Salin Artikel

Mengapa Ganjar-Ahok Sebaiknya Merebut Jakarta Satu?

Jadi tidak bisa dipungkiri bahwa posisi sebagai Gubernur Jakarta selama 2017-2022 adalah modalitas politik yang sangat berharga bagi Anies Baswedan untuk kembali bersinar di dunia politik dan menapaki jalan menuju status calon presiden di laga pemilihan presiden 2024.

Tentu sangat bisa dibayangkan apa yang terjadi dengan Anies jika tidak terpilih sebagai Gubernur Jakarta 2017 lalu. Boleh jadi Anies akan kembali ke kampus dan lepas dari hiruk pikuk politik.

Namanya mungkin bertambah besar dengan portofolio profesional yang pernah menjadi menteri, tapi tidak sebagai seorang tokoh politik.

Begitu pula dengan Ganjar Pranowo. Portofolio politiknya sebagai Gubernur Provinsi Jawa Tengah selama dua periode, 2013 - 2023, adalah modalitas politik yang membawanya menjadi calon presiden dari PDIP pada laga elektoral 2024.

Tanpa portofolio politik tersebut, boleh jadi bermimpi menjadi capres pun Ganjar rasanya sulit.

Artinya, jika Ganjar bertahan sebagai anggota DPR selama sepuluh tahun ke belakang, sudah hampir bisa dipastikan bahwa Puan Maharani yang menjadi capres PDIP di laga Pilpres tempo hari.

Begitulah kira-kira besarnya peran jabatan publik sebagai gubernur bagi Ganjar dan Anies.

Lantas pertanyaannya, setelah mengalami kekalahan telak di laga Pilpres 2024, bagaimana sinar Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan akan tetap bertahan, jika tak memegang portofolio politik lagi?

Tentu agak sulit dibayangkan keduanya akan kembali maju sebagai capres di laga elektoral 2029 nanti, jika lima tahun ke depan mereka mengalami kevakuman peran politik.

Sementara keduanya adalah pribadi yang potensial untuk melanjutkan kepemimpinan nasional. Visi misi mereka masih layak mendapat tempat di dalam percaturan ide tentang bagaimana membangun Indonesia yang baik dan tangguh di tahun-tahun mendatang.

Opsi pertama tentu menjadi ketua partai politik. Dalam kacamata umum, opsi ini bisa berlaku untuk Ganjar Pranowo. Namun secara khusus, Ganjar nampaknya tidak memiliki peluang untuk itu, selama Ganjar bertahan sebagai kader PDIP.

Pertama, Ganjar bukanlah bagian dari trah Sukarno. Kedua, selama ini Ganjar bukanlah seorang organisatoris ulung PDIP.

Dukungan internal yang beliau terima belakangan ini lebih menggambarkan implikasi dari raihan elektoralnya di survei-survei terdahulu sebelum Pilpres 2024, bukan sebagai imbas dari kelihaian beliau dalam bermanuver politik di antara elite-elite PDIP.

Ketiga, Ganjar bukanlah politisi dengan modal berlimpah, karena beliau bukanlah politisi pengusaha atau pengusaha politisi.

Ganjar adalah politisi karier yang menggantungkan hidup dari pekerjaan politik murni, baik sebagai anggota parlemen maupun sebagai gubernur.

Jadi dengan tiga persoalan di atas, opsi menjadi ketua partai politik bagi Ganjar Pranowo nyaris nihil, jika Ganjar masih menjadi kader PDIP.

Boleh jadi masih ada peluang untuk menjadi Wakil Ketua Umum di PDIP. Namun posisi tersebut tidak akan terlalu mampu menjaga sinar Ganjar. Apalagi, posisi Waketum biasanya dijabat oleh banyak tokoh dan elite partai alias bukan satu jabatan tunggal layaknya Ketua Umum.

Sementara Bagi Anies Baswedan nampaknya juga sama. Berlatar profesional selama menjadi menteri dan "diminta" menjadi capres oleh partai tanpa menjadi kader partai tersebut membuat Anies sangat sulit untuk bercita-cita menjadi ketum partai.

Pun sama dengan Ganjar, Anies bukanlah pengusaha politik yang bisa menukar jabatan ketum partai medioker dengan segepok uang.

Opsi lainnya, misalnya, membuat gerakan sosial politik yang bertujuan menguatkan kesadaran demokratis masyarakat.

Opsi ini sangat mungkin dilakukan. Berlatar capres tahun 2024, baik Ganjar maupun Anies bisa saja menginisiasi gerakan sosial politik nonpartai, namun persoalannya magnitud gerakan semacam itu tidak akan terlalu besar.

Gerakan Indonesia Mengajar ala Anies hanya mampu membawanya ke posisi menteri. Itupun setelah Anies memilih menjadi bagian tim sukses Jokowi di tahun 2014 lalu.

Jika Anies tak melibatkan diri secara aktif sebagai tim sukses, rasanya Anies tak akan dipilih menjadi menteri di dalam kabinet Jokowi.

Tepatnya pada 27 Oktober 2014, Anies dilantik sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

Surya Paloh bisa kembali ke ranah politik dengan daya tawar yang lumayan baik setelah hengkang dari Partai Golkar adalah karena gerakan ormas Nasional Demokrat yang didirikan pada 2010 berubah menjadi partai politik (Partai Nasdem).

Lalu Nasdem berhasil ikut menjual nama Jokowi yang membuatnya memenuhi Parliamentary Threshold dan mengukuhkan diri sebagai partai parlementer.

Jadi bisa saja Anies dan Ganjar menginisiasi gerakan masyarakat sipil yang gigantis, katakanlah karena didukung oleh jutaan pemilihnya, tapi jika itu hanya bergerak di ranah gerakan sosial dan gerakan masyarakat sipil, maka tidak akan berpotensi membesarkan modalitas politik keduanya untuk menyongsong pemilihan umum 2029 nanti.

Kegiatan pada gerakan semacam itu sangat terbatas dan waktunya tidak berkelanjutan. Ruang lingkup dan daya gedornya kurang signifikan.

Sorot media hanya bisa didapat di saat aktifitas masif tertentu di waktu tertentu pula. Itupun magnitud dan radiasi politiknya sangat terbatas.

Tentu tidak ada larangan untuk berkegiatan semacam itu. Bagaimana pun inisiasi gerakan sosial ataupun gerakan moral adalah bentuk kontribusi kepada bangsa dan negara juga, plus bentuk tindakan nyata seseorang dalam menjaga sinarnya di ruang publik.

Cuma persoalannya, untuk bertahan sebagai calon presiden di pemilihan tahun 2029 nanti, nampaknya sangat tidak memadai.

Lantas apa opsi terbaik bagi kedua anak bangsa yang masih termasuk muda dan masih haus mengabdi ini?

Menurut hemat saya, opsi terbaik adalah kembali ke jabatan publik, tapi bukan menjadi menteri alias bukan bagian dari pemerintah pusat yang dipimpin oleh Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka. Jabatan publik tersebut adalah Gubernur Jakarta.

Bagi Anies, nampaknya kansnya secara elektoral masih ada. Cuma masalahnya masih adakah partai politik yang bersedia mengusung Anies di Jakarta, dengan ruang rivalitas politik yang semakin luas baginya.

Dulu Anies maju di DKI Jakarta dengan dukungan penuh dari Partai Gerindra dan PKS. Namun saat ini, dukungan dari Partai Gerindra akan nihil dan rivalitas dengan trah Jokowi semakin meninggi pasca-Pilpres 2024.

Dukungan dari PKS boleh jadi tetap ada, tapi PKS akan berkoalisi dengan siapa? Kans terbesar adalah PDIP. Namun PDIP nampaknya masih sulit untuk memberikan dukungan kepada Anies, selama Ahok masih berada di dalam PDIP di satu sisi dan selama Jokowi belum dipecat secara resmi dari partai banteng moncong putih tersebut.

Mengharapkan Partai Nasdem rasanya cukup sulit. Nasdem akan sangat berpotensi menyelamatkan kepentingan politiknya di level nasional dengan memilih bergabung dengan pemenang, ketimbang berjuang di kancah Pilgub Jakarta yang akan mempersulit posisi Partai Nasdem di kancah Nasional.

Pun nampaknya Partai Nasdem sudah memiliki kandidat sendiri yang bisa diterima Istana, seperti Ahmad Sahroni, misalnya.

Begitu pula dengan PKB dan Cak Imin. Sejarah PKB adalah sejarah sebagai bagian dari penguasa. Besar kemungkinan PKB pun akan berlabuh di Istana, ketimbang tetap berkawan dengan Anies untuk merebut Jakarta Satu.

Karena langkah mendukung Anies di Jakarta tersebut akan berpotensi membuat PKB gagal masuk ke Istana, di mana Prabowo dan Jokowi sudah berada pada posisi alergi kepada Anies Baswedan.

Namun bagi Ganjar Pranowo, opsi ke Jakarta Satu sangat mungkin diambil. PDIP memiliki track record bagus sebagai partai oposisi selama sepuluh tahun masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Untuk membuat status oposisi PDIP semakin greget, merebut DKI Satu dari tangan penguasa Istana atau mengalahkan kandidat yang didukung Istana akan menjadi prestasi tersendiri.

Dan untuk mematangkan opsi tersebut agar lebih masuk akal secara elektoral, PDIP bisa memasangkan Ganjar Pranowo dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk maju merebut Jakarta Satu.

Pasangan Ganjar dan Ahok sangat berpeluang mengalahkan siapapun yang akan dimajukan oleh partai politik lain, baik oleh Partai Nasdem atau oleh Istana.

Di satu sisi, Ganjar sudah memiliki nama yang bagus di ruang publik nasional, terutama di pusat pusaran politik Jakarta.

Sementara di sisi lain, Ahok pun demikian. Ahok masih memiliki ceruk pemilih yang loyal di Jakarta. Jika keduanya digabung, potensinya untuk merebut Jakarta Satu cukup besar.

Selain itu, Ahok masih bisa diterima oleh Jokowi. Jadi Ahok bisa menjadi jembatan bagi Jokowi untuk tetap menjaga relasi baik dengan PDIP di satu sisi dan memberikan dukungan yang tertunda kepada Ganjar di sisi lain.

Jadi jika kandidat yang didukung Istana ternyata harus kalah, Jokowi dan Istana masih bisa menerimanya karena masih ada Ahok dan Ganjar di Jakarta, ketimbang harus menerima Anies.

Apalagi, raihan suara PDIP di tahun 2024 di Jakarta tidak memadai untuk mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.

Raihan 15 kursi DPRD memang tak cukup. PDIP memerlukan kawan koalisi untuk mendapatkan 7 kursi lagi. Partai tersisa hanya PKS. Itupun jika PKS bersedia mendukung Ahok.

Karena itu dibutuhkan sosok Ahok yang didukung oleh Jokowi, agar partai politik seperti PPP atau partai lainnya di barisan pemenang pemilu 2024 bisa menemani PDIP alias tidak takut mendukung Ganjar - Ahok untuk Jakarta Satu.

Kepercayaan Jokowi kepada Ahok akan menjadi kunci bagi PDIP dalam mendapatkan kawan berkoalisi, dengan asumsi PKS tidak sejalan dengan PDIP dan Ahok.

Nah, jika Ganjar bisa memenangkan posisi Jakarta satu, maka peluang Ganjar untuk bertahan sebagai capres potensial di tahun 2029 sangat besar.

Eksistensi Ganjar di ranah politik nasional akan terjaga selama lima tahun ke depan. Sorot media akan selalu didapat tanpa diminta.

Dan yang paling utama, Ganjar bisa mewujudkan ide-idenya di Jakarta, membuat Jakarta tetap sebagai pusat ekonomi dan bisnis setelah ibu kota pindah ke Kalimantan, sebelum dibawa ke ranah nasional.

Artinya, Ganjar akan meniti jalan layaknya Jokowi. Berpasangan dengan Ahok sebelum kembali ke ranah nasional. Lalu jika berhasil di laga 2025, Ganjar akan menitipkan Jakarta kepada Ahok layaknya Jokowi di tahun 2014.

Pun kesempatan terbaik bagi Ahok sebenarnya hanyalah sampai Jakarta satu. Karena untuk ke Istana, banyak kalkulasi politik yang harus dilakukan, baik oleh Ahok sendiri maupun oleh partai politik pendukung.

Namun secara teknis, Ganjar akan seperti Anies, yakni berperang dingin dengan Istana yang jaraknya tak jauh dari kantor Gubernur Jakarta. Menjaga harmoni dengan Istana, tapi tetap mampu berkreasi dengan berbagai kebijakan di level provinsi.

Ganjar bisa menjadi pioner berbagai inovasi kebijakan di Jakarta untuk membuat Istana atau Ibukota Negara Nusantara (IKN) tetap terlihat jauh tertinggal di belakang, tanpa harus berperang terbuka dengan punggawa Istana.

Dalam posisi itu, Ganjar semestinya bisa membuat Jakarta tetap bersinar layaknya kota New York di negeri Paman Sam, yang dikenal sebagai pusat bisnis dan keuangan, meskipun pusat pemerintahan berada di Washington DC.

Opsi ini adalah opsi yang paling masuk akal bagi Ganjar, jika memang ingin mempertahankan sinarnya selama lima tahun ke depan sebagai modal mumpuni untuk bertarung ulang dengan trah Jokowi di tahun 2029 nanti.

Artinya, opsi ini hanya berlaku jika Ganjar memang tetap ingin maju di tahun 2029. Jika tidak, tentu ceritanya akan lain lagi.

Memang tak mudah bagi Ganjar untuk bertempur di tahun 2029, mengingat cengkeraman kuasa Prabowo - Gibran sebagai incumbent dipastikan akan semakin kuat.

Namun dengan tetap menyala dan bersinar di Jakarta, tentunya Ganjar masih bisa terkoneksi secara langsung dengan masyarakat pemilih di seluruh Indonesia dan membangun kedekatan langsung dengan rakyat.

Karena cara terbaik dalam mengalahkan incumbent yang bergelimang kuasa adalah dengan cara membangun kedekatan sedekat-dekatnya dengan rakyat pemilih. Rakyat adalah pemegang mandat yang paling berhak menyingkirkan penguasa dari takhtanya.

Pun bagi PDIP, opsi menguasai Jakarta adalah jalan terbaik untuk menjadi oposisi yang bisa mengancam Jokowi-Prabowo-Gibran di Istana.

Apalagi, dengan waktu Pilkada serentak yang semakin mendekat, PDIP semestinya sudah mulai fokus pada penyiapan calon-calon kepala daerah, bersamaan dengan penyiapan Ganjar - Ahok di Jakarta.

Karena penguasaan kepala-kepala daerah akan sangat membantu PDIP dalam menguasai arena elektoral di tahun 2029 kelak.

https://nasional.kompas.com/read/2024/03/14/06143821/mengapa-ganjar-ahok-sebaiknya-merebut-jakarta-satu

Terkini Lainnya

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke