JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pelibatan anggota TNI dan Polri aktif buat mengisi jabatan sipil melalui rancangan Peraturan Pemerintah (PP) tentang tata kelola jabatan aparatur sipil negara (ASN) dianggap menjadi wujud kembalinya dwifungsi militer dan aparat penegak hukum dalam sektor politik.
"Di masa kini kebijakan PP ASN itu jelas mengembalikan dwifungsi dan itu jelas menyalahi prinsip dasar demokrasi," kata peneliti senior Imparsial Al Araf saat dihubungi pada Rabu (13/3/2024).
Menurut Al Araf, salah satu amanat Reformasi adalah mencabut peran TNI dan Polri dalam urusan politik, dan mengembalikan fungsi mereka menjadi militer dan aparat penegak hukum yang profesional.
Dengan rencana penyusunan PP itu maka menurut Al Araf menjadi bukti pemerintah bersikap bertolak belakang dengan semangat Reformasi.
"Seharusnya menempatkan fungsi TNI dan Polri dalam bidang pertahanan keamanan, dan bukan duduk dalam jabatan sipil," ucap Al Araf.
Sebelumnya diberitakan, rencana penyusunan PP tentang manajemen ASN disampaikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas.
"Aturan ini juga membahas jabatan ASN yang bisa diisi oleh prajurit TNI dan personel Polri, serta sebaliknya," ujar Anas dilansir siaran pers dari laman resmi Kemenpan RB, Selasa (12/3/2024).
Meski demikian, Anas menegaskan aturan tersebut nantinya bersifat resiprokal (timbal balik).
Kemudian juga akan mempertimbangkan seleksi secara ketat.
“Tentu aturan ini bersifat resiprokal dan akan diseleksi secara ketat, serta disesuaikan dengan kebutuhan instansi yang bersangkutan dengan mekanisme manajemen talenta," kata Anas.
"Kita akan mendapatkan talenta terbaik dari TNI/Polri dan mereka pun dapatkan ASN terbaik,” lanjutnya.
Anas menambahkan rancangan PP manajemen ASN berisi 22 bab yang terdiri dari 305 pasal. Rancangan PP itu ditargetkan bisa disahkan pada 30 April 2024.
https://nasional.kompas.com/read/2024/03/13/17003631/wacana-pelibatan-tni-polri-isi-jabatan-asn-dianggap-mengembalikan-dwifungsi