JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan belasan catatan dari hasil pengawasan pemungutan suara ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (10/3/2024).
Salah satu catatan mayor yang Bawaslu temukan berkaitan dengan munculnya gangguan keamanan dan ketertiban yang dipicu oleh tidak akuratnya daftar pemilih hasil pemutakhiran ulang oleh KPU dalam waktu singkat.
Masalah daftar pemilih ini jamak ditemukan pada metode pemungutan suara melalui kotak suara keliling (KSK) yang tersebar di 120 titik.
Hanya segelintir orang di dalam jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yang sosoknya hadir untuk menggunakan hak pilih.
Sementara itu, jauh lebih banyak orang-orang yang tidak terdaftar dalam DPT namun ingin menggunakan hak pilih karena memang bertempat tinggal di sana, dibuktikan dengan dokumen administrasi kependudukan.
Mereka akhirnya dikategorikan sebagai daftar pemilih khusus (DPK).
"DPT yang menggunakan hak pilih sesuai dengan lokasi KSK berada pada angka yang kecil dibandingkan dengan jumlah DPK. Kejadian ini hampir terjadi di seluruh KSK," kata anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty, yang melakukan supervisi langsung di Kuala Lumpur pada hari pemungutan suara ulang.
Dampaknya, hal ini menyebabkan membeludaknya volume antrean pemilih DPK.
Sebab, sesuai UU Pemilu, para pemilih DPK baru bisa menggunakan hak pilihnya 1 jam sebelum pemungutan suara usai.
Namun, kerumitan terjadi karena jumlah DPK yang sangat tinggi tidak memungkinkan untuk diakomodir hanya pada satu jam terakhir.
Hal ini pun menimbulkan kerawanan adanya pemilih yang mencoblos lebih dari satu kali sehingga pengawas meminta agar petugas ask memperhatikan jadi pemilih yang telah bertinta agar tidak diperbolehkan mencoblos lagi.
Situasi ini juga membuat di berbagai area KSK para pemilih tidak puas dengan pelayanan para petugas KPPS.
"Adanya gangguan keamanan akibat pemilih yang tidak masuk sebagai DPT KSK yang dimaksud membuat provokasi, protes, hingga melakukan intimidasi kepada KPPS KSK maupun pengawas KSK karena menuntut hak pilih tanpa harus menunggu," ungkap Lolly.
"Beberapa contoh lokasi KSK yang terjadi hal tersebut di antaranya KSK 020, 102, dan 103," ia menambahkan.
Akhirnya, untuk mengatasi keadaan, KPPS bersama pengawas dan aparat keamanan melakukan koordinasi untuk membuka layanan DPK lebih awal
guna mencegah terjadinya kerusuhan, sebut Lolly.
"Berdasarkan pengecekan pada cek DPT Online dan dokumen identitas calon pemilih, terdapat pemilih yang menggunakan hak pilihnya pada pemungutan suara (awal) di Kuala Lumpur, namun pada PSU tidak terdaftar sebagai DPT," kata Lolly.
Ia juga mengungkit insiden di KSK 039 yang dilaporkan terjadi intimidasi dari pemilih untuk mengarahkan pemilih lain memilih salah satu kandidat di area KSK hingga mengganggu keamanan.
"Terhadap kejadian di KSK 039, pengawas melakukan kajian dugaan pelanggaran pemilu," ucap Lolly.
Gangguan keamanan juga terjadi di wilayah konsentrasi 22 TPS di World Trade Center (WTC).
Lolly mengatakan, di sela-sela proses antrian di ruang holding di lantai 2, terdapat kegaduhan karena pemilih menyuarakan yel-yel untuk mendukung pilihan masing-masing.
"Pengawas pemilu melakukan upaya pencegahan terhadap gangguan keamanan dengan cara berkoordinasi dengan petugas keamanan setempat dan PAM Pemilu LN Mabes Polri agar tidak terjadi kegaduhan dan provokasi terhadap pemilih," ujar dia.
Di WTC, antrean pemilih juga sempat mengular panjang karena KPU mulanya hanya mempersiapkan satu orang petugas di ujung pintu antrean untuk melakukan pengecekan kesesuaian foto pada dokumen identitas dengan wajah pemilih.
Pada tahap ini, pemilih yang tidak membawa identitas tidak diperbolehkan memasuki ruang registrasi.
"Pengawas pemilu menyampaikan saran kepada KPU agar pengecekan dilakukan langsung di meja registrasi untuk mengefisienkan waktu. Petugas KPU menindaklanjutinya dengan melakukan perubahan mekanisme pengecekan identitas sehingga tidak terjadi penumpukan antrean," jelas Lolly.
https://nasional.kompas.com/read/2024/03/13/12090241/pemilu-ulang-di-kuala-lumpur-disebut-hampir-ricuh-karena-data-pemilih-masih