Salin Artikel

Pengacara Tuding KPK Tak Cukup Bukti Tetapkan Terduga Penyuap Eks Wamenkumham Tersangka

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim kuasa hukum Direktur PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hernawan menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak memiliki alat bukti yang cukup untuk menetapkan klien mereka sebagai tersangka.

Helmut disangka menyuap eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej untuk membantunya menghadapi masalah administrasi hukum umum (AHU) dan pidana di Bareskrim, Mabes Polri.

Kuasa hukum Helmut, Resmen Kadapi menduga dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka KPK tidak mengikuti prosedur hukum acara pidana.

“Dalam menetapkan klien kami sebagai tersangka tidak didasari oleh dua alat bukti yang cukup sebagaimana ketentuan Pasal 183 KUHAP,” ujar Resmen dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/1/2024).

Menurut Resmen, dua dugaan itu menjadi dasar bagi tim kuasa hukum untuk mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka Helmut ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

Selain itu, tim kuasa hukum juga menilai KPK keliru karena menyangka Helmut dengan Pasal Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b dan Pasal 13 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi terkait penyuapan.

Sebab, kata Resmen, Helmut merupakan korban dari pihak yang mencari keadilan dan perlindungan hukum yang dihadapi di Bareskrim Polri.

Saat itu, Helmut mencari bantuan ahli pidana yang bisa memberikan pendapat hukum dalam kasus yang dihadapi. Pengacara Helmut kemudian mengenalkannya dengan Eddy Hiariej yang diketahui sebagai Guru Besar Ilmu Pidana

Resmen mengklaim, Helmut baru mengetahui bahwa Eddy menjabat sebagai Wamenkumham setelah menemui Eddy Hiariej.

Menurut Resmen, Eddy membantu Helmut dengan mengenalkan pengacara bernama Yosi. Pengacara ini belakangan diketahui merupakan mantan mahasiswa Eddy.

“Melalui Yosi inilah, klien kami membuat kuasa untuk mengurus semua persoalan yang dihadapi di Bareskrim. Ada sejumlah dana yang telah ditransfer klien kami sebagai dana untuk operasional lawyer dan lawyer fee,” kata Resmen.

Lebih lanjut, Resmen menklaim, tidak ada perbuatan pidana dalam proses Helmut mencari dan menggunakan bantuan hukum.

Jikapun ada pemberian kepada pihak Eddy, menurut Resmen tidak dikategorikan sebagai suap.

“Kami berpendapat itu adalah gratifikasi bukan penyuapan. Toh, sampai saat ini perkara yang di Bareskrim tidak di-SP3-kan," ujar Resmen.

Adapun gugatan praperadilan Helmut di PN Jaksel telah teregister dengan Nomor Perkara 4/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL.

Helmut diduga memberikan suap dan gratifikasi RP 8 miliar kepada Eddy Hiariej dan dua anak buahnya.

Mereka adalah asisten pribadi Eddy, Yogi Arie Rukmana dan mantna mahasiswa Eddy yang kini menjadi pengacara, Yosi Andika Mulyadi.

Sebagaimana Helmut, Eddy, Yogi, dan Yosi juga sempat mengajukan praperadilan ke PN Jaksel dalam satu berkas perkara.

Namun, di tengah ketika persidangan bergulir mereka mencabut gugatan itu. Beberapa waktu kemudian Eddy Hiariej mengajukan praperadilan untuk dirinya sendiri.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut, sebagian uang diserahkan Helmut kepada Eddy sebagai biaya fee jasa konsultasi hukum terkait administrasi hukum umum (AHU).

Adapun Helmut tengah menghadapi sengketa di internal perusahaan.

"Besaran fee yang disepakati untuk diberikan Helmut Hermawan pada Eddy sejumlah sekitar Rp 4 miliar," kata Alex dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (7/12/2023).

Lalu, Rp 1 miliar lagi untuk keperluan pribadi Eddy, dan Rp 3 miliar lain setelah Eddy menjanjikan bisa menghentikan kasus hukum yang membelit Helmut di Bareskrim Polri.

https://nasional.kompas.com/read/2024/01/11/09592101/pengacara-tuding-kpk-tak-cukup-bukti-tetapkan-terduga-penyuap-eks

Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Nasional
Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke