diatur-dan-dilembagakan