Hal itu disampaikan Prasetyo saat dicecar jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus pengadaan lahan di Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, yang dikerjakan oleh Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ).
Dalam keterangannya, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu mengungkapkan, terjadi penolakan atas program dengan nilai yang hampir mencapai Rp 1 triliun tersebut.
“Jadi motivasi kenapa digolkan penambahan modal ke PPSJ itu apa? Kalau analisis ekonomi tidak memungkinkan, kok pada akhirnya disetujui apa dasarnya?” cecar jaksa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (22/1/2024).
Menjawab pertanyaan itu, Prasetyo menjelaskan bahwa persetujuan DPRD terhadap program DP Rp 0 dilakukan dengan catatan.
Namun, politikus PDI-P itu tidak ingat apa catatan terhadap program tersebut.
Namun demikian, pesetujuan DPRD hanya menghargai program yang digagas Gubernur DKI periode 2017-2023 itu.
“Menurut saya, saat itu saya menghargai terobosan daripada Pak Anies dan Pak Sandi, tapi dengan catatan,” kata Prasetyo.
Di sisi lain, Ketua DPRD DKI Jakarta ini menilai, pro dan kontra program Gubernur DKI Jakarta merupakan sesuatu yang lazim terjadi antara eksekutif dan legislatif.
Prasetyo mengatakan, dinamika program rumah DP Rp 0 sama dengan pro dan kontra program yang digagas gubernur sebelumnya.
Ia lantas menyinggung program Gubernur Joko Widodo dan Fauzi Bowo atau yang karib disapa Foke ketika menjabat menjadi orang nomor satu di Ibu Kota.
Menurut dia, setiap program Gubernur DKI selalu ada pro-kontra dalam pembahasan di DPRD DKI Jakarta.
“Pak Foke, Pak Jokowi jadi gubernur punya satu terobosan, namanya Kartu Jakarta Pintar, Jakarta sehat. Nah, ada juga pro dan kontra pembahasan menolak itu, tapi kami tetap berjalan akhirnya KJP, KJS diterima masyarakat,” kata Prasetyo.
“Begitu pun juga ini kan Pak Anies mengajukan satu program yang mana mungkin itu meneruskan dari pemerintah sebelumnya,” ucap dia.
Dalam kesempatan ini, Prasetyo menilai program DP Rp 0 yang digagas Anies dan Sandi tidak rasional.
Politikus PDI-P itu mengatakan, fraksinya di DPRD tidak setuju dengan penyertaan modal untuk program Gubernur DKI Jakarta tersebut.
“Buat fraksi kami, PDI Perjuangan kok pada saat itu tidak rasional rumah DP Rp 0. Dasarnya dari mana dasarnya apa?” tutur Prasetyo.
Menurut Prasetyo, program yang digagas Gubernur DKI Jakarta saat itu tidak jauh berbeda dari program rumah susun yang dilakukan pemimpin DKI sebelumnya. Hanya saja, program DP Rp 0 tersebut dinilai tidak rasional untuk warga Jakarta.
“Sebetulnya untuk rumah susun berhasil rumah DP Rp 0 tidak berhasil?” kata jaksa KPK.
“Kalau DP Rp 0 itu kan harus ada turunannya, berapa gaji kamu? Berapa kemampuan kamu? Semuanya kan harus rasional,” kata politikus PDI-P itu.
“Yang saya lihat sih enggak, Pak, enggak terjadi sampai sekarang,” kata Prasetyo.
“Padahal, sudah dikucurkan Rp 900 miliar? Itu uangnya setahu saksi ke mana?” cecar jaksa melanjutkan.
“Saya enggak ngerti, Pak,” kata Ketua DPRD DKI Jakarta itu.
Dalam kasus ini, jaksa KPK mendakwa Yoory Corneles Pinontoan bersama dengan Rudy Hartono dan Tommy Adrian telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 256 miliar terkait pengadaan lahan di Kelurahan Pulo Gebang.
Kerugian ratusan miliar rupiah yang dilakukan oleh Perumda Sarana Jaya tahun untuk proyek pengadaan lahan 2018-2019 itu diketahui dari laporan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Nomor: PE.03.03/SR/SP-85/D5/02/2023 tanggal 30 Januari 2023.
https://nasional.kompas.com/read/2024/01/22/16110431/dicecar-soal-alasan-setujui-program-rumah-dp-rp-0-prasetyo-untuk-hargai