JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana penggunaan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mencuat baru-baru ini. Ada pihak yang mengusulkan supaya DPR menggunakan hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Hak angket sendiri merupakan salah satu dari tiga hak istimewa yang dimiliki oleh DPR. Lantas, apa yang dimaksud hak angket? Apa pula hak istimewa DPR lainnya?
Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 20A ayat (2) menyebutkan bahwa dalam melaksanakan fungsinya, DPR memiliki tiga hak yang terdiri dari:
Perihal tiga hak istimewa DPR tersebut diatur lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Berikut ini penjabarannya.
Hak angket
Menurut Pasal 79 ayat (3) UU MD3, hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Syarat penggunaan hak angket diatur Pasal 199 UU MD3 sebagai berikut:
Apabila usul penggunaan hak angket diterima, DPR membentuk panitia khusus yang dinamakan panitia angket, yang keanggotaannya terdiri atas semua unsur fraksi DPR. Namun, jika DPR menolak penggunaan hak angket, usul tersebut tidak dapat diajukan kembali.
Dalam melaksanakan hak angket, panitia khusus berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan.
Hak interpelasi
Hak interpelasi diatur dalam Pasal 79 ayat (2) UU MD. Menurut ketentuan tersebut, hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pasal 194 UU MD3 mengatur mengenai syarat penggunaan hak interpelasi, yakni:
Syarat menggunakan hak menyatakan pendapat diatur dalam Pasal 210 UU MD3, yaitu:
Apabila usul penggunaan hak menyatakan pendapat diterima, DPR membentuk panitia khusus yang dinamakan panitia angket, yang keanggotaannya terdiri atas semua unsur fraksi DPR. Namun, jika DPR menolak, usul tersebut tidak dapat diajukan kembali.
Usul hak angket kecurangan pemilu
Adapun wacana penggunaan hak angket DPR untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024 baru-baru ini diungkap oleh kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Ganjar mendorong dua partai politik pengusungnya, PDI Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menggunakan hak angket. Sebab, menurutnya, DPR tidak boleh diam terhadap dugaan kecurangan yang menurutnya sudah terang-terangan.
"Dalam hal ini, DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggung jawaban KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) selaku penyelenggara Pemilu," kata Ganjar dalam keterangannya, Senin (19/2/2024).
Gayung bersambut, calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menyatakan partai politik pengusungnya juga siap untuk menggulirkan hak angket. Tiga parpol pengusung Anies-Muhaimin adalah Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
“Kami ketemu dan membahas langkah-langkah dan kami solid karena itu saya sampaikan, ketika insiatif hak angket itu dilakukan maka tiga partai ini siap ikut," ujarnya saat ditemui di Kantor THN Anies-Muhaimin Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (20/2/2024).
Namun, hingga saat ini, belum dilakukan mekanisme resmi mengenai penggunaan hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu di DPR.
https://nasional.kompas.com/read/2024/02/23/17150171/wacana-hak-angket-kecurangan-pilpres-ini-bedanya-dengan-hak-interpelasi-dan