Salin Artikel

Mahfud Ingin Ada UU Pembuktian Terbalik agar Pemerintah Lebih Galak Rampas Aset Koruptor

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, pemerintah akan semakin galak untuk merampas aset-aset para koruptor.

Jika diperlukan, nantinya pemerintah akan menyusun undang-undang (UU) Pembuktian Terbalik yang progresif.

"Kita akan tetap semakin galak untuk perampasan aset para koruptor ini. Kalau perlu nanti pada saatnya kita buat UU pembuktian terbalik, meskipun untuk sebagian UU, pembuktian terbalik (sekarang) itu sudah dilakukan ya," ujar Mahfud usai menghadiri acara United Nations Convention against Corruption (UNCAC) di Hotel Le Meridien, Jakarta, Senin (13/11/2023).

"Artinya apa? Seorang terpidana harus membuktikan harta yang lebih itu dari mana? Kalau tidak dibuktikan, itu diambil. Nah kalau kita nanti lebih progresif, UU pembuktian terbalik itu (diberlakukan) agak awal saja sebelum di sidang pengadilan," lanjutnya.

Dia kemudian menjelaskan bagaimana UU Pembuktian terbaik itu diberlakukan, yakni dengan melihat kekayaan individu.

Menurut Mahfud, ketika ada individu yang kekayaannya melebihi profilnya, maka bisa diminta untuk membuktikan.

"Kalau seharusnya gajinya lima tahun itu misalnya Rp 6 miliar, atau Rp 7 miliar kok sesudah lima tahun akumulasi hartanya pertambahannya lebih dari Rp 10 miliar nah itu tetapkan saja," kata Mahfud.

"Anda buktikan dong kelebihan ini, kalau enggak kita anggap korupsi, gitu saja. Nah itu di beberapa negara ada yang sudah begitu. Nah kita nanti suatu saat mungkin bisa gitu," lanjut bakal calon wakil presiden 2024 ini.

Dalam kesempatan tersebut, Mahfud juga menyinggung soal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI belum juga bisa diajak fokus untuk menyelesaikan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset.

Penyebabnya, ada perkembangan situasi politik yang menyebabkan hal tersebut.

"RUU Perampasan Aset sudah masuk ke DPR, terserah DPR saja. Dan di sana nampaknya perkembangan politik belum bisa mengajak mereka konsentrasi menyelesaikan RUU Perampasan aset itu," ujar Mahfud.

"Kita tidak apa-apa juga. Itu wewenang DPR, silakan lah. Kapan (diselesaikan). Yang penting pemerintah sudah menunjukkan itikad baik," katanya.

Meski demikian, Mahfud menegaskan tanpa adanya UU Perampasan Aset, pemerintah selama ini sudah melakukan perampasan aset secara luar biasa.

Salah satu contoh penerapannya yakni saat ada pelaku korupsi yang mulanya didakwa Rp 1 miliar atau Rp 2 miliar.

Kemudian pada, praktiknya vonis yang dijatuhkan bisa mencapai Rp 100 miliar lebih.

Selain itu, ada aset-aset lain yang dirampas.

"Itu sudah dilakukan. Kami dalam kasus BLBI, Satgas BLBI misalnya, meskipun itu perdata kami rampas asetnya," kata Mahfud.

"Sekarang kami sudah dapat Rp 34 triliun lebih dalam waktu 1,5 tahun. Itu sudah perampasan aset. Nah kalau UU di DPR agak lambat ya biarkan saja DPR itu mengolah sendiri berdasarkan prioritas kebutuhannya," tuturnya.

https://nasional.kompas.com/read/2023/11/13/13210731/mahfud-ingin-ada-uu-pembuktian-terbalik-agar-pemerintah-lebih-galak-rampas

Terkini Lainnya

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke