JAKARTA, KOMPAS.com - Seluruh komisioner KPU RI diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan diri Tim Pembela Demokrasi 2.0 (TPDI 2.0), Kamis (16/11/2023) pagi.
Pengadu meminta agar DKPP memberhentikan semua komisioner KPU RI karena dianggap telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu, lantaran menerima pendaftaran dan menetapkan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres 2024.
"Kami menduga seluruh komisioner KPU periode 2022 - 2027 tidak adil, tidak akuntabel, tidak berkepastian hukum, tidak tertib, tidak proporsional, dan tidak profesional," kata eks aktivis Petrus Hariyanto yang menjadi salah satu perwakilan TPDI 2.0, dalam keterangan tertulis ketika dikonfirmasi Kompas.com, Kamis.
KPU dinilai telah melanggar prinsip jujur, adil, dan berkepastian hukum.
Sebab, pada 25 Oktober 2023, KPU telah menerima menerima berkas pendaftaran pencalonan Gibran.
Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 yang ketika itu belum direvisi, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40 tahun.
KPU baru mengubah persyaratan pada 3 November 2023 untuk memasukkan amar Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal kepala daerah bisa maju pilpres sebelum 40 tahun.
TPDI 2.0 menilai, aturan itu seharusnya bari diberlakukan untuk Pilpres 2029.
"Sudah menjadi fakta yang tidak terbantahkan (notoire de feiten) bahwa KPU sebelumnya selalu mengubah Peraturan KPU setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi. Ini dalam hukum, disebut asas pelaksanaan putusan," kata Koordinator TPDI 2.0, Patra M. Zen, dalam keterangan yang sama.
Ia mencontohkan, MK dalam Perkara Nomor 20/PUU-XVII/2019 norma tentang warga yang belum mendapat e-KTP dapat menggunakan surat rekam e-KTP untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara.
Amar putusan MK ini baru dapat dilaksanakan (dieksekusi) setelah KPU menerbitkan Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2018 tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum.
Contoh lain, MK dalam Perkara Nomor 85/PUU-X/2017 memutuskan semua orang yang punya hak pilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dapat menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) dengan menggunakan KTP atau Kartu Keluarga (KK).
Amar putusan dalam Perkara Nomor 85/PUU-X/2017 ini baru berlaku setelah KPU menerbitkan aturan baru.
Dari 2 contoh tersebut, menurut mereka, dapat disimpulkan Putusan MK tidak berlaku secara serta merta sebagai pedoman KPU dalam menyelenggarakan Pemilu.
"Mengapa terjadi perbedaan perlakuan terhadap Gibran? Apa karena dia anak Presiden?" tanya Patra.
Sebelumnya, setelah Putusan MK itu terbit pada Senin (16/10/2023) KPU RI sempat menyampaikan niat melakukan revisi secara cepat dengan ataupun tanpa rapat konsultasi dengan Komisi II DPR RI.
Namun, Rabu (18/10/2023), KPU membatalkan niat itu dengan dalih Putusan MK bersifat final dan mengikat.
Akan tetapi, KPU RI kembali berubah sikap.
Mereka akhirnya memutuskan untuk mengajukan revisi dengan bersurat meminta forum rapat konsultasi dengan pemerintah dah DPR, Senin (23/10/2023).
Namun, rapat konsultasi yang wajib ditempuh sebelum merevisi aturan itu baru terlaksana Selasa lalu, ketika pendaftaran bakal capres-cawapres sudah ditutup, karena sebelumnya DPR sedang reses.
https://nasional.kompas.com/read/2023/11/16/16440551/kpu-ri-diadukan-ke-dkpp-karena-terima-pencalonan-gibran