JAKARTA, KOMPAS.com - Bakal calon presiden (capres) Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan, dinilai sulit memenangi Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 jika berduet dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.
Pasalnya, elektabilitas Cak Imin, demikian sapaan akrab Muhaimin, berada di papan bawah, di kisaran angka satu persen.
Padahal, angka keterpilihan Anies juga belum seberapa, kalah jauh dibandingkan dua bakal capres pesaingnya, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
“Potensi kemenangan pasangan Anies-Imin agak problematik karena lemahnya elektabilitas Anies kurang terbantu oleh elektabilitas Cak Imin yang belum optimal,” kata Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam kepada Kompas.com, Jumat (1/9/2023).
Memang, menurut survei berbagai lembaga, elektabilitas PKB berada di klasemen atas, bersaing dengan Partai Golkar dan Nasdem.
PKB juga dekat dengan pemilih dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) yang mayoritas tersebar di Jawa Timur. Dengan modal ini, PKB bisa saja menutupi kelemahan elektoral Anies di wilayah tersebut.
Sayangnya, kata Umam, mesin politik Nahdliyin setahun terakhir kadung dioptimalkan untuk “menjual” habis Prabowo, yang mulanya berkoalisi dengan PKB, ke para kiai sepuh dan simpul-simpul pesantren.
Di bawah komando PKB dan Cak Imin, para kiai sepuh telanjur mengarahkan dukungan buat Prabowo.
“Maka, hal itu akan sangat merepotkan mesin politik PKB,” ujar Umam.
Selain itu, dengan rekam jejak Anies yang dicitrakan mengeksploitasi politik identitas pada Pilkada DKI Jakarta 2017, lanjut Umam, sulit bagi kalangan Nahdliyin mengubah haluan dukungan.
“Artinya, langkah politik Anies agak berat untuk recover elektabilitas. Jangan sampai salah perhitungan,” tuturnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Nusakom Pratama Institute, Ari Junaedi. Menurut dia, tidak ada nilai elektoral yang diraih Anies jika berpasangan dengan Cak Imin, selain berharap limpahan elektabilitas dari PKB.
Menurut Ari, duet Anies-Muhaimin justru semakin memperbesar peluang dua bakal capres lainnya, yakni Prabowo Subianto yang diusung Partai Gerindra, dan Ganjar Pranowo yang dijagokan PDI-P.
“Munculnya duet Anies-Cak Imin semakin menguatkan rivalitas antara Prabowo dan Ganjar,” tutur dosen Universitas Indonesia (UI) itu.
Katanya, keputusan itu diambil secara sepihak oleh Surya Paloh setelah ia bertemu dengan Muhaimin di markas Nasdem di Menteng, Jakarta, Selasa (29/8/2023).
“Secara sepihak Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh tiba-tiba menetapkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai cawapres Anies tanpa sepengetahuan Partai Demokrat dan PKS,” ujar Riefky dalam keterangannya, Kamis (31/8/2023).
Demokrat pun mengaku dipaksa menerima keputusan itu. Partai bintang mercy tersebut menilai, penunjukan Muhaimin sebagai cawapres merupakan bentuk pengkhianatan Nasdem dan Anies atas piagam pembentukan Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
Bahkan, Riefky mengeklaim, pada 14 Juni 2023, Anies sebenarnya sudah menunjuk Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebagai pendampingnya pada Pilpres 2024. Namun, tiba-tiba saja situasi berubah drastis.
“Pengkhianatan terhadap apa yang telah disampaikan sendiri oleh capres Anies Baswedan yang telah diberikan mandat untuk memimpin Koalisi Perubahan,” ucap Riefky.
Surya Paloh pun telah angkat bicara terkait ini. Dia bilang, duet Anies-Muhaimin belum resmi, meski ia tak menampik kemungkinan tersebut.
“Kemungkinan ke arah itu bisa saja terjadi. Tapi saya pikir itu belum terformalkan sedemikian rupa sampai menit ini. Kita tunggu perkembangan 1-2 hari ini,” katanya di Nasdem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta, Kamis (31/8/2023).
https://nasional.kompas.com/read/2023/09/01/12542461/anies-cak-imin-dinilai-sulit-menangi-pilpres-karena-elektabilitas-minim