Salin Artikel

Merayakan Hari Merdeka Indonesia dalam Ketimpangan

Bila memakai perspektif sejarah Indonesia, mengutip pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 di depan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Indonesia adalah “semua untuk semua, satu buat semua, semua buat satu”.

Artinya, semua orang yang menjadi bagian negeri ini memiliki hak dan kewajiban setara, tanpa kecuali.

Ibarat berada di rumah besar bersama, semua orang Indonesia punya kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri dan berpartisipasi dalam proses pembangunan nasional, apapun suku, agama serta pandangan politiknya. Tak ada belenggu diskriminasi.

Tapi hari ini, setelah 78 tahun berjalan, bersama dalam rumah besar itu, semua cita-cita dan kesepakatan yang telah dibangun sepertinya hanya menjadi angan-angan semu.

Nasib rakyat kebanyakan di negeri ini semakin terpinggirkan, bila tak mau disebut tertindas. Jurang ketimpangan semakin melebar.

Mereka yang di atas tetap di atas, sementara yang di bawah, tetaplah berada di bawah. Tak ada perubahan yang berarti. Antara kesepakatan dan pencapaian belum seiring sejalan, tak sebangun.

Konsensus yang telah dibuat faktanya tidak dijalankan dengan adil dan sungguh-sungguh.
Konstitusi, UUD 45 dan Pancasila masih sekadar pajangan, sebatas kata-kata atau retorika. Diterapkan atau digunakan sesuai selera penguasa bersama pemilik modal. Membuat kehidupan sebagian masyarakat tak ubahnya dengan masa kolonial masih berkuasa.

Para petani dan nelayan, terutama di desa-desa yang hidupnya miskin dan tertinggal pada masa bercokolnya kolonial dari Eropa, setelah penjajah itu pergi pun kehidupan mereka tak beranjak menjadi lebih baik.

Kehidupan berjalan ala kadarnya, sirkulasi nasib hanya terjadi pada kalangan elite di perkotaan.

Bila berkesempatan keliling Indonesia, akan mudah disaksikan ketimpangan itu. Walaupun dalam satu negara yang sama, pergi ke sejumlah daerah atau kota di kawasan barat Indonesia, terutama di Jawa, akan merasa seperti sedang bepergian ke negara lain yang lebih maju, berbanding terbalik dengan luar Jawa, terutama di kawasan timur Indonesia.

Memang ketimpangan tidak saja terkait atau hanya di wilayah timur Tanah Air, sejumlah daerah di kawasan barat juga terlihat kondisinya masih jauh dari harapan. Namun secara vulgar, realitas disparitas itu terlihat jelas antara kawasan timur dan barat.

Terkonfirmasi melalui data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas RI tahun 2019 lalu, yang menyebutkan ketimpangan antarwilayah di Indonesia sangat tinggi.

Kemiskinan di kawasan timur Indonesia sebesar 18,01 persen, sedangkan kawasan barat Indonesia 10,33 persen.

Ketimpangan pun dapat terlihat dengan mudah dalam urusan pembangunan di bidang pendidikan. Webometrics, salah satu lembaga yang rutin melakukan pemeringkatan universitas-universitas terbaik di dunia, pada edisi Februari 2023, memperlihatkan 10 universitas terbaik di Indonesia ada di pulau Jawa dan Sumatera.

Wajar kemudian, atas berbagai ketimpangan yang terus mengemuka, ada yang berkesimpulan bahwa kemerdekaan ini sejatinya belum sepenuhnya dinikmati bersama oleh anak bangsa.

Ini barangkali adalah pengalaman pribadi, bisa jadi subjektif, tapi setiap menyaksikan realitas ketimpangan yang ada, saya kerap mengelus dada sambil menghela napas panjang tanda kecewa.

Sebagai seorang putra timur yang lebih sering tinggal di ibu kota negara (Jakarta), namun setiap pulang bepergian dari Maluku atau dari kawasan timur lainnya, selalu saja ada perasaan belum puas menjadi bagian dari Indonesia.

Selalu terbesit rasa gundah bila membandingkan realitas pembangunan yang masih jauh dari kata adil.

Ketidakadilan distributif itu tak hanya terlihat nyata, juga terkonfirmasi dalam berbagai data statistik yang dikeluarkan oleh otoritas terkait, akan panjang bila disajikan dalam catatan pendek ini.

Statistik yang ada itu pun sejauh ini hanya sekadar menjadi pajangan karena sepertinya belum menjadi acuan dalam mengevaluasi arah pembangunan nasional.

Di Pulau Jawa dan sebagian Sumatera infrastruktur dibangun dengan lebih agresif, sementara di Indonesia timur belum banyak yang berubah dari tahun ke tahun.

Ini belum dihitung dengan berbagai regulasi yang tidak berpihak atau bahkan cenderung diskriminatif.

Penguasaan sumber-sumber ekonomi juga masih dan tetap ada pada sekelompok kecil orang. Peralihan kekuasaan yang sebelumnya dijalankan Belanda atas negeri ini, hanya menghasilkan sebentuk negeri merdeka yang dikendalikan oleh elite bangsa sendiri, untuk kepentingan kelompok sendiri, di pusat maupun di daerah.

Kita hanya baru bisa memindahkan kekuasaan dari kolonialisme Bangsa Eropa ke tangan para oligarki, membuat pembangunan nasional yang berjalan hingga hari ini tak menyentuh kebutuhan mendasar. Indonesia pun masih tetap berada dalam struktur masyarakat yang feodal warisan kolonialisme.

Ketidakadilan dan kesenjangan yang begitu telanjang, makin lama semakin dianggap sebagai hal yang biasa atau lumrah. Padahal kesepakatan berdirinya Indonesia tentu tidak untuk memperlebar jurang orang kaya dan miskin serta mengabaikan hak-hak minoritas.

Andai saja para pendahulu kita, para founding fathers yang turut ambil bagian dalam membangun kesepakatan (baca: menjadi Indonesia) itu masih hidup, khususnya dari daerah-daerah yang memiliki saham besar atas terbentuknya republik ini, lantas belum mendapatkan atau tidak turut memetik buah kemerdekaan. Saya yakin mereka akan menarik kembali kesepakatan yang dibuat itu.

Perjalanan bersama sejauh ini tanpa disadari terus melenceng dari kesepakatan awal negara-bangsa ini didirikan. Seakan berada pada tubir atau tepian jurang kegagalan.

Bila terus dibiarkan, dengan melihat realitas yang ada, bukan tak mungkin Indonesia sejatinya sedang menuju fase bubar, seperti yang pernah ditulis dalam karya fiksi Peter W. Singer berjudul Ghost Fleet. Mari kita renungkan bersama.

https://nasional.kompas.com/read/2023/08/16/09004511/merayakan-hari-merdeka-indonesia-dalam-ketimpangan

Terkini Lainnya

Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Nasional
Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Nasional
Prabowo 'Tak Mau Diganggu' Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Prabowo "Tak Mau Diganggu" Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Nasional
JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

Nasional
Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Nasional
Polri Buru Dalang 'Illegal Fishing' Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Polri Buru Dalang "Illegal Fishing" Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Nasional
Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Nasional
BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

Nasional
UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

Nasional
Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Nasional
Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Nasional
Kasus 'Ilegal Fishing' 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Kasus "Ilegal Fishing" 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Nasional
Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Nasional
Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke