JAKARTA, KOMPAS.com - Isu skenario pembentukan koalisi besar pada pemerintahan terpilih hasil pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan umum (Pemilu) mendatang dianggap tetap membutuhkan kekuatan oposisi yang juga sama kuat.
"Koalisi besar itu oke, tetapi saya mengatakan oposisi juga tidak terlalu jelek karena banyak pemerintahan justru berhasil karena oposisinya kuat," kata peneliti politik Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) Antonius Made Tony Supriatma, dalam program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Senin (4/3/2024).
Menurut Made, kekuatan yang setara antara eksekutif dan legislatif dalam praktik demokrasi lebih baik dan menyehatkan daripada salah satu mendominasi.
Sebab menurut dia, jika terjadi ketidakseimbangan pada eksekutif dan legislatif maka proses pengawasan tidak maksimal.
"Saya kira itu harus diseimbangkan. Saya lebih setuju kalau ada satu partai besar di luar dan satu partai besar dan giliran memerintah, giliran memimpin. Itu jauh lebih baik karena ada yang mengawasi," ucap Made.
Wacana skenario koalisi besar itu disampaikan oleh Ketua Institut Harkat Negeri Sudirman Said. Dia mengaku mendengar bahwa akan ada skenario agar seluruh partai berada di koalisi pemerintahan ke depan.
"Bahkan, sudah mulai ada bisik-bisik, sudah seluruh partai dimasukkan saja ke dalam satu koalisi besar, permanen, jangka panjang. Tinggal satu atau dua ditinggalkan di luar," kata Sudirman dalam acara diskusi bertema "Pemilu Terburuk dalam Sejarah Indonesia, Akankah Kita Terpuruk?" di Hotel Grandhika, Jakarta Selatan, Sabtu (2/3/2024) pekan lalu.
Sudirman mengatakan, itu benar-benar terwujud, Sudirman percaya Indonesia akan berada dalam kondisi tidak bisa diperbaiki lagi.
"Yang saya sebut tadi bisa masuk dalam kategori unfixable, tidak bisa diperbaiki," ujar Co-Captain tim pemenangan Anies-Muhaimin itu.
Menurut Sudirman, bagi para penguasa saat ini, gaya politik dinasti bisa menjadi berkah, karena memiliki keleluasaan untuk melanjutkan kekuasaan.
Namun, politik dinasti dan pelanggaran etika yang dibiarkan dinilai tidak akan bisa menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi Indonesia, khususnya terkait persoalan penegakan hukum.
"Karena PR (pekerjaan rumah) kita adalah soal gap (celah), soal keadilan sosial, soal penegakan hukum, maka hal-hal yang menjadi PR kita tidak akan bisa diselesaikan," kata Sudirman.
https://nasional.kompas.com/read/2024/03/05/06000071/oposisi-kuat-dianggap-lebih-baik-ketimbang-skenario-koalisi-besar