Megawati mengaku terharu karena merasa pembuat lirik lagu, yaitu Wage Rudolf Supratman sangat mengacu kondisi Tanah Air saat itu.
Momen ini terjadi ketika Megawati menyampaikan pidatonya di hadapan warga masyarakat, budayawan hingga rohaniwan di Omah Petroek, Pakem, Sleman, Yogyakarta, Rabu (23/8/2023).
"Makanya, coba dengarkan 'Indonesia Raya', itu luar biasa. Nanti saya mau memperkenalkan, kemarin waktu BPIP itu tiga stanza, aduh," kata Megawati di lokasi.
"Kalau dengar itunya, hmm, apa ya. Bikin liriknya itu, lho, waduh luar biasa," lanjut dia seraya terbata-bata.
Akan tetapi, ia merasa kehebatan lagu "Indonesia Raya" itu masih belum dihayati warga negara Indonesia seluruhnya.
Sebab, Megawati melihat masih banyak WNI yang hanya diam ketika lagu "Indonesia Raya" berkumandang.
"Betul, lho. Tapi ya begitu, kadang orang, wes menang wae (diam saja) menganggapnya. Indonesia Raya opo ora to yo. Benar, lho. Saya enggak pernah bohong. Saya ketemu orang seribu satu macam," cerita Ketua Umum PDI-P ini.
Lebih jauh, Megawati menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang beragam dari sisi etnis, suku, agama, dan antargolongan.
Hal itu disimpulkannya karena mengaku sering turun ke rakyat. Sehingga, Presiden kelima RI itu tahu segala keragaman Indonesia sampai ke hal yang aneh sekali pun.
"Jadi, keragaman kita ini luar biasa. Kalau enggak pernah turun, sudah, deh. Nanti bingung, betul, tetapi karena saya tahu, saya turun ke bawah, segala macam, segala macam, ketemu yang aneh-aneh, ini keragaman Indonesia Raya," ujarnya.
Apalagi, dia merasa tidak memiliki waktu cukup apabila terus berbicara.
Pantauan Kompas.com, beberapa yang hadir termasuk Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto juga tampak ikut terharu.
Hasto terlihat beberapa kali mengelap matanya yang basah mendengar pidato pemimpin partai politiknya.
"Sampun, nggih. (Sudah ya). Nanti sampai malam. Saya pamit, mau pulang," tutur Megawati menyudahi pidato diiringi tepuk tangan hadirin.
https://nasional.kompas.com/read/2023/08/24/07101581/kala-megawati-terharu-ceritakan-lirik-lagu-indonesia-raya-tiga-stanza