Menurut dia, pandangan itu justru menyakiti hati para rektor yang menyatakan kritik.
Ganjar yakin, gerakan sivitas akademika itu berasal dari hati nurani guna menyuarakan kebenaran.
"Enggak mungkinlah, orang tua dikatakan, 'Anda berpihak, ini karena elektoral'. (Itu) menyakitkan buat mereka," kata Ganjar ditemui di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu (7/2/2024).
Ganjar menegaskan, tidak mungkin rektor bergerak hanya untuk menaikkan elektoral pasangan tertentu pada Pilpres 2024.
Sebab, rektor-rektor itu cenderung tidak memiliki tujuan selain menyelamatkan bangsa dari kehancuran demokrasi.
"Karena para profesor yang sudah sepuh, menyampaikan, 'Aku mau cari apa lagi? Kalau soal ini," kata mantan Gubernur Jawa Tengah ini.
Politikus PDI-P ini berterus terang, melihat situasi menjelang Pemilu 2024, demokrasi seakan sudah berada di ujung jurang.
Kondisi yang sama, menurutnya, juga dirasakan oleh para sivitas akademika. Maka, tambah Ganjar, wajar mereka menyuarakan keresahannya melihat situasi demokrasi saat ini.
"Ingat, kampus itu punya kebebasan mimbar akademik. Maka, kalau mereka menyuarakan, itu pasti nuraninya," ujar Ganjar.
Sebelumnya, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menilai, kritik itu sebagai vitamin untuk melakukan perbaikan.
"Dalam negara demokrasi, kebebasan untuk menyampaikan pendapat, seruan, petisi, maupun kritik harus dihormati. Kemarin, Bapak Presiden juga telah menegaskan freedom of speech adalah hak demokrasi," ujar Ari, diberitakan Kompas.com (2/2/2024).
"Kritik adalah vitamin untuk terus melakukan perbaikan pada kualitas demokrasi di negara kita," ucap dia.
"Akhir-akhir ini, terlihat ada upaya yang sengaja mengorkestrasi narasi politik tertentu untuk kepentingan elektoral. Strategi politik partisan seperti itu juga sah-sah saja dalam ruang kontestasi politik," ujar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2024/02/07/16052231/kritik-akademisi-ke-jokowi-dicurigai-strategi-elektoral-ganjar-menyakitkan