Salin Artikel

PSI Memang Beda, Muda tapi Pro-Status Quo

Atau partai baru juga bisa lahir di saat terjadi kekosongan kekuasaan yang membutuhkan kontestasi kompetitif untuk mengisinya.

Sehingga bermunculan berbagai kekuatan baru dalam bentuk partai politik yang mengklaim diri sebagai perwakilan dari berbagai aspirasi yang ada di dalam masyarakat.

Kemudian, di saat kekuasaan baru terbentuk, namun dirasa masih belum mampu menyelesaikan masalah yang ada di satu sisi dan dianggap belum membereskan proses transisi demokrasi di sisi lain, lalu muncul beberapa partai politik baru lainnya, yang pada tataran kefiguran, sebenarnya masih dimotori oleh tokoh-tokoh lama.

Pada logika pertama, kita pernah menyaksikan kelahiran dan sepak terjang Partai Rakyat Demokratik (PRD) sebagai bukti nyata.

Partai besutan Budiman Soedjatmiko dan Andi Arief cs tersebut adalah partai yang lahir beberapa waktu sebelum Presiden Soeharto lengser, karena anak muda tersebut menganggap telah terjadi sumbatan aspirasi politik di dalam sistem politik yang dibangun oleh Soeharto.

Walhasil, partai politik yang kerap dilabeli sebagai partai kiri oleh rezim Orde Baru tersebut benar-benar harus merasakan pahitnya beroposisi nonparlementer terhadap kekuasaan yang sedang berkuasa.

Setelah kejatuhan Soeharto, logika kedua berlaku, di mana partai-partai baru lainnya muncul untuk ikut berlaga dalam kontestasi konstitusional untuk menentukan kekuatan baru pengganti rezim lama yang telah tumbang.

Kita ketahui kemudian lahirlah Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan (sekarang menjadi PKS – Partai Keadilan Sejahtera), Partai Bulan Bintang (PBB), dan beberapa partai gurem lainnya.

Namun dalam perjalanannya, partai-partai yang lahir dengan logika kedua belum mampu menghadirkan konsolidasi ekspektasi publik di dalam kebijakan-kebijakannya.

Pelengseran KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai presiden yang terpilih pascapemilihan 1999 menjadi titik balik bahwa ternyata tokoh-tokoh yang dinaikkan ke puncak kekuasaan belum bisa bersepakat dalam berbagai persoalan kebangsaan.

Maka lahir pula kemudian Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Hanura, lalu Partai Nasdem. Rerata tokoh sentralnya adalah tokoh-tokoh lama yang pernah eksis berperan besar di dalam salah satu partai lama.

Dalam tahun-tahun selanjutnya, setelah proses demokratisasi semakin mendalam, beberapa model kelahiran partai politik baru mulai muncul.

Setelah Partai Demokrat dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa selama 10 tahun, lalu partai oposisi ketika itu, PDIP dan koalisi, berhasil mengantarkan kadernya ke puncak kekuasaan, lalu beberapa pembelahan kepentingan politik mulai menajam lagi.

Konglomerat Hary Tanoesoedibjo merealisasikan ketidakpuasan politiknya dengan mendirikan partai politik baru, bernama Partai Persatuan Indonesia (Perindo).

Beliau yang sempat lompat sana lompat sini, akhirnya memberanikan diri untuk membangun partai politik sendiri, didukung jejaring media MNC Group yang cukup gigantis, untuk memperjuangkan kepentingannya.

Berdirinya Partai Perindo sangat bisa dipahami oleh publik. Tokoh sentralnya terbilang sangat "kaya", masuk kategori elite ekonomi nasional, punya kapasitas yang mumpuni untuk bergaul di kalangan elite lainnya, baik elite politik maupun elite ekonomi lainnya.

Jika kemudian beliau berhasil mendirikan Partai Perindo, maka dianggap sangat biasa saja oleh berbagai kalangan publik.

Permakluman publik tersebut mirip dengan permakluman yang diberikan saat SBY, Prabowo Subianto, dan Surya Paloh mendirikan partai politik baru sebelumnya.

Toh mereka memang punya ketokohan tersendiri, dianggap sudah ada dalam makom politik yang memungkinkan untuk bermanuver politik semacam itu.

Maka saat pentolan MNC Grup tersebut ikut meramaikan pendirian partai politik baru, publik memaklumi dengan cara yang tidak berbeda.

Di sela-sela itu, ada partai politik yang benar-benar baru, lakon-lakonnya hampir mirip dengan lakon-lakon PRD dua dekade lalu. Diaku sebagai tokoh-tokoh muda, kekinian, dan mengaku mewakili kepentingan anak muda dengan cara dan gaya yang kekinian pula.

Namun berbeda dengan PRD yang setelah bubar para tokoh-tokoh utamanya menemukan partai-partai politik lain yang dianggap cocok untuk mencantelkan visi misi mereka, sehingga ketidakberlanjutan eksistensi PRD dianggap sangat masuk akal.

Awalnya karena gagal memenuhi kualifikasi perundangan setelah kontestasi 1999, lalu mulai meredup, dan satu persatu tokohnya menemukan biduk lainnya, yang dianggap layak.

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menempuh cara yang agak anomali. Mengaku mewakili generasi baru, dengan segala diferensiasi kepentingannya, tapi justru mengklaim dengan sangat gamblang sebagai "sekrup" kekuasaan yang sedang berkuasa.

Pertanyaannya kemudian, mengapa harus mendirikan partai baru jika ternyata hanya menjadi "sendal kekinian" untuk kekuasaan yang ada.

Menjadi "one of fans of existing power" mengandung arti bahwa PSI mendukung kekuasaan yang ada, sekaligus ingin mempertahankan kondisi yang sedang diciptakan oleh kekuasaan yang berkuasa.

Namun harus diingat, kekuasaan yang ada sudah memiliki jejaring kuasa koalisi yang mendukungnya.

Dengan mendirikan partai baru untuk mendukung, berarti tidak satupun partai pendukung kekuasaan yang sedang berkuasa yang cocok dengan kepentingan PSI sehingga harus mendirikan partai baru, tapi pada ujungnya tujuannya justru memasang badan untuk kekuasaan yang sama.

Dengan kata lain, yang dilakukan PSI sejatinya hanya menambah kamar di rumah yang sama, untuk penghuni baru yang ingin diaku sebagai bagian dari keluarga besar koalisi pendukung kekuasaan.

Kamar tersebut diaku sebagai kamar milik generasi muda yang justru kurang mewakili energi politik anak muda, karena ternyata pro status quo.

Dengan begitu, alasan kelahiran PRD tentu terasa jauh lebih masuk akal secara politik ketimbang alasan di balik pendirian PSI.

Dalam logika tersebut, PSI ibarat "anak kos" yang berjuang habis-habisan untuk menjadi bagian dari keluarga pemilik "kos" dengan cara menyediakan kavling tanah di samping atau di salah satu sisi bangunan "kos" lama, lalu membangun kamar baru yang melekat ke bangunan lama.

Sementara di sisi lain, PSI mengklaim memiliki "kebaruan" yang layak ditawarkan kepada kekuasaan yang sedang berkuasa.

Bagaimana menjelaskan ini? Nampaknya sederhana, yakni "faktor" kemalasan politik di satu sisi dan faktor keengganan kritis apalagi berseberangan dengan kekuasaan di sisi lain.

PSI ibarat sosok anak yang malas memperjuangkan sesuatu "kebaruan" yang mereka bawa, pun malas untuk memperjuangkan "kebaruan" tersebut di hadapan publik nasional, sehingga cara terbaik dan mudah adalah dengan menjadi "kaki tangan" kekuasaan yang ada.

Sejatinya susah untuk menjelaskan hal tersebut. Bagaimana bisa diaku sebagai "kebaruan", jika ternyata dalam tataran praksis PSI justru ingin digandeng oleh sesuatu yang lama, yakni kekuasaan yang sedang berkuasa.

Di sinilah logika di mana PRD jauh lebih layak mendapat kredit point ketimbang PSI.

Kemudian, apakah kebaruan tersebut berupa cara dan gaya? Cara yang lebih digitalized, milenial, atau gaul, misalnya?

Rasanya semua partai politik, termasuk penguasa yang sedang berkuasa, juga sudah bermain di ranah yang sama.

Sehingga tak bisa tidak, sebenarnya yang dibawa oleh PSI bukan kebaruan, tapi hanya "partai baru" yang ingin mendirikan kamar kekuasaan baru di dalam kekuasaan lama, yang ternyata tugas utamanya adalah menjadi pengawal politik di saat lawan-lawan penguasa lama mencoba mengusik ketenangan kekuasaan yang ada.

Atau apakah PSI sebenarnya hanya wajah baru yang dipakai oleh wajah-wajah lama untuk menunggangi pergeseran demografis sebagaimana yang sedang terjadi di hari ini, untuk tetap bisa eksis di dalam permainan kekuasaan? Hanya PSI dan Tuhan yang mengetahuinya.

Namun menjelang perhelatan politik 2024 nanti, PSI kembali secara nyata dan terang-terangan telah membuktikan itu.

PSI mencari aman dengan menggandeng tangan kekuasaan dan menjadikannya Ketua Umum secara tiba-tiba, lalu secara "tanpa tedeng aling-aling" menempel kepada pasangan calon yang diproyeksikan akan mendapat mandat dari penguasa Istana.

Bandingkan dengan partai politik yang didirikan oleh Emmanuel Macron di Perancis pada 2016 lalu. Partai yang belum lama ini berganti nama menjadi Renaissance (RE), di mana sebelumnya dikenal dengan nama La République En Marche (sering disingkat LREM, LaREM atau REM, yang berarti 'Republik Bergerak) adalah partai politik Perancis berhaluan tengah dan liberal yang lahir di antara perseteruan kekuatan Kiri dan Kanan di La France julukan lain untuk negara Perancis.

Jadi Renaissance /RE dan Macron memang lahir sebagai kekuatan baru yang mendobrak tradisi pembelahan politik akut di Perancis.

Sehingga sangat wajar jika RE langsung diterima dengan antusias oleh para pemilih Perancis yang kemudian membawa RE mendapatkan jumlah kursi signifikan di Parlemen, lalu mengantarkan Emmanuel Macron menjadi presiden muda Perancis.

Dengan kata lain, PSI adalah partai politik yang terlahir sungsang karena ditopang oleh konstruksi logika dan tanggung jawab historis yang bertentangan dengan semangat kemudaan anak muda di satu sisi dan tidak simetris dengan idealitas kelahiran parpol di sisi lain.

Padahal, sebagaimana dikatakan oleh anggota senator kritis Amerika Serikat, Elizabeth Warren, “Young people have the ability to challenge the status quo and push for progressive reforms.”

Bahkan, mantan Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, suatu waktu pernah mengatakan bahwa “The power of youth in politics lies in their ability to bring about transformational change and challenge outdated systems.”

Jadi kesimpulannya adalah bahwa PSI sejatinya memang berbeda, tapi bukan dengan perbedaan sebagaimana seharusnya.

PSI berbeda karena muda, labil, dan Pro-Status Quo, perbedaan yang membuatnya tak layak disetarakan dengan Renaissance dan Emmanuel Macron, tapi justru layak diposisikan sekamar dengan Partai Golkar yang "bucin" tanpa konteks kepada kekuasaan.

https://nasional.kompas.com/read/2023/11/07/06032771/psi-memang-beda-muda-tapi-pro-status-quo

Terkini Lainnya

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke