Salin Artikel

Mencegah Korupsi, Mengurangi Koruptor

Amran dilantik menjadi Mentan setelah Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengundurkan diri beberapa waktu lalu dari Kabinet Indonesia Maju.

Syahrul Yasin Limpo mundur setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka dalam kasus korupsi di Kementerian Pertanian. SYL diduga melakukan pemerasan dalam jual beli jabatan dan gratifikasi. SYL dan kawan-kawan diduga menerima uang sebesar Rp 13,9 Miliar.

Tugas berat Amran bukanlah pada kebijakan swasembada beras, tetapi bagaimana menanamkan upaya pencegahan korupsi di Kementerian Pertanian.

Sebab, upaya pencegahan ini telah "dirusak" oleh SYL. Bagaimana tidak, seorang nakhoda kementerian yang semestinya menjadi terdepan dalam pencegahan korupsi, malah dia sendiri terperosok menjadi koruptor.

Sejatinya benar yang dìkatakan sejumlah motivator bahwa "an ounce of prevention is worth a pound of cure" alias "mencegah lebih baik daripada mengobati".

Tatkala SYL membiarkan korupsi menjadi penyakit di instansinya, maka Amran harus mengobatinya. Inilah tugas berat Amran.

Hal yang bakal meringankan Mentan Amran adalah adanya Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). Strategi ini merupakan upaya terpadu pemerintah dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

Upaya ini dipandang sebagai arah kebijakan nasional bagi kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka pencegahan korupsi yang fokus, terukur, dan berdampak.

Sayangnya, Stranas PK yang diluncurkan pada 2019, tenggelam di bawah nama KPK. Alhasil, orang lebih takut KPK, ketimbang mengikuti Stranas PK.

Kemudian yang banyak kita dengar ucapan, "Jangan korupsi, ada KPK". Idealnya, "Jangan korupsi, ikuti Stranas PK".

Padahal Stranas PK "bukan kaleng-kaleng". Sebagaimana dikemukakan oleh Niken Ariati, Koordinator Harian Stranas PK, dalam Koordinator Tim Nasional tergabung unsur-unsur dari Kementerian Dalam Negeri, Kantor Staf Presiden, Bappenas, KPK, dan KemenpanRB.

Bisa dibayangkan kekuatan Stranas PK ini, outputnya adalah mencegah korupsi dan mengurangi koruptor.

Korupsi yang mana? Coba kita pakai definisi dari Diego Gambetta, ilmuwan sosial yang banyak meneliti kelompok mafia dan "dunia hitam". Gambetta (dalam B.Herry Priyono, 2018, hal 19) menyebut keragaman arti konsep korupsi, yaitu terdiri dari tiga pengertian yang menonjol.

Pertama, korupsi menunjukkan kemerosotan watak etis orang/pelaku. Kedua, korupsi secara generik menggambarkan rumpun praktik sosial, apapun motifnya, yang muncul dari atau menyebabkan kondisi kemerosotan kinerja institusi.

Ketiga, korupsi menunjukkan beberapa jenis praktik seperti suap atau imbalan bagi persekongkolan.

Hakikatnya tiga pengertian menonjol itu bisa dicegah sejak dini. Kita lihat soal suap, strategi pencegahannya sudah tergambarkan secara gamblang.

Stranas PK pernah melakukan aksi terkait perizinan dan korupsi. Suap sangat rawan dalam proses perizinan. Dari aksi itulah bisa diperoleh cetak biru bagaimana mencegah suap.

Kemudian soal watak etis. Inipun bisa dilakukan pencegahannya sejak awal. Jelas, korupsi menggerus watak etis dan ada persekongkolan berbuntut imbalan.

Keduanya nyata sekali terjadi dalam penanganan sumber daya alam di negeri ini. Buktinya bisa dilihat pada eksploitasi hutan konversi, penambangan ilegal ataupun pembiaran lubang bekas penggalian batu bara.

Sejauh mana kerugiannya? Lihat saja Indeks Ekonomi Hijau atau Green Economy Index (GEI) yang diluncurkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) pada 2022.

Di sana bisa terbaca penerapan etika hijau masih memprihatinkan. Indeks tersebut merupakan alat ukur tangible, representatif, dan akurat untuk mengevaluasi capaian dan efektivitas transformasi ekonomi Indonesia menuju ekonomi hijau.

Adapun prinsip utama ekonomi hijau adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi tinggi, seiring mendorong kesejahteraan sosial dan menjaga kualitas dan daya dukung lingkungan, dengan berfokus pada peningkatan investasi hijau, mengelola aset dan infrastruktur yang berkelanjutan, memastikan transisi adil dan terjangkau, serta memberdayakan sumber daya manusia.

Etika hijau itu berupa moral lingkungan hidup yang dijadikan manusia sebagai bahan pertimbangan filosofis maupun biologis terkait hubungan manusia dengan tempat tinggal maupun semua makhluk nonmanusia.

Kata etikawan Eugene P.Odum, moral ini menjadi pedoman untuk bertindak secara benar terhadap alam sekitar.

Artinya ketika punya landasan kuat akan moral lingkungan hidup, maka siapapun akan menyadari apa yang diperbuat terhadap alam itu benar adanya. Sebaliknya saat nihil akan moral itu, maka tindakan terhadap lingkungan tak terkontrol.

Etika hijau yang dipaparkan itu merupakan pencegahan. Manakala pengusaha berpegangan pada etika hijau, setidaknya dia sedang mencegah korupsi dan mengurangi koruptor.

Jadi, kembali ke semangat tulisan ini, jangan remehkan pencegahan korupsi, karena dari sinilah bisa mengurangi koruptor. Maka, gairahkan Stranas PK ketimbang menakuti KPK.

https://nasional.kompas.com/read/2023/10/26/15031081/mencegah-korupsi-mengurangi-koruptor

Terkini Lainnya

Hujan Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi hingga 22 Mei, Kewaspadaan Perlu Ditingkatkan

Hujan Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi hingga 22 Mei, Kewaspadaan Perlu Ditingkatkan

Nasional
Revisi UU MK Disepakati Dibawa ke Paripurna: Ditolak di Era Mahfud, Disetujui di Era Hadi

Revisi UU MK Disepakati Dibawa ke Paripurna: Ditolak di Era Mahfud, Disetujui di Era Hadi

Nasional
BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

Nasional
Segini Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Segini Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Pemerintah Disebut Setuju Revisi UU MK Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan

Pemerintah Disebut Setuju Revisi UU MK Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan

Nasional
Hari Ketiga di Sultra, Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro dan Bagikan Bansos Beras

Hari Ketiga di Sultra, Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro dan Bagikan Bansos Beras

Nasional
Ketua Dewas KPK Sebut Laporan Ghufron ke Albertina Mengada-ada

Ketua Dewas KPK Sebut Laporan Ghufron ke Albertina Mengada-ada

Nasional
Revisi UU MK yang Kontroversial, Dibahas Diam-diam padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim

Revisi UU MK yang Kontroversial, Dibahas Diam-diam padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim

Nasional
MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

Nasional
Sidang Putusan Praperadilan Panji Gumilang Digelar Hari Ini

Sidang Putusan Praperadilan Panji Gumilang Digelar Hari Ini

Nasional
Mati Suri Calon Nonpartai di Pilkada: Jadwal Tak Bersahabat, Syaratnya Rumit Pula

Mati Suri Calon Nonpartai di Pilkada: Jadwal Tak Bersahabat, Syaratnya Rumit Pula

Nasional
Anak SYL Minta Uang Rp 111 Juta ke Pejabat Kementan untuk Bayar Aksesori Mobil

Anak SYL Minta Uang Rp 111 Juta ke Pejabat Kementan untuk Bayar Aksesori Mobil

Nasional
PKB Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Bakal Calon Kepala Daerah

PKB Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Bakal Calon Kepala Daerah

Nasional
SYL Mengaku Tak Pernah Dengar Kementan Bayar untuk Dapat Opini WTP BPK

SYL Mengaku Tak Pernah Dengar Kementan Bayar untuk Dapat Opini WTP BPK

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke