Salin Artikel

Teka-teki Taktik Demokrat Usai Drama Koalisi Perubahan

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrat menyatakan belum menentukan sikap akan mendukung siapa, setelah pecah kongsi dengan Partai Nasdem dan bakal capres Anies Baswedan yang memilih menggandeng Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai bakal cawapres.

Manuver Nasdem, Anies, dan Cak Imin memicu murka partai yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu.

Bahkan mereka sampai menyebut Nasdem dan Anies sebagai pengkhianat. Penyebabnya adalah Anies disebut telah berjanji memilih AHY sebagai bakal cawapresnya.

Kini Demokrat juga mendesak Nasdem dan PKB tidak menggunakan nama koalisi perubahan.

Akan tetapi, Demokrat juga tak bisa berlarut-larut dalam kemarahan akibat manuver politik itu.

Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bahkan sempat menyinggung ada kemungkinan mereka akan mencari mitra baru koalisi buat menghadapi Pilpres 2024.

Meski begitu, ayah dari AHY itu enggan membeberkan secara rinci ke mana mereka akan melabuhkan dukungan politik di waktu yang semakin sempit. Sebab masa pendaftaran bakal capres-cawapres semakin dekat.

Dia mengatakan, Demokrat harus sigap mengingat masa pendaftaran bakal capres-cawapres semakin dekat.

Bila terlambat menentukan pilihan politik, Agung menilai Demokrat akan kembali kehilangan momentum sebagaimana 2 pilpres sebelummya.

Jika dilihat dari komposisi poros politik yang ada saat ini, Agung melihat ada sebuah peluang bagi Demokrat buat tetap bisa memberikan dukungan kepada sosok tertentu.

"Koalisi Indonesia Maju (KIM) menjadi yang terdepan setelah Koalisi PDI-P, karena relasi dan cerita SBY lebih baik dengan Prabowo ketimbang Mega," kata Agung saat dihubungi pada Minggu (3/9/2023).

Meskipun AHY dan Puan Maharani, anak Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, pernah bertemu membicarakan politik beberapa waktu lalu dan memunculkan wacana islah antara SBY dan Megawati, Agung menilai hal itu belum akan terjadi dalam waktu dekat.

Keuntungan lainnya adalah, kata Agung, saat ini elektabilitas Prabowo masih lebih unggul dari para pesaingnya, yakni Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Hal itu diketahui dari sejumlah hasil jajak pendapat yang dilakukan berbagai lembaga survei.

Dengan modal keunggulan elektabilitas itu, Agung menilai kerja Partai Demokrat relatif lebih mudah jika ikut mengusung Prabowo sebagai bakal capres.

Akan tetapi, lanjut Agung, jika Demokrat memang memilih merapat ke kubu Prabowo maka mereka tidak bisa lagi mensyaratkan AHY sebagai bakal cawapres sebagai harga mati terhadap koalisi.

Sebab di kubu Prabowo atau Koalisi Indonesia Maju (KIM) sudah dihuni Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Baik PAN maupun Golkar juga menyodorkan jagoan masing-masing buat dipasangkan sebagai bakal cawapres Prabowo. Golkar mengajukan sang Ketua Umum Airlangga Hartarto dan PAN menjagokan Erick Thohir yang juga dikenal dekat dengan Nahdlatul Ulama.

"Artinya, pertimbangan koalisi yang ideal bagi Demokrat adalah KIM karena punya potensi memenangkan pilpres dan di sana Demokrat tak harus menempatkan AHY sebagai cawapres menimbang kehadiran di KIM sebatas pelengkap," ucap Agung.

"Yang terpenting Demokrat bisa segera bersikap dan memiliki peran strategis dalam Pilpres 2024," lanjut Agung.

https://nasional.kompas.com/read/2023/09/04/06000091/teka-teki-taktik-demokrat-usai-drama-koalisi-perubahan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke