Ia mengakui, pembakaran Al Quran sebagai simbol sakral umat Uslam tidak bisa dibenarkan. Namun, umat Islam pun perlu memikirkan alasan atau penyebab sehingga pembakaran itu terjadi.
"Satu hal yang saya ingin dipikirkan juga baik oleh para pemimpin agama, khususnya agama Islam, dan juga oleh umat, ini masalahnya apa (sampai ada aksi pembakaran Al Quran)," kaya Yahya Cholil Staquf saat ditemui di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (2/8/2023).
Ia meyakini, tidak ada asap jika tidak ada api. Insiden ini tidak menutup kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa sebab.
Termasuk, kata dia, bagaimana islam dilihat dan menunjukkan jati dirinya, dan bagaimana pandangan dunia terhadap islam.
"Kalau ada orang membakar mushaf Al Quran berarti pasti ada masalah. Nah masalahnya itu apa, mushaf Al Quran enggak ada salahnya, kok dibakar? Lah, itu masalahnya apa? Nah itu yang harus dipahami," ucap Yahya.
Lebih lanjut, Yahya menuturkan, isu pembakaran Al Quran yang berulang kali terjadi sudah menjadi isu internasional.
Sejauh ini, isu tersebut pun sudah memicu tanggapan internasional, utamanya dari negara-negara islam anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
"Bahkan sampai dibicarakan di tingkat PBB, sampai ada resolusi untuk melarang dilakukannya pembakaran lagi," ucap Yahya.
Sebagai informasi, Swedia dan Denmark menjadi sorotan usai serangkaian aksi pembakaran Al-Quran. Salah satu aksi pembakaran ini terjadi di depan Masjid Raya Sodermalm, Stockholm, saat Hari Raya Idul Adha.
Insiden itu terjadi saat umat Islam di berbagai belahan dunia memperingati hari raya Idul Adha dan saat ibadah haji tahunan ke Mekkah di Arab Saudi hampir berakhir.
Pelaku pembakaran Al Quran di Swedia kali ini diidentifikasi sebagai Salwan Momika (37). Dia adalah warga Irak yang melarikan diri ke Swedia beberapa tahun lalu.
Sebagaimana dikutip dari AFP, Salwan Momika telah menginjak Al Quran sebelum kemudian membakar beberapa halaman kitab suci umat Islam tersebut di depan masjid.
Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizasyah menegaskan, tindakan yang melecehkan simbol-simbol sakral dari umat beragama tertentu dengan dalih kebebasan berekspresi tidak bisa ditoleransi.
Ia lantas menyinggung respon negara-negara Barat jika tindakan serupa dialami oleh agama-agama lain.
"Ada simbol-simbol lain yang kalau ada tindakan serupa menimbulkan reaksi dari negara Barat. Jadi kita ingin melihat ada keadilan dalam merespon berbagai isu yang memiliki sensitivitas tinggi, karena adanya afiliasi atau kedekatan antara masyarakat dengan kitab suci," ucap Faiza saat ditemui di Gedung Kemenlu, Jakarta Pusat, Selasa (1/8/2023).
Lebih lanjut, Faiza menyampaikan posisi Indonesia dalam merespon peristiwa ini. Indonesia bersama dengan negara-negara islam yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) turut melakukan kampanye.
Kampanye ini didengungkan agar isu pelecehan atas simbol yang disakralkan menjadi perhatian dunia.
Secara paralel, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno L. P. Marsudi menginstruksikan Dubes RI di Swedia dan Denmark untuk menyampaikan keberatan atau protes atas kondisi tersebut.
"Komitmennya meneruskan posisi Indonesia tersebut ke ibu kota negara mereka, ke pemerintah pusat. Selanjutnya nanti kita akan monitor langkah-langkah spesifik apa yang berproses di sana," papar Faiza.
https://nasional.kompas.com/read/2023/08/02/15111681/pembakaran-al-quran-di-denmark-swedia-pbnu-umat-islam-perlu-berpikir-ini-apa