BEGITU perkataan Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo dalam tulisannya, Etika Menuju 2024, di Kompas.com pada April 2023. Mayjen Kunto, saat menulis artikel tersebut, menjabat sebagai Pangdam Siliwangi.
Tujuh bulan berselang, dari Mahkamah Konstitusi, Majelis Kehormatan mengeluarkan putusannya.
Intinya antara lain, MKMK menyimpulkan telah terjadi pelanggaran sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.
Pelaku dalam Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 dimaksud adalah Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Anwar Usman, terkait Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Sah sudah; mengacu putusan Majelis Kehormatan, Mahkamah Konstitusi dapat dipandang sebagai mak comblang yang secara tidak langsung telah memberikan pelaminan bagi pernikahan politik antara Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.
Apa yang terjadi jauh dari gambaran yang disebutkan Mayjen Kunto, yakni perilaku 'politik yang mencerahkan' dan 'bijaksana' sesuai dengan 'kepatutan' dan 'keetisan'. Khalayak luas melihat ada demonstrasi pragmatisme.
Duet Prabowo dengan Gibran bin Joko Widodo, kendati legal berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, dipandang sebagai pemunculan kandidat capres-cawapres yang didahului oleh proses hukum yang lancung, merujuk putusan Majelis Kehormatan.
Lantas, apa yang bisa Mayjen Kunto tanggapi terhadap kecurangan itu? Tidak ada. Justru sebaliknya: ekspektasi Mayjen Kunto bahwa pihak-pihak yang main curang akan dihambat oleh aturan, pada kenyataannya justru tidak terhambat sama sekali.
Aturan (baca: putusan Mahkamah Konstitusi) justru melegalisasi kecurangan itu.
Sorotan serupa juga mengena ke partai-partai politik pengusung capres-cawapres. Sudah seberapa jauh sesungguhnya mereka bertanggung jawab mendewasakan para pemilih, kader, dan publik secara luas.
Getir bahwa berhadapan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, Mayjen Kunto harus konsekuen dengan pesannya, yakni, "Selagi memenuhi syarat, silahkan turun ke gelanggang."
Pertanyaan yang tersisa, akankah Mayjen Kunto tetap istiqomah pada bacaannya terhadap situasi Indonesia hari ini yang–ia akui–sedang, bahkan semakin tidak baik-baik saja?
Bahwa, karena situasi menghebohkan pascaketuk palu putusan Mahkamah Konstitusi telah nyata-nyata membuat masyarakat sedemikian resah dan tidak nyaman, diperparah meluasnya kabar tentang alat-alat negara yang tak bisa menahan diri untuk tidak bersikap partisan di kancah politik praktis, maka segenap elemen bangsa semestinya memiliki keinsafan untuk menyelenggarakan terapi khusus.
Secara normatif, terapi khusus itu dilangsungkan dengan menjadikan Pancasila sebagai pijakannya. Itu layak diamini.
Ketika manuver-manuver politik niretika terus berlangsung dan lembaga-lembaga negara–terlebih otoritas penegakan hukum–semakin jauh dari sikap netral, apalagi jika pimpinan lembaga eksekutif terindikasi kuat gelap mata dan melakukan cawe-cawe lancung, maka jalan terakhir yang Mayjen Kunto kemukakan tentu menjadi relevan untuk dibahas serius.
Solusi itu berupa sedikit majunya TNI mengambil posisi.
Posisi yang TNI tempati, jika pemikiran Mayjen Kunto menjadi kenyataan, harus dipastikan tidak memunggungi lima butir netralitas TNI pada Pemilu 2024.
Pertama, tidak melakukan politik praktis dan memihak pada paslon maupun parpol manapun. Kedua, tidak memberikan sarana dan prasarana untuk kegiatan kampanye.
Ketiga, melarang keluarga prajurit TNI memberikan arahan dalam menentukan hak pilih. Keempat, tidak menanggapi atau pun mengunggah hasil quick count. Kelima, menindak tegas prajurit dan ASN TNI yang melanggar butir pertama.
Posisi sedikit maju TNI tersebut dilakukan mesti semata-mata sebagai upaya mitigasi institusi negara lainnya tidak lagi dapat diharapkan.
Dengan posisi itu, tujuannya, agar Indonesia tidak kian terperosok dalam pembusukan tatanan bernegara yang dilakukan oleh rezim yang berkuasa saat ini. Dialah rezim yang mengatasi kemusnahan moral dan kebangkrutan etikanya dengan praktik despotisme.
https://nasional.kompas.com/read/2023/11/14/11230121/menagih-etika-menuju-2024