Salin Artikel

Wakil Presiden, Sekadar Ban Serep?

Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar nomor urut 1, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming nomor urut 2, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD nomor urut 3.

Dengan demikian, masa kampanye segera dijalani, masing-masing kandidat bersama tim sukses akan beradu gagasan dan visi-misi untuk meyakinkan pemilih, mana yang paling layak untuk dipilih.

Kemudian bila tak ada aral melintang, usai pemilihan 14 Februari 2024, salah satu di antara ketiga pasangan yang ada, akan terpilih dan ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia periode 2024-2029.

Jabatan presiden dan wakil pesiden di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang pada Pasal 12B menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat dalam satu pasangan calon.

Presiden adalah kepala negara dan pemerintahan yang bertanggung jawab secara langsung atas pelaksanaan pemerintahan negara.

Sedangkan Pasal 12C menjelaskan bahwa wakil presiden membantu presiden dalam melaksanakan tugasnya dan dapat diberikan tugas khusus oleh presiden.

Selain akan menjadi pengganti presiden jika terjadi kekosongan jabatan karena kematian, pengunduran diri, atau alasan lainnya, wakil presiden juga penting dalam konteks ketahanan sistem karena menjadi semacam lapisan ‘keamanan’ tambahan.

Wakil presiden juga dapat memberikan dukungan strategis kepada presiden dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaan kebijakan. Wakil presiden dapat berperan sebagai penasihat yang penting dalam lingkaran kepresidenan atau ‘presidential office’.

Sebagai negara yang menganut sistem presidensial, jabatan wakil presiden tentu strategis dan penting, saling membantu, mengisi serta melengkapi, dengan presiden sebagai pelaksana utama.

Itu pula mengapa dalam sejarah presidential Indonesia, wakil presiden selalu diisi atau dipercayakan kepada tokoh-tokoh bangsa yang matang secara emosional, kuat dalam gagasan dan lahir dari aktivisme perjuangan panjang.

Kapasitas mereka tak kalah dengan presiden. Seperti, Mohammad Hatta, Hamengkubuwono IX, Adam Malik, Umar Wirahadikusumah, Sudharmono, Try Sutrisno, BJ Habibie, Boediono, Megawati Soekarnoputri, Hamzah Haz, Jusuf Kalla, dan Maruf Amin.

Para tokoh tersebut dengan latar belakang masing-masing selain seperti telah dipersiapkan untuk sewaktu-waktu menggantikan presiden bila berhalangan tetap, tapi juga kehadiran mereka memberi andil besar kepada lembaga kepresidenan.

Pada satu sisi mereka dipersiapkan menjadi figur pengganti presiden, sehingga dalam sisi personal teruji dan mumpuni. Namun yang terpenting juga adalah mereka turut membantu pengambilan keputusan dan pelaksanaan tugas pemerintahan.

Keberadaan wakil presiden memberikan stabilitas politik dan kontinuitas dalam pemerintahan. Sehingga dalam kondisi di mana presiden berhalangan tetap karena sejumlah alasan, stabilitas dan keberlanjutan pemerintahan tetap terjaga.

Indonesia punya catatan sejarah bagaimana wakil presiden harus naik menggantikan presiden. Yaitu ketika Habibie menggantikan Presiden Soeharto yang lengser akibat gerakan reformasi 1998, dan Megawati menggantikan Presiden Abdurrahman Wahid yang dimakzulkan tahun 2001.

Dalam dua pengalaman itu, para wakil presiden dengan kapasitas yang dimiliki, dapat menjalankan pemerintahan dengan baik, dan turut melahirkan kepemimpinan yang baru secara demokratis.

Konteks ini menunjukan bahwa presiden sebagai “presidential political leader” memiliki kedudukan penting, tapi wakil presiden adalah penopang utama.

Sehingga presiden dan wakil presiden kerap pula disebut dwitunggal, selain menandai pasangan proklamator Soekarno-Hatta yang fenomenal, juga menunjukan kedua jabatan tertinggi eksekutif ini harus melengkapi, bukan sekadar hitungan efek elektoral.

Pentingnya jabatan wakil presiden dalam sistem presidensial juga bisa dilihat dari Amerika. Negara yang kerap menjadi benchmark demokrasi Indonesia ini, presiden dan wakil presiden-nya selalu merupakan sosok yang sama-sama kuat dalam kapasitas.

Hal ini barangkali juga karena Negeri Paman Sam itu punya sejarah panjang beberapa kali wakil presiden-nya harus naik menggantikan presiden yang berhalangan tetap karena berbagai alasan.

Seperti Millard Fillmore menggantikan Presiden Zachary Taylor yang meninggal tahun 1850, Andrew Johnson menggantikan Presiden Abraham Lincoln yang terbunuh tahun 1865, dan Theodore Roosevelt menggantikan Presiden William McKinley yang juga terbunuh tahun 1901.

Berikutnya Calvin Coolidge menggantikan Presiden Warren G. Harding setelah kematiannya tahun 1923 dan Harry S. Truman menggantikan Presiden Franklin D. Roosevelt yang meninggal tahun 1945.

Selanjutnya Lyndon B. Johnson yang naik menggantikan Presiden John F. Kennedy tahun 1963 setelah Kennedy terbunuh, dan Gerald Ford yang menggantikan Presiden Richard Nixon tahun 1974 setelah Nixon mengundurkan diri dari jabatannya.

Selain Amerika, sejumlah negara dengan sistem pemerintahan presidensial atau semi presidensial juga punya pengalaman yang serupa.

Seperti Argentina pada 2001, Wakil Presiden Adolfo Rodríguez Saá diangkat sebagai Presiden menggantikan Fernando de la Rúa yang harus mengundurkan diri karena krisis ekonomi.

Negara tetangga kita Filipina juga, ketika tahun 2001 Wakil Presiden Gloria Macapagal-Arroyo naik menggantikan Presiden Joseph Estrada yang mundur karena adanya protes rakyat yang luas.

Begitu pula dengan Brasil, punya pengalaman politik yang sama, yaitu pada 2016 Wakil Presiden Michel Temer naik menggantikan Presiden Dilma Rousseff yang diberhentikan melalui proses pemakzulan.

Semua memberikan gambaran bahwa dalam sistem presidensial, wakil presiden keberadaanya dapat memberikan kepastian kelangsungan pemerintahan, terutama dalam situasi darurat atau kekosongan kepemimpinan nasional.

Pun wakil presiden bukan hanya sebagai pengganti atau ‘ban serep’, tetapi juga memiliki peran aktif dalam menjaga stabilitas dan kelancaran suatu pemerintahan demokratik.

Itu berarti dalam pemilu, tentu bukan saja soal siapa calon presiden yang akan dipilih, tapi siapa calon wakil presiden juga perlu dan penting dipertimbangan ketika pemilih berada di bilik suara nanti.

Indonesia sebagai negara besar dengan berbagai kompleksitas, diperlukan kepemimpinan nasional yang kuat, lahir dari proses genuine, bukan kemudian melalui malpraktik electoral oleh pemilih, kontestan, maupun penyelenggara negara.

Sehingga jangan sampai salah pilih, karena sebagai dwitunggal, di pundak presiden dan wakil presiden terpilih nanti, masa depan pengelolaan bangsa ini dipertaruhkan.

https://nasional.kompas.com/read/2023/11/16/06240381/wakil-presiden-sekadar-ban-serep

Terkini Lainnya

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke