JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango diperkirakan akan kesulitan menjalankan tugas dan menghadapi budaya kepemimpinan lembaga antikorupsi itu yang semakin diragukan banyak pihak.
Mantan komisioner KPK Busyro Muqoddas mengatakan, dia sudah mengenal lama sosok Nawawi yang berkiprah sebagai hakim. Rekam jejak Nawawi sebagai hakim juga dikenal baik dan lurus.
"Track record-nya bagus, tapi apalah artinya Pak Nawawi ketika mereka dilingkari oleh 4 pimpinan yang secara kolektif itu menghasilkan produk KPK seperti yang selama ini," kata Busyro melalui webinar dalam diskusi Senja Kala Penguatan KPK yang diselenggarakan Transparency International Indonesia (TII) di Jakarta, Senin (4/12/2023).
Menurut Busyro, justru langkah Nawawi diperkirakan akan berat usai dilantik menggantikan Firli Bahuri yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerasan oleh Polda Metro Jaya.
Sebab Nawawi mesti memulihkan citra KPK yang amburadul akibat kasus yang membelit koleganya.
"Makanya justru beban berat bagi Pak Nawawi untuk menghadapi kultur pimpinan yang secara kolektif seperti itu," ucap Busyro.
Busyro juga menyinggung soal testimoni mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang mengaku pernah dimarahi dan diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) buat menghentikan penyidikan terpidana korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), Setya Novanto.
Dia mengatakan, pengakuan Agus adalah langkah yang baik buat memberi pemahaman kepada masyarakat ada intrik-intrik dan intervensi penguasa dalam kerja-kerja KPK.
"Itu juga sesungguhnya menjadi sinyal bahwa intervensi istana negara itu kuat. Sekarang masalahnya kekuatan intervensi apa masih berpengaruh? Saya yakin masih berpengaruh. Kembali lagi sumber masalahnya itu Presiden Jokowi," ucap Busyro yang juga menjabat Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM) dan Hikmah.
Selain itu, mantan Ketua KPK Agus Rahardjo pekan lalu juga membuat testimoni terkait proses penanganan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Agus dalam program Rosi di Kompas TV mengatakan, Presiden Jokowi sempat memanggilnya ke Istana Kepresidenan. Saat itu, kata Agus, Jokowi murka serta memintanya untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya Novanto yang ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juli 2017.
Pada saat itu Setya Novanto merupakan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sekaligus politikus Partai Golkar yang merupakan partai koalisi pendukung pemerintah.
Akan tetapi, Agus saat itu mengatakan, KPK tidak bisa menghentikan penyidikan karena tidak mempunyai kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Agus mengatakan, setelah itu hubungan KPK dan Presiden Jokowi renggang. Dia menduga hal itu menjadi salah satu pemicu dilakukannya revisi UU KPK.
Meski begitu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno membantah pernah terjadi pertemuan antara Jokowi dan Agus membahas persoalan Novanto.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana juga membantah Presiden Jokowi melakukan intervensi dalam kasus Novanto. Sebab kasus Novanto tetap berjalan dan divonis 15 tahun penjara terkait kasus korupsi e-KTP.
https://nasional.kompas.com/read/2023/12/04/21281061/langkah-nawawi-gantikan-firli-pimpin-kpk-diprediksi-cukup-berat