Sebelumnya, pemerintah daerah setempat menyatakan bahwa 28 September merupakan batas akhir pengosongan Pulau Rempang yang nantinya dijadikan sebagai kawasan Rempang Eco City.
"Enggak, enggak, enggak (tidak ada pengosongan, penggusuran). Jadi jangan salah persepsi. Ini kan masih bagian dari proses sosialisasi. Saya sudah menyampaikan ini Saudara-saudara kita nanti kita akan tentukan tanggalnya," ujar Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/9/2023).
"Yang jelas harus dengan cara-cara yang soft. Habis ini saya akan melakukan rapat teknis di Kementerian Investasi membahas tindak lanjut yang menjadi arahan Pak Presiden," ujar dia.
Bahlil pun membantah bahwa pemerintah melakukan penggusuran tempat tinggal masyarakat di Rempang.
Menurut dia, yang dilakukan pemerintah adalah menggeser tempat tinggal masyarakat karena tanah yang ditinggali saat ini akan digunakan untuk pembangunan kawasan Rempang Eco City.
Bahlil menekankan, pergeseran tempat tinggal masyarakat itu sudah disepakati dengan tokoh-tokoh masyarakat saat dirinya berkunjung ke Rempang beberapa hari lalu.
"Saya datang sendiri di Rempang selama dua hari dan menemui masyarakat di sana. Kami telah melakukan solusi, posisi rempang itu bukan penggusuran, sekali lagi. Kedua, bukan juga relokasi, tapi adalah pergeseran," ujar Bahlil.
"Kalau relokasi dari pulau A ke pulau B. Tadinya kita mau geser relokasi dari Rempang ke (Pulau) Galang. Tetapi sekarang hanya dari Rempang ke kampung yang masih ada di Rempang," kata dia.
Selain itu, pemerintah akan memberikan penghargaan kepada warga Rempang untuk status lahan mereka.
Penghargaan yang dimaksud berupa sertifikat hak milik untuk lahan seluas 500 meter persegi. Kemudian, masyarakat akan diberikan rumah tipe 45.
"Apabila ada rumah yang tipe lebih dari 45, dengan harga Rp 120 juta apabila ada yang lebih, nanti dinilai, nilainya berapa, itu yang akan diberikan," ujar Bahlil.
Sambil menanti rumah yang dibangunkan jadi, masyarakat akan diberikan uang tunggu sebesar Rp 1,2 juta per orang dan uang kontrak rumah sebesar Rp 1,2 juta per keluarga.
"Jadi kalau satu keluarga ada empat orang, maka dia mendapatkan uang tunggu Rp 4,8 juta dan uang kontrak rumah Rp 1,2 juta. Kurang lebih sekitar 6 juta rupiah cara perhitungannya," ucap Bahlil.
"Kemudian dalam proses pergeseran tersebut ada tanaman, ada keramba itu juga akan dihitung dan akan diganti berdasarkan aturan yang berlaku oleh BP Batam (Badan Pengusahaan Batam)," kata dia.
Dalam kesempatan itu, Bahlil juga menuturkan bahwa Presiden memerintahkan agar penyelesaian masalah Rempang dilakukan secara kekeluargaan.
Arahan kedua, yakni Jokowi menugaskan kementerian terkait untuk menyelesaikan persoalan Rempang secara bersama-sama.
Bahlil telah melaporkan bahwa dari 17.000 hektare area di Rempang, yang dapat dikelola oleh pemerintah hanya sekitar 7.000-8.000 hektare.
Sisa area yang tidak bisa dikelola akan dibiarkan sebagai hutan lindung.
Pemerintah sendiri, ujar Bahlil, akan fokus pada 2.300 hektare lahan di tahap awal untuk pengembangan industri kaca dan solar panel.
Persoalan Rempang menjadi sorotan publik setelah terjadi bentrokan terjadi antara warga Pulau Rempang, Batam, dengan tim gabungan aparat penegak hukum pada 7 September 2023.
Bentrokan ini terjadi karena warga menolak pengembangan kawasan ekonomi Rempang Eco City di lokasi tersebut.
https://nasional.kompas.com/read/2023/09/25/14314941/menteri-bahlil-pastikan-tak-ada-pengosongan-pulau-rempang-pada-28-september