JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga terdakwa kasus manipulasi Tunjangan Kinerja (tukin) pada Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) disebut pernah memberikan hampers atau bingkisan kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ketiganya adalah Bendahara Pengeluaran, Christa Handayani Pangaribowo; pejabat pembuat komitmen (PPK), Novian Hari Subagio; dan staf PPK, Lernhard Febian Sirait.
Hal ini terungkap ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Kepala Bagian (Kabag) Keuangan Ditjen Minerba ESDM Nurhasanah yang dihadirkan sebagai saksi untuk 10 terdakwa dalam kasus ini.
Awalnya, Jaksa menggali pengetahuan Nurhasanah perihal adanya menipulasi tukin di ESDM sebagaimana yang pernah disampaikan kepada penyidik ketika diperiksa di KPK.
"Bahwa di dalam BAP saksi di nomor 10, pernah ada pertanyaan dari penyidik (KPK), apa yang saudari ketahui tentang manipulasi pembayaran belanja pegawai di lingkungan Kementerian ESDM selama tahun anggaran 2020-2022," kata Jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (30/11/2023).
"Di sini saudara menjawab bahwa terkait dengan manipulasi pembayaran belanja pegawai di lingkungan Kementerian ESDM (terjadi) selama tahun anggaran 2020-2022," ucapnya melanjutkan BAP Hasanah.
Dalam BAP tersebut, Hasanah mengaku mendapatkan informasi soal adanya dugaan manipulasi tukin selama dua tahun itu dari pegawai Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara, Maricha Ulfa Utami.
Data yang diperoleh Maricha, kata Nurhasanah, berasal dari aplikasi Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) yang memperlihatkan adanya manipulasi tunjangan atas nama 10 orang yang kini jadi terdakwa.
Mendengar hal tersebut, Nurhasanah melaporkan pada Kabag Kepegawaian Umum Yeni Dwi Suharyani. Yeni lantas memberi saran untuk melapor kepada Sekretaris Direktur Jenderal (Sesdirjen) Minerba Imam Christian Sinulingga.
Dalam perjalanannya, Imam meminta Nurhasanah dan Yeni menghadirkan kesepuluh pegawai yang menerima tukin manipulasi itu. Singkatnya, satu per satu dari 10 orang itu mulai dipanggil, namun mereka enggan mengakui di hadapan Iman Sinulingga.
Berdasarkan pengakuannya, Nurhasanah menyebut dirinya berusaha berkomunikasi secara pribadi. Hal ini perama kali dilakukan kepasa Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi Maria Febri Valentine.
Maria pun mengaku dan memperlihatkan data internet banking-nya terkait besaran penerimaan tukin tersebut. Dua hari berselang, Nurhasanah memanggil Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo.
"Christa mengaku adanya manipulasi besaran tukin yang diterima. Saudari Christa menyampaikan bahwa sebagian diberikan kepada auditor BPK," ungkap Jaksa KPK mengonfirmasi BAP Nurhasanah.
"Iya, betul, saudari Christa menginformasikan bahwa ada sebagian uang yang didapat itu diberikan kepada BPK berupa hampers dan jam tangan," terang Nurhasanah.
Mendengar itu, Jaksa lantas mencecar Nurhasanah nominal pemberian para pegawai ESDM kepada oknum BPK. Namun, Nurhasanah tidak menindaklanjutinya lebih jauh.
"Kenapa ini Anda tidak mengejar, Yeni tidak mengejar, Pak Imam juga tidak mengejar? Apakah pemberian-pemberian kepada auditor BPK sudah menjadi hal biasa di Kementerian ESDM?" tanya jaksa.
"Tidak," kata Nurhasanah.
"Uangnya sebagian diberikan kepada auditor BPK, berarti uang manipulasi ini diberikan kepada auditor BPK?" cecar jaksa.
"Iya," jawab Nurhasanah.
Dalam BAP tersebut, Nurhasanah juga menerangkan bahwa Christa memang tidak menyebut nominal uang yang diberikan pada auditor BPK. Namun, hampers yang diberikan dinilai barang yang mahal.
"Kalau nominalnya tidak ada. Berupa hampers dengan jam tangan gitu, jam tangannya juga bukan jam tangan yang murah-murah begitu Pak. Itu uang dari mananya saya tidak tanya detail apakah itu uang kumpulan atau tidak," jawab Nurhasan.
Tidak berhenti sampai di situ, jaksa KPK pun menggali adanya pemberian lain pada auditor BPK selain dari terdakwa Christa. Terutama terkait dengan belanja gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil (PNS) di Kementerian ESDM.
“Kemudian, terhadap pemberian-pemberian ke BPK selain yang diakui oleh Christa tadi, setahu Saudara ada enggak pengondisian lain yang dilakukan oleh anggota-anggota saudara yang bertugas di dalam menyiapkan, membuat pengajuan terkait mata anggaran ini?" tanya jaksa lagi.
"Ada, Pak. Jadi, saya juga diinformasikan oleh saudara Lernhard (Lernhard Febrian Sirait) dan saudara Novian (Novian Hari Subagio) bahwa ada pemberian-pemberian lain kepada BPK selain yang disebutkan oleh Christa," ungkap Nurhasanah.
Dalam kasus ini, 10 pegawai ESDM didea telah melakukan korupsi uang tunjangan kinerja sebesar Rp 27,6 miliar. Ke-10 orang terdakwa itu adalah Subbagian Perbendaharaan, Priyo Andi Gularso; pejabat pembuat komitmen (PPK), Novian Hari Subagio; dan staf PPK, Lernhard Febian Sirait.
Kemudian, Bendahara Pengeluaran bernama Abdullah; Bendahara Pengeluaran, Christa Handayani Pangaribowo; dan PPK Haryat Prasetyo.
Selanjutnya, Operator SPM, Beni Arianto; Penguji Tagihan, Hendi; PPABP, Rokhmat Annasikhah; serta Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi, Maria Febri Valentine.
https://nasional.kompas.com/read/2023/11/30/18160821/saksi-sebut-3-terdakwa-kasus-tukin-esdm-beri-hampers-ke-auditor-bpk