Diketahui, Syahrul Yasin Limpo diperiksa tim penyidik setelah ditangkap di apartemen di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (12/10/2023) petang.
Febri Diansyah dan timnya kemudian mendatangi Gedung KPK sekitar pukul 20.30 WIB. Namun, hingga Jumat (13/10/2023) dini hari, ia belum diizinkan menemui Syahrul.
"Saya belum diperbolehkan naik menemui klien saya, Pak Syahrul Yasin Limpo, sampai pukul 00.30 dini hari ini," kata Febri saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat.
Menurut Febri, KPK beralasan dirinya tidak bisa mendampingi Syahrul karena pernah diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi yang menjerat kliennya.
Febri pun mempertanyakan dasar hukum yang digunakan KPK untuk melarangnya mendampingi Syahrul Yasin Limpo.
"Jadi seolah-olah advokat tidak bisa mendampingi karena pernah dipanggil sebagai saksi," ujar Febri.
Tim kuasa hukum kemudian berunding dan menyepakati bahwa salah satu advokat bernama Ariayanto untuk naik ke lantai dua, tempat pemeriksaan dilakukan.
Febri berharap proses hukum terhadap Syahrul bisa berjalan secara proporsional sesuai hukum acara yang berlaku.
"Padahal, fungsi advokat memberikan bantuan hukum untuk memastikan hak-hak tersangka," kata Febri.
Syahrul kemudian dibawa petugas dengan tangan diborgol. Ia mengenakan kemeja putih dibalut jaket kulit hitam dan topi hitam bertuliskan ADC.
Syahrul telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pemerasan dalam jabatan dan gratifikasi oleh KPK.
Perkara itu juga menyeret mantan dua anak buahnya, yakni Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta sebagai tersangka.
“Penggunaan uang oleh Syahrul yang juga diketahui Kasdi dan Hatta antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian Alphard milik Syahrul,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di KPK, Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Tanak menjelaskan bahwa uang yang digunakan untuk cicilan tersebut, dikumpulkan oleh Kasdi dan Hatta dari para pegawai negeri sipil (PNS) eselon I dan II di lingkungan Kementan.
Mereka diduga mengutip setoran itu secara paksa dari para pejabat Kementan, yakni Direktur jenderal, Kepala Badan hingga Sekretaris di masing-masing eselon I.
“Dengan besaran nilai yang telah ditentukan Syahrul dengan kisaran besaran mulai 4.000 dollar Amerika Serikat (AS) sampai dengan 10.00 dollar AS,” tutur Tanak.
Menurut Tanak, jumlah keseluruhan uang panas yang dinikmati Syahrul, Kasdi, dan Hatta sekitar Rp 13,9 miliar.
“Penelusuran lebih mendalam masih terus dilakukan tim penyidik,” ujar Tanak.
Ayas perbuatannya, Syahrul Yasin Limpo dan dua mantan anak buahnya disangka melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
https://nasional.kompas.com/read/2023/10/13/05123481/kpk-tak-izinkan-febri-diansyah-dampingi-syahrul-yasin-limpo-jalani