Adapun kelima tersangka tersebut yakni Direktur CV Bajasari (BS) Nono Mulyatno; pemilik PT Fajar Pasir Lestari (FPL) Abdul Nanang Ramis; dan staf PT FPL yang juga menantu dari Abdul Nanang Ramis, Hendra Sugiarto.
Lalu, Kepala Satuan Kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kalimantan Timur Rahmat Fadjar dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada pelaksanaan jalan nasional wilayah I Kalimantan Timur, Riado Sinaga.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, dugaan suap itu terkait proyek pembangunan jalan di Kalimantan Timur.
Johanis juga memastikan kelima tersangka ditahan untuk kebutuhan proses penyidikan.
"Penyidik melakukan penahanan pada tersangka untuk 20 hari ke pertama terhitung mulai tanggal 24 November 2023 sampai dengan 13 Desember 2023," ucap Johanis dalam Konferensi Pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (25/11/2023).
Lebih lanjut, Johanis menuturkan, kasus ini diproses usai KPK menerima laporan dari masyarakat mengenai dugaan tindak pidana korupsi.
KPK kemudian melakukan telaah dan berlanjut ke tahap penyelidikan. Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, perkara itu dinaikkan ke tahap penyidikan.
"KPK lalu meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka," kata Johanis.
Johanis megatakan, BBPJN Kalimantan Timur merupakan unit pelaksana teknis (UPT) dari Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Unit tersebut bertanggung jawab atas penyelenggaraan jalan nasional di Provinsi Kalimantan Timur.
Lingkup kerja BBPJN Kaltim meliputi Kabupaten Paser dan Kabupaten Penajam Paser Utara.
Konstruksi perkara
Johanis mengungkapkan, pada 2023, terdapat program pembangunan jalan nasional di wilayah I Provinsi Kaltim. Anggaran proyek bersumber dari APBN.
Adapun, pengadaan jalan nasional wilayah I Provinsi Kaltim di antaranya peningkatan jalan Simpang Batu-Laburan dengan nilai Rp 49,7 miliar, dan preservasi jalan Kerang-Lolo-Kuaro dengan nilai Rp 1,1 miliar.
Dalam dua proyek itu, Riado Sinaga ditunjuk sebagai PPK. Sementara Rahmat Fadjar saat proyek itu dilakukan menjabat Kepala Satuan Kerja BBPJN Kalimantan Timur tipe B.
Johanis menjelaskan, tersangka Nono Mulyanto, Abdul Nanang Ramis, dan Hendra Sugiarto bersekongkol dengan Riado agar perusahaannya bisa memenangkan proyek tersebut.
"Tersangka NM, ANR dan HS, melakukan pendekatan komunikasi rutin pada RS dengan janji dan kesepakatan adanya pemberian sejumlah uang," jelasnya.
Johanis menyebutkan, RF memerintahkan RS untuk memenangkan perusahaan NM, ANR dan HS.
"Di antaranya dengan memodifikasi dan memanipulasi beberapa item beberapa item yang ada di aplikasi E Katalog LKPP," ucapnya.
"Untuk besaran pembagian uang, RF mendapatkan 7 persen dan RS mendapatkan 3 persen sesuai dengan nilai proyek," sambung Johanis.
Pada Mei 2023, Nono, Nanang, dan Hendra mulai menyerahkan uang secara bertahap. Uang yang diduga mengalir kepada Rahmat dan Riado mencapai Rp 1,4 miliar. Penyerahan uang selalu di Kantor BBPJN Wilayah I Kaltim.
Menurut keterangan tersangka kepada penyidik, uang suap itu digunakan di antaranya untuk acara Nusantara Sail 2023.
Johanis menyebut, temuan uang dimaksud menjadi bukti permulaan awal untuk pengembangan lebih lanjut.
Karena perbuatannya, Nono Mulyatno, Abdul Nanang Ramis, dan Hendra Sugiarto sebagai pihak pemberi dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara, Rahmat Fadjar dan Riado Sinaga sebagai pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sebelumnya, KPK mengungkapkan telah menggelar OTT di Kaltim. Sebanyak 11 orang ditangkap dalam operasi itu.
https://nasional.kompas.com/read/2023/11/25/16504431/kpk-tetapkan-kepala-dan-pejabat-bbpjn-kaltim-serta-3-pihak-swasta-sebagai