Menurut Todung, proses pemakzulan terpisah dengan hak angket yang akan berjalan sendiri.
Todung mengatakan, hal tersebut juga merupakan komitmen PDI-P sebagai partai politik pengusung pasangan calon nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, yakni hak angket bukan untuk memakzulkan presiden tetapi membongkar kecurangan dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024.
"Proses pemakzulan itu terpisah dengan angket yang jalan sendiri, tetapi jika bahan hasil angket menjadi bahan untuk pemakzulan itu persoalan lain. Sekarang ini, hak angket tidak ada hubungannya dengan pemakzulan,” kata Todung dalam keterangannya, Senin (26/2/2024).
Dia juga menegaskan bahwa penekanan dari hak angket adalah mengungkap dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) pada masa sebelum pencoblosan, saat pencoblosan, dan setelah pencoblosan.
Sementara itu, dari sisi hukum, proses pemakzulan presiden terpisah dari hak angket yang akan digulirkan di DPR RI.
“Hak angket bukan untuk pemakzulan. Ibu Megawati juga tidak ingin pemerintahan goyah sampai 20 Oktober 2024, dan Ibu Megawati tidak memerintahkan para menteri dari PDI Perjuangan untuk mundur,” tegas Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud ini.
Todung menyebutkan, dugaan kecurangan Pemilu 2024 terjadi sejak masa pra pencoblosan hingga setelah pencoblosan.
Pada masa pra pencoblosan, intervensi membuat kekuasaan tidak netral. Hal ini, menurut Todung, bisa dilihat di media massa dan media sosial.
Kemudian, politisasi bantuan sosial (bansos) begitu masif, padahal sebelumnya tidak pernah terjadi seperti pada Pemilu 2024.
Dia juga menyoroti nilai bansos yang dibagikan bukan dalam jumlah kecil, yakni Rp 496,8 triliun.
Mengutip para ahli psikologi politik, Todung menegaskan bahwa ada korelasi antara perilaku pemilih dengan politisasi bansos.
Wacana itu pertama kali diusulkan oleh kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Ganjar mendorong dua partai politik pengusungnya pada Pilpres 2024, PDI-P dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menggunakan hak angket di DPR.
Menurutnya, DPR tidak boleh diam terhadap dugaan kecurangan pemilu yang sudah terang-terangan.
"Dalam hal ini, DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggung jawaban KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) selaku penyelenggara Pemilu," kata Ganjar dalam keterangannya pada 19 Februari 2024.
https://nasional.kompas.com/read/2024/02/26/16511501/todung-mulya-lubis-hak-angket-tidak-ada-hubungannya-dengan-pemakzulan