Salin Artikel

Usul MPR Jadi Lembaga Tertinggi Negara Dinilai Tak Mendesak dan Bawa Kemunduran

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia menilai, gagasan mengembalikan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI sebagai lembaga tertinggi negara tidak urgen. Malahan, usulan tersebut dinilai berpotensi membawa kemunduran demokrasi.

“Gagasan amendemen UUD 1945 yang diusulkan saat ini tidak mendesak dan justru menunjukkan kemunduran yang kental dengan otoritarianisme,” kata Peneliti PSHK, Violla Reininda, kepada Kompas.com, Jumat (18/8/2023).

“Selain itu, usulan amandemen UUD 1945 juga tidak mengindikasikan upaya penguatan ketatanegaraan, rule of law, dan demokrasi di Indonesia,” tuturnya

Menurut PSHK, mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara sudah tidak relevan dengan sistem pemerintahan Indonesia saat ini. Gagasan tersebut bahkan cenderung melemahkan sistem presidensiil yang telah dibangun selama era Reformasi.

Violla mengatakan, ide tersebut bukan solusi yang tepat untuk mempertahankan keberlanjutan pembangunan dan penyerapan aspirasi publik dalam pembentukan kebijakan.

Ketimbang mengusulkan perubahan konstitusi untuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, MPR yang anggotanya terdiri dari DPR dan DPD diminta untuk fokus pada upaya perbaikan proses pembentukan dan substansi legislasi.

Sebab, masih banyak persoalan dalam proses pembentukan sejumlah undang-undang. Misalnya, terkait pelibatan partisipasi publik, aksesibilitas dan transparansi dokumen, serta akuntabilitas proses pembentukan undang-undang.

“Misalnya, tecermin pada pembentukan UU Kesehatan dan Pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU,” ujar Violla.

Apalagi, performa pencapaian legislasi di DPR masih belum memuaskan. Terhitung sejak 2019 hingga ditutupnya masa sidang ke-V tahun 2022-2023, DPR bersama pemerintah “hanya” menyelesaikan 64 rancangan undang-undang (RUU) menjadi UU.

Apabila dibandingkan dengan jumlah RUU prioritas pada 2019-2024 yaitu sebanyak 259 RUU, capaian itu baru mencapai 25 persen. Padahal, masa jabatan legislator hanya tersisa satu tahun.

Lebih dari itu, jumlah 64 RUU yang disahkan tidak seluruhnya merupakan UU yang diprioritaskan pada Program Legislasi Nasional 2019-2024.

“Meski pembahasan RUU prioritas tahun 2023 belum usai, catatan PSHK menunjukkan besarnya potensi capaian pengesahan RUU tidak mencapai target,” kata Violla.

Dikhawatirkan, perubahan fundamental dalam UUD 1945, seperti mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, bakal mengesampingkan nilai-nilai partisipasi publik dan penguatan ketatanegaraan, sehingga berpotensi menghadirkan amendemen konstitusi yang inkonstitusional.

“Berdasarkan catatan-catatan yang telah diuraikan di atas, PSHK mendesak MPR untuk menghentikan upaya amendemen UUD 1945, utamanya terkait penghidupan kembali pokok-pokok haluan negara, menempatkan MPR sebagai lembaga tinggi negara, dan mengembalikan utusan golongan dan utusan daerah di MPR,” tutur Violla.

Sebelumnya diberitakan, Ketua MPR RI dan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI kompak mengusulkan agar MPR dikembalikan jadi lembaga tertinggi negara.

Gagasan ini disampaikan di hadapan Presiden, Wakil Presiden, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, para menteri, dan jajaran pejabat tinggi negara lainnya dalam Sidang Tahunan MPR 2023, Rabu (16/8/2023).

“Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri, saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu,” kata Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam pidatonya di Gedung Kura-kura Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Menurut Bamsoet, demikian sapaan akrabnya, ada persoalan-persoalan negara yang belum mampu terjawab oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Sementara, Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti dalam pidatonya menyampaikan, pihaknya mengusulkan agar MPR kembali jadi lembaga tertinggi dengan alasan demokrasi.

“Mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang berkecukupan, yang menampung semua elemen bangsa, yang menjadi penjelmaan rakyat sebagai pemilik dan pelaksana kedaulatan,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, La Nyalla juga menyinggung tentang sistem pemilihan presiden secara langsung yang menurutnya mahal dan justru merusak persatuan bangsa.

“Pemilihan Presiden secara langsung yang kita adopsi begitu saja telah terbukti melahirkan politik kosmetik yang mahal dan merusak kohesi bangsa. Karena batu uji yang kita jalankan dalam mencari pemimpin nasional adalah popularitas yang bisa difabrikasi,” ujar La Nyalla.

Gagasan inin menuai respons yang beragam dari sejumlah pihak. Pasalnya, mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara berimplikasi pada sistem pemilihan presiden tidak langsung.

Jika MPR kembali jadi lembaga tertinggi negara, maka, presiden dan wakil presiden akan dipilih oleh MPR itu sendiri.

https://nasional.kompas.com/read/2023/08/18/12491001/usul-mpr-jadi-lembaga-tertinggi-negara-dinilai-tak-mendesak-dan-bawa

Terkini Lainnya

MUI Keberatan Wacana Penjudi Online Diberi Bansos

MUI Keberatan Wacana Penjudi Online Diberi Bansos

Nasional
[POPULER NASIONAL] Menkopolhukam Pimpin Satgas Judi Online | PDI-P Minta KPK 'Gentle'

[POPULER NASIONAL] Menkopolhukam Pimpin Satgas Judi Online | PDI-P Minta KPK "Gentle"

Nasional
Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Nasional
Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke