JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Panja Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Emanuel Melkiades Laka Lena mengeklaim bahwa RUU Kesehatan sudah mengakomodasi kepentingan tenaga kesehatan (nakes) dan masyarakat.
Ia menyampaikan, sebagian besar isu dalam RUU Kesehatan yang selama ini mengundang aksi massa ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, sudah masuk dalam beleid anyar tersebut.
Adapun saat ini, Komisi IX DPR RI dan pemerintah sepakat membawa RUU Kesehatan untuk disahkan ke tingkat II dalam Rapat Paripurna mendatang.
Keputusan ini diambil usai membacakan pandangan akhir mini fraksi dalam rapat Komisi IX bersama pemerintah pada Senin (19/6/2023).
“Substansi yang selama ini disampaikan oleh berbagai pihak bahkan menjadi isu demonstrasi ke DPR, hampir bisa dipastikan sebagian besar itu sudah masuk," kata Melki dalam siaran pers, Selasa (20/6/2023).
"Kami harapkan agar semua pihak bisa menerima menjadi aspirasi bersama dan bisa kita laksanakan, dan ini akan menjadi wajah baru dunia kesehatan Tanah Air,” imbuh Wakil Ketua Komisi IX ini.
Melki memastikan, RUU memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan maupun tenaga medis dalam menjalankan praktik sehari-hari yang rentan mengalami kriminalisasi.
Hal ini menindaklanjuti kekhawatiran para organisasi profesi yang menilai RUU tidak memberikan jaminan perlindungan hukum, sehingga tenaga medis rentan dikriminalisasi.
Menurut dia, tenaga kesehatan sebagai garda terdepan sudah sepatutnya mendapat haknya untuk mendapatkan perlindungan hukum yang baik.
“Kita sangat melindungi tenaga medis kesehatan. Jadi apabila kemudian dipersoalkan oleh keluarga pasien, akan ada mekanisme pendahuluan untuk diuji dulu melalui mekanisme internal seperti majelis kehormatan atau majelis disiplin dan sebagainya,” tutur Melki.
Ia pun menjelaskan alasan pemerintah dan DPR RI sepakat menghapus alokasi anggaran kesehatan (mandatory spending) minimal 10 persen dari yang sebelumnya 5 persen.
Hal ini bertujuan agar dialokasikannya mandatory spending bukan berdasarkan pada besarnya alokasi, tetapi berdasarkan komitmen belanja anggaran pemerintah. Dengan demikian, program strategis tertentu di sektor kesehatan bisa berjalan maksimal.
Sebagai gantinya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengusulkan mekanisme Rencana Induk Kesehatan Nasional dengan mengintegrasikan antara pemerintah daerah, pusat, dan badan/ lembaga lain sebagai metode baru menggantikan program mandatory spending.
“Prinsipnya, semua program yang berkaitan dengan program strategis nasional yang berkait di bidang kesehatan itu harus disiapkan anggarannya. Dan itu sudah menjadi komitmen bersama untuk memastikan program kesehatan bisa berjalan dan berdampak langsung pada masyarakat," urai Melki.
Selanjutnya, Politisi Partai Golkar ini menyampaikan usulan untuk memisahkan tembakau dari zat adiktif seperti alkohol dan narkotika, berdasarkan aspirasi yang masuk, termasuk petani tembakau.
Nantinya, tembakau, narkotika, serta minuman beralkohol (minol) akan diatur tersendiri dalam aturan yang berbeda, baik melalui Peraturan Pemerintah (PP) maupun Undang - Undang yang sudah ada (eksisting)
"Regulasi terkait masing-masing itu akan diatur oleh pemerintah. Tembakau itu kan sudah ada eksisting, Narkotika sudah ada UU nya, minol juga sudah ada PP-nya. Kemudian kita sepakati pisahkan tembakau dengan regulasi lebih ketat. Buat tembakau sendiri, rokok dan rokok elektrik akan ada PP-nya masing-masing," jelas Melki.
Sebagai informasi, proses pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI terus berlanjut meski masih menuai pro dan kontra.
Terkini, keduanya sepakat untuk membawa RUU dengan metode omnibus law untuk masuk menuju pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna hari ini, Selasa (20/6/2023). Kesepakatan ini disetujui dalam rapat kerja bersama pada Senin (19/6/2023).
Sejak awal termasuk pada sesi public hearing, terjadi perbedaan pendapat antara pemerintah dan sejumlah organisasi profesi. Pemerintah menilai ada beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan melalui RUU Kesehatan
Di sisi lain karena pembahasan terus dilakukan, sejumlah organisasi profesi melawan dengan mogok kerja.
Ada lima organisasi profesi, yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Mereka pun akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika RUU Kesehatan disahkan menjadi UU.
https://nasional.kompas.com/read/2023/06/20/13305611/ketua-panja-klaim-ruu-kesehatan-sudah-akomodasi-kepentingan-nakes-dan