Salin Artikel

Jebakan "Petugas Partai" dan Kedewasaan Politik Capres Pilihannya

BICARA kedewasaan artinya sudah bisa mandiri, memiliki inisiatif sendiri yang tidak mudah disetel oleh orang lain. Atau dari ukuran usia yang sudah dianggap dewasa atau matang.

Namun kelihatannya istilah atau kondisi itu tidak berlaku dalam politik, ketika kita terkurung dalam kondisi menjadi “petugas partai” atau “orang bayangan” dari kekuatan yang dianggap punya legitimasi dan kekuatan super power yang sulit dipatahkan dan dilawan.    
    
Apakah konsep militansi memang harus begitu? Posisi Ganjar Pranowo saat diusung sebagai Capres PDI-Perjuangan 2024 jelas akan tersandera "Demokrasi ala PDI Perjuangan".

Menempatkan siapapun kader partai dari PDI Perjuangan yang duduk di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif sebagai "Petugas Partai".

Apakah garis komando "Petugas Partai" model itu salah, sangat bergantung pada subyektifitas yang menilai.

Bagi internal PDIP, sebagai partai penyokong utama kandidat tentu sudah menggariskan kebijakan untuk menjalankan amanah partai sebagai garis komando vertikal dengan pucuk pimpinannya.

Ganjar Pranowo paham betul dengan posisi politik setelah dicalonkan oleh PDI-P untuk duduk di Istana Negara melalui Pilpres 2024 nantinya. Posisi dan kedudukan politik yang pernah dan masih dirasakan Presiden Joko Widodo sebagai "dilema".

Prabowo dan Egosentrisme

Di sisi lain yang menarik dari Prabowo Subianto, dengan elektabilitasnya yang tak pernah kendor sejak maju dalam pencalonan, barangkali didukung oleh pengalamannya sebagai runner up capres mengajarkannya berpolitik lebih santun.

Kesediaan menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan golongan dan pribadi yang perlu di kedepankan. Sikap elegan yang tidak semua orang akan mampu melakukannya sebagai keputusan yang dilematis.

Terbukti Prabowo Subianto bersedia untuk masuk "Kabinet Indonesia Maju". Meninggalkan ego kepentingan partai atau golongan dan pandangan sumir sebagian pendukungnya di Pilpres 2019.

Sekalipun dianggap sebagai keputusan aneh oleh para pendukungnya yang sudah berjibaku mati-matian mendukungnya.

Namun menurut kata seorang pakar politik, justru mereka yang menolak Prabowo masuk dalam Koaliasi Indonesia Maju-lah yang sebenarnya patut disebut sebagai (maaf) pengkhianat.

Karena dengan keputusan itu, artinya Prabowo menanggalkan egonya demi kepentingan yang lebih besar.

Sikap Prabowo yang mengesampingkan egosentrisme jelas memberi pembelajaran politik, bagaimana menempatkan "Demokrasi yang Sesungguhnya" untuk kepentingan yang lebih besar.

Inilah barangkali yang membuat elektabilitas Prabowo tak pernah terjun bebas hingga saat ini. Dibandingkan beberapa capres lain yang dianggap secara politik “ngotot” dan “ambisius” dengan target dan perintah partai.

Persaingan Politik

Di kubu Koalisi Perubahan Untuk Persatuan (KPP) terjadi eskalasi pergerakan internal yang saling mendesak. Keputusan untuk merapatkan barisan dan menentukan pilihan harus disegerakan agar bisa beranjak pada langkah politik berikutnya.

Dinamika elektabilitas juga diramaikan dengan banyaknya survei yang saling dukung dan saling menjatuhkan, tergantung seberapa besar penyelenggara survei berafiliasi dengan tokoh yang didukungnya.

Lembaga survei terus berproses mewartakan perkembangan dinamis elektabilitas Calon Presiden (Capres) yang mulai dimunculkan berbagai media.

Hasil survei di linimasa berbagai media bergerak fluktuatif. Saling susul antarkandidat Capres maupun Cawapres. Riuh mewarnai dinamika politik nasional untuk nantinya berebut menduduki "Kursi Istana Negara".

Di posisi atas Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan terus memuncaki persaingan dan tengah menunggu kepastian mencari pendamping cawapresnya.

Setiap “tes ombak” dari salah satu koalisi selalu menimbulkan gelombang baru yang luar biasa bagi yang lainnya.

Masa king maker membuat sinyal-sinyal kelihatannya akan mulai berakhir, dukung mendukung akan semakin jelas, sekalipun bisa menimbulkan gesekan.

Patut dicermati elektabilitas Prabowo Subianto yang menanjak juga "dikait-kaitkan dengan dukungan Jokowi" oleh beberapa kalangan.

Ini bisa bertendensi buruk bagi hubungan Jokowi dan partai pendukungnya, PDIP, yang saat ini masih berseberangan dengan Prabowo.

Sepuluh nama cawapres yang diumumkan oleh Ketua DPP PDIP Puan Maharani langsung menimbulkan gejolak di kubu koalisi lain. Apalagi PDIP memainkan jurus merangkum semua calon nama potensial siapapun itu yang bisa dijadikan cawapres pasangan Ganjar.

Termasuk yang sudah masuk dalam bilangan koalisi lain. Begitulah politik saat ini, semakin panas dan bergairah seiring makin dekatnya Pilpres.

Bagi Ganjar terlepas dari apapun konsekuensinya yang akan ditanggungnya, keteguhan prinsip "Petugas Partai" di internal PDI-P seakan berwujud "Keranda Demokrasi" bagi siapapun yang masuk dalam barisan PDIP dalam kontestasi di Pilpres 2024, baik sebagai Capres ataupun Cawapres .

Hal yang "mungkin" dihindari Prabowo Subianto, diterima Ganjar Pranowo, dan pernah dialami Joko Widodo.

Setidaknya masih ada waktu menentukan dan menempatkan posisi politik bagi para kandidat Capres dan Cawapres menuju Pilpres 2024.

Perhitungan untung rugi bagi kemenangan kontestasi Pilpres 2024 jelas menjadi pertimbangan utama.

Pertimbangan yang tidak mudah dan tentunya akan terus dinamis ke depannya. Termasuk apakah akan maju dengan kekuatan sendiri atau tetap akan menjadi “petugas partai”, “orang bayangan” dari kekuatan besar lain di belakangnya.

https://nasional.kompas.com/read/2023/07/13/06000041/jebakan-petugas-partai-dan-kedewasaan-politik-capres-pilihannya

Terkini Lainnya

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke