"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusannya.
Dalam perkara nomor 85/PUU-XXI/2023 tersebut, Leonardo ingin agar MK memasukkan larangan penerapan zonasi. Sebab, sistem zonasi dianggap menyulitkan peserta didik memperoleh pendidikan.
Namun, dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai bahwa dalil Leonardo terkait sistem zonasi tak mengandung isu konstitusionalitas yang menjadi ranah MK.
"... bukan merupakan persoalan konstitusionalitas norma melainkan jika yang dipersoalkan pemohon itu benar, hal tersebut merupakan persoalan implementasi norma yang tidak berkaitan dengan konstitusionalitas norma Pasal 11 ayat (1) UU 20/2003," ujar hakim konstitusi Manahan Sitompul ketika membacakan pertimbangan putusan.
MK menegaskan bahwa secara normatif, pasal yang digugat oleh Leonardo justru sudah memerintahkan pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
Sistem zonasi dinilai hanyalah suatu metode yang dipilih dengan anggapan dapat mewujudkan amanat pada pasal tersebut, sebagaimana sistem-sistem lainnya dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), yakni jalur afirmasi, perpindahan tugas orang tua/wali, dan/atau prestasi.
"Menurut Mahkamah, sistem zonasi adalah salah satu cara penerimaan peserta didik baru yang menggunakan pembatasan wilayah yang dikaitkan minimal dan daya tampung sekolah," kata Manahan.
Sebelumnya, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada 30 Agustus 2023, Leonardo mendalilkan sistem zonasi penerimaan siswa baru membuat trauma siswa.
Pemohon merupakan anak pertama dan memiliki dua adik kandung laki-laki. Kedua adiknya ini mengalami trauma ketika melakukan pendaftaran di sekolah negeri akibat sistem zonasi.
“Trauma ini muncul ketika melakukan pendaftaran di sekolah negeri yang jaraknya tidak jauh dari rumah Pemohon dan akhirnya adik kandung Pemohon atas keputusan orang tua Pemohon lebih memilih sekolah swasta. Sistem zonasi telah menyebabkan banyaknya masyarakat mengalami kerugian konstitusional yang bukan hanya terjadi pada dua adik kandung saya,” ujarnya.
Leonardo menjelaskan bahwa aturan zonasi penerimaan siswa diatur dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.
“Sering kali titik koordinat disebut tidak akurat sehingga menyebabkan calon murid gagal mengikuti PPDB,” katanya.
Selain itu, sistem zonasi disebut rentan kelebihan kapasitas. Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan evaluasi pelaksanaan PPDB di daerah, ditemukan fakta bahwa pemerintah daerah kesulitan melakukan pemetaan jumlah usia anak sekolah yang sedang mengikuti PPDB dan jumlah daya tampung yang tersedia di sekolah.
Sehingga, dalam penerapannya cukup sulit dilaksanakan PPDB dengan jalur zonasi dengan presentase yang cukup besar.
Kemudian, sistem ini disinyalir justru melahirkan dugaan kecurangan baru, yaitu manipulasi kartu keluarga agar anak bisa diterima di sekolah unggulan.
https://nasional.kompas.com/read/2023/09/27/17260751/tolak-gugatan-soal-sistem-zonasi-ppdb-mk-itu-masalah-penerapan-aturan