Salin Artikel

IDI Pertanyakan Pembahasan RUU Kesehatan Tidak Transparan, tetapi Sering Disebut untuk Kepentingan Rakyat

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Moh. Adib Khumaidi mempertanyakan alasan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang sering dilakukan secara tertutup, padahal sering disebut bicara kepentingan masyarakat.

"Kenapa bicara kepentingan kesehatan rakyat, tapi dilakukan tertutup? Kenapa kalau ini mencerminkan sebuah meaningful participation, partisipasi yang bermakna, dari seluruh stakeholder dan seluruh masyarakat, kenapa tidak transparan?" kata Adib dalam keterangan video yang disampaikan IDI, Kamis (22/6/2023).

Adib menilai, proses pembuatan dan perancangan RUU Kesehatan tidak sesuai prosedur. Selain itu, Daftar Invetarisasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan yang diserahkan pemerintah kepada DPR RI, baru diketahui publik pada Maret 2023, meski pembahasan dimulai sejak Agustus 2023.

"Dan saat ini kita tidak tahu di dalam proses yang ada saat kemarin di Panja (Panitia Kerja), dilakukan pengesahan, dan bahkan sampai saat ini tidak ada keterbukaan isi substansi daripada rancangan UU Kesehatan," tutur Adib.

Lebih lanjut, Adib berharap, hal ini bisa menjadi perhatian. Pasalnya, organisasi profesi juga ingin mengawal sebuah proses dalam pembuatan RUU Kesehatan.

Saat ini, kata Adib, secara substansi atau prosedur hukum dalam pembuatan regulasi dan dalam RUU, belum mencerminkan kepentingan rakyat. Dia pun meminta agar pembahasan RUU Kesehatan tidak dilanjutkan ke tingkat II terlebih dahulu.

"Kita masih perlu mengkaji lebih dalam terkait RUU Kesehatan omnibus law ini. Dan kami tetap katakan bahwa pembahasan tidak dilanjutkan ke tingkat dua. Kami, semua masyarakat Indonesia, berharap ini bisa menjadi perhatian karena regulasi ini bukan untuk sekelompok saja," jelas Adib.

Sebelumnya diberitakan, proses pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI terus berlanjut meski masih menuai pro dan kontra.

Terkini, keduanya sepakat untuk membawa RUU dengan metode omnibus law untuk masuk menuju pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna mendatang. Kesepakatan ini disetujui dalam rapat kerja bersama pada Senin (19/6/2023).

Sejak awal termasuk pada sesi public hearing, terjadi perbedaan pendapat antara pemerintah dan sejumlah organisasi profesi. Pemerintah menilai ada beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan melalui RUU Kesehatan, termasuk penciptaan dokter spesialis.

Menurut pemerintah, dominasi organisasi kesehatan menghambat pertumbuhan dokter spesialis karena mahalnya biaya pengurusan izin praktek. Padahal rasio dokter spesialis di Indonesia masih jauh di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization).

Terakhir, lima organisasi profesi mengancam akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika pembahasan RUU Kesehatan dilanjutkan. Mereka pun menjadikan mogok kerja sebagai salah satu opsi jika aspirasinya tidak didengar.

https://nasional.kompas.com/read/2023/06/22/17013431/idi-pertanyakan-pembahasan-ruu-kesehatan-tidak-transparan-tetapi-sering

Terkini Lainnya

Soal DPA, Jusuf Kalla: Kan Ada Watimpres, Masak Ada Dua?

Soal DPA, Jusuf Kalla: Kan Ada Watimpres, Masak Ada Dua?

Nasional
LHKPN Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rp 6,39 M, tapi Beri Utang Rp 7 M, KPK: Enggak Masuk Akal

LHKPN Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rp 6,39 M, tapi Beri Utang Rp 7 M, KPK: Enggak Masuk Akal

Nasional
PDI-P Setuju Revisi UU Kementerian Negara dengan Lima Catatan

PDI-P Setuju Revisi UU Kementerian Negara dengan Lima Catatan

Nasional
Prabowo Yakin Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa 8 Persen, Airlangga: Kalau Mau Jadi Negara Maju Harus di Atas Itu

Prabowo Yakin Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa 8 Persen, Airlangga: Kalau Mau Jadi Negara Maju Harus di Atas Itu

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Negara Harus Petahankan Kebijakan Pangan dan Energi

Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Negara Harus Petahankan Kebijakan Pangan dan Energi

Nasional
Prabowo Diminta Kurangi Pernyataan Kontroversi Jelang Pilkada Serentak

Prabowo Diminta Kurangi Pernyataan Kontroversi Jelang Pilkada Serentak

Nasional
Prabowo Terbang ke Sumbar dari Qatar, Cek Korban Banjir dan Beri Bantuan

Prabowo Terbang ke Sumbar dari Qatar, Cek Korban Banjir dan Beri Bantuan

Nasional
Soal Pernyataan 'Jangan Mengganggu', Prabowo Disarankan Menjaga Lisan

Soal Pernyataan "Jangan Mengganggu", Prabowo Disarankan Menjaga Lisan

Nasional
BNPB Harap Warga di Zona Merah Banjir Lahar Gunung Marapi Mau Direlokasi

BNPB Harap Warga di Zona Merah Banjir Lahar Gunung Marapi Mau Direlokasi

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR

Revisi UU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR

Nasional
Prabowo Ogah Pemerintahannya Diganggu, Pakar: Sistem Kita Demokrasi

Prabowo Ogah Pemerintahannya Diganggu, Pakar: Sistem Kita Demokrasi

Nasional
Sistem Pemilu Harus Didesain Ulang, Disarankan 2 Model, Serentak Nasional dan Daerah

Sistem Pemilu Harus Didesain Ulang, Disarankan 2 Model, Serentak Nasional dan Daerah

Nasional
Brigjen (Purn) Achmadi Terpilih Jadi Ketua LPSK Periode 2024-2029

Brigjen (Purn) Achmadi Terpilih Jadi Ketua LPSK Periode 2024-2029

Nasional
JK Bingung Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi

JK Bingung Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Kalau Perusahaan Rugi Direkturnya Harus Dihukum, Semua BUMN Juga Dihukum

Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Kalau Perusahaan Rugi Direkturnya Harus Dihukum, Semua BUMN Juga Dihukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke