Hal ini disampaikan Resmen menanggapi putusan praperadilan yang menyatakan status tersangka Helmut Hermawan oleh Komisi Antirasuah itu tidak sah.
“Terkait dengan putusan atau amar yang disampaikan oleh Yang Mulia Hakim tadi jelas bahwa apa yang dilakukan oleh teman-teman penyidik (KPK) bahwa alat bukti yang digunakan untuk menetapkan klien kami sebagai tersangka itu belum sah menjadi alat bukti,” kata Resmen di PN Jakarta Selatan, Selasa (27/2/2024).
Selain terkait alat bukti, kata Resmen, tindakan lembaga antikorupsi yang menetapkan Hermut Hermawan sebagai tersangka sebelum ditemukan bukti yang cukup juga diklaim bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Di sisi lain, ia pun mengapresiasi langkah hakim yang dianggap adil dalam memeriksa seluruh bukti dan mempertimbangkan keterangan ahli yang dihadirkan di muka persidangan.
“Kami mengucapkan terima kasih bahwa masih adanya keadilan di Republik Indonesia ini,” tutur Resmen.
Hakim Tunggal Jakarta Selatan Tumpanuli Marbun menyatakan penetapan tersangka Helmut Hermawan oleh KPK tidak sah setelah mempertimbangkan bukti-bukti yang disampaikan dalam gugatan praperadilan melawan penetapan tersangka oleh Komisi Antirasuah.
Menurut Hakim, tindakan KPK menetapkan Helmut sebagai tersangka saat baru mengeluarkan surat perintah Penyidikan (Sprindik) nomor Sprin.Dik/146/DIK.00/01/11/2023 Tanggal 24 November 2023 bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang KPK itu sendiri.
“Karena penetapan tersangka adalah produk atau hasil dari proses penyidikan sedangkan terbitnya sprindik sebagai awal lahirnya wewanang penyidik untuk melakukan penyidikan,” kata Hakim Tumpanuli Marbun.
“Jadi terbitnya sprindik sekaligus penetapan tersangka tersebut di samping tidak sah karena bertentangan dengan hukum acara pidana perbuatan tersebut berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang,” kata Hakim.
Adapun gugatan dengan nomor perkara 19/Pid. Prap/2024/PN.JKT.SEL dilayangkan lantaran Helmut tidak terima ditetapkan KPK sebagai tersangka suap terhadap mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.
Hakim berpandangan, KPK belum memiliki setidaknya dua alat bukti yang salah dalam menetapkan Helmut Hermawan sebagai tersangka. Terlebih Komisi Antirasuah ini menjadikan Helmut sebagai tersangka dilanjutkan dengan pencarian alat bukti.
“Menyatakan penetapan tersangka atas diri pemohon oleh termohon sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai hukum mengikat,” kata Hakim.
Kubu Helmut menyatakan, setidaknya ada tiga alasan permohonan praperadilan ini diajukan ke PN Jakarta Selatan. Pertama, KPK disebut menetapkan Hemut Hermawan sebagai tersangka tidak melalui proses penyidikan.
“Kenyataannya, pemohon telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka baru kemudian termohon mencari bukti-bukti dan melakukan penyitaan yang berhubungan dengan pemohon,” papar Kuasa Hukum Hermawan Resmen Kadapi dalam gugatannya.
Kedua, Helmut disebut tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka sebagaimana ketentuan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014. Selain itu, KPK disebut tidak memiliki dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Direktur PT CLM itu sebagai tersangka.
Menurut Resmen, jika KPK memiliki bukti, seharusnya penyidik dapat menunjukan adanya suap dari Helmut kepada Eddy Hiariej sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Baik itu bukti pemberian uang dari untuk kepentingan Helmut di Kemenkumham yang menjadi tugas dan kewenangan seorang Wakil Menteri maupun bukti meeting of main atau kesepakatan penyerahan uang untuk kepentingan hukum di Kemenkumham yang menjadi tugas dan tanggung jawab serta kewenangan Eddy Hiariej.
“Kami meyakini secara hukum dua bukti yang cukup sebagaimana ketentuan Pasal 184 KUHAP yang membuktikan pemohon melakukan suap kepada Prof.Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum., sebagai wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak pernah ada,” kata Resmen.
Diketahui, KPK telah menetapkan Eddy Hiariej dan Helmut sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi di lingkungan Kemenkumham pada 7 Desember 2023 lalu.
Tak terima menjadi tersangka, eks Wamenkumham itu lantas mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK ke PN Jakarta Selatan.
Walhasil, status tersangka Guru Besar Hukum Pidana UGM itu telah gugur setelah menang praperadilan di PN Jakarta Selatan pada 30 Januari 2024.
https://nasional.kompas.com/read/2024/02/27/20011781/hakim-kabulkan-praperadilan-pengacara-helmut-masih-ada-keadilan-di-indonesia