JAKARTA, KOMPAS.com - Penyerangan Mapolres Jayawijaya oleh anggota TNI pada Sabtu (2/3/2024) malam dianggap memperlihatkan persoalan serius soal sikap arogan di kalangan anggota militer.
"Penyerangan Mapolres Jayawijaya oleh TNI selain mempertontonkan perilaku buruk anggota TNI di depan masyarakat juga menunjukan ada persoalan yang serius terkait arogansi dan kultur aksi main hakim yang kerap dilakukan oleh oknum anggota TNI," kata Direktur Imparsial Gufron Mabruri saat dihubungi pada Jumat (8/3/2024).
Menurut Gufron, aksi kekerasan anggota TNI dan Polri tidak bisa dianggap enteng oleh para pimpinan karena sudah berulang.
"Tindakan tersebut apapun alasannya jelas salah dan tidak boleh dibiarkan, mengingat kejadian tersebut sudah sering terjadi," ujar Gufron.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 5 orang anggota TNI ditetapkan menjadi tersangka penyerangan Mapolres Jayawijaya.
"Ya mudah-mudahan tidak sampai ada korban jiwa apa segala macam lah. Tapi ini saya pikir anak-anak muda yang emosi sesaat lah," ujar Maruli saat ditemui di Markas Kopassus, Jakarta Timur, Kamis (7/3/2024).
Maruli mengatakan, kejadian bentrok seperti ini terus berulang, meski TNI selalu melakukan evaluasi.
Dia mengaku akan mengevaluasi perihal sistem komunikasi, sehingga tidak ada lagi kejadian salah paham seperti yang terjadi di insiden Polres Jayawijaya.
"Kita evaluasi juga bagaimana komandan di sana dengan Kapolres-nya. Sebetulnya mereka kan Forkopimda (forum komunikasi pimpinan daerah). Itu kalau batalion berarti Forkopimda plus. Mestinya mereka sudah berkomunikasi bagaimana cara menyatukan anggota. Nah sekarang anggotanya jadi salah paham, akhirnya terjadi seperti ini," ucap Maruli.
https://nasional.kompas.com/read/2024/03/08/19330561/penyerangan-mapolres-jayawijaya-dianggap-bentuk-arogansi-anggota-tni