Nawawi enggan mengaitkan persoalan tersebut dengan situasi politik terkini seperti keberadaan sejumlah pejabat publik yang terlibat dalam kontestasi Pemilu 2024.
Ia hanya mengatakan bahwa konflik kepentingan perlu diatur dalam produk hukum berbentuk undang-undang (UU).
Cara lainnya adalah dengan menyempurnakan UU Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) atau dalam UU KPK sebagai bentuk pencegahan korupsi.
“Conflict of interest (benturan kepentingan) bukan lagi sekedar embrio korupsi melainkan wujud nyata perilaku korupsi itu sendiri,” kata Nawawi kepada Kompas.com, Kamis (25/1/2024).
Mantan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu mengatakan, benturan kepentingan termasuk dalam salah satu isu dalam hambatan pemberantasan korupsi yang disorot KPK.
Isu tersebut juga telah dipaparkan kepada ketiga kandidat calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) dalam program Penguatan Perilaku Antikorupsi untuk Penyelenggara Negara (Paku Integritas).
“Pada sejumlah negara maju, soal konflik kepentingan ini memiliki pengaturan yang ketat,” tutur Nawawi.
Saat ini, KPK sedang bekerjasama dengan Mahkamah Agung guna membentuk kelompok kerja.
Program ini didukung Overseas Prosecutorial Development Assistance and Training (OPDAT).
“Untuk menyusun aturan tentang Konflik Kepentingan di lingkungan Mahkamah Agung RI,” kata Nawawi.
Beberapa pejabat aktif terlibat langsung dalam kontestasi itu dengan menjadi calon presiden maupun calon wakil presiden.
Beberapa menteri di Kabinet Indonesia Maju juga terang-terangan mendukung pasangan capres-cawapres tertentu.
https://nasional.kompas.com/read/2024/01/25/16132281/ketua-kpk-sebut-konflik-kepentingan-bentuk-nyata-perilaku-korupsi