JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia memilih tidak hadir memenuhi undangan pemerintah Thailand yang melangsungkan pembicaraan informal dengan junta Myanmar dan menteri luar negeri negara lain.
Ketidakhadiran ini dikonfirmasi oleh Staf Khusus Menlu RI untuk Diplomasi Kawasan Ngurah Swajaya dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Pusat, Senin (20/6/2023).
"Bu Menlu diberikan undangan. Dan Bu Menlu telah menjawab undangan tersebut tidak bisa hadir. Dan itu disampaikan secara in person," kata Ngurah dalam konferensi pers, Senin.
Senada, Singapura dan Malaysia juga menolak pertemuan tersebut. Menurut Kemenlu RI, pertemuan yang dilakukan satu pihak saja menyalahi mandat Konsensus Lima Poin (Five Points of Consensus/5PC).
Adapun 5PC adalah keputusan para pemimpin ASEAN yang merupakan hasil dari pertemuan khusus pada April 2021 lalu. Di pertemuan itu, hadir pula pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, dan ditujukan untuk membantu Myanmar mengatasi krisis politiknya.
Di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-42 di Labuan Bajo, semua negara kembali menyatakan komitmennya untuk menjadikan 5PC rujukan atau pedoman utama dalam menyelesaikan konflik di Myanmar.
Konsensus Lima Poin terdiri dari menghentikan kekerasan, menjalin dialog konstruktif untuk mencapai solusi damai, dan menunjuk urusan khusus ASEAN untuk Myanmar demi memfasilitasi proses dialog.
Kemudian, menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Myanmar oleh ASEAN, hingga mengirim utusan khusus ASEAN ke Myanmar untuk bertemu semua pihak yang terlibat.
"Jika engagement ini hanya dilakukan dengan satu pihak saja, maka upaya tersebut boleh dikatakan menyalahi mandat 5PC," terang Ngurah.
Adapun pertemuan yang dihelat Thailand bertujuan agar negara-negara ASEAN melibatkan Myanmar sepenuhnya dalam berbagai pertemuan tingkat tinggi.
Myanmar memang tidak pernah lagi diundang alias dilarang menghadiri pertemuan tingkat senior di ASEAN hampir dua tahun terakhir, termasuk pertemuan menteri luar negeri ASEAN dan kepala pemerintahan. Pasalnya, junta militer Myanmar dinilai gagal menghormati kesepakatan memulai pembicaraan dengan pemerintah sipil.
Dalam KTT ke-42 di Labuan Bajo saat Indonesia menjadi ketua pun, seluruh negara ASEAN sepakat untuk tidak mengundang Myanmar dalam level politik.
Menurut Ngurah, kesepakatan tentang Myanmar dalam beberapa KTT ASEAN ini masih tetap berlaku. Jika ada perubahan terhadap keputusan tersebut, maka harus diputuskan melalui KTT.
Oleh karena itu, negara ASEAN hendaknya tetap mengacu pada 5PC untuk membantu menyelesaikan konflik di Myanmar.
"Kalau satu negara melakukan inisiatif (pertemuan), silakan saja, itu hak negara. Tapi kalau kita bicara dalam konteks ASEAN, kita ada aturan mainnya. Ada 5PC, ada keputusan KTT, itulah yang harus kita perhatikan," beber Ngurah.
Lebih lanjut Ngurah menjelaskan, Indonesia sebagai Ketua ASEAN tahun ini konsisten menjalankan mandat 5PC. Tercatat dalam lima bulan, Indonesia sudah melakukan lebih dari 75 engagements dengan berbagai pihak di Myanmar.
Pendekatan juga melibatkan Dewan Administrasi Negara (SAC), Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar (NUG), dan pihak lainnya. Pendekatan serupa juga telah dilakukan usai KTT ke-42 di Labuan Bajo tahun ini.
Ia lantas menyatakan, isu pendekatan bukan lagi persoalan karena sudah dilakukan secara terus menerus. Ia pun menampik bahwa tidak ada pendekatan usai KTT ke-42 di Labuan Bajo dilaksanakan.
"Kita diundang, tapi jangan ditanya mengapa kita tidak hadir. Indonesia bukan tidak melakukan apa-apa. Indonesia terus melakukan, termasuk engagement," jelas dia.
Diberitakan, pemerintah Thailand pada Senin (19/6/2023), membenarkan menjadi tuan rumah pertemuan untuk membahas usul junta Myanmar bisa dilibatkan lagi dalam forum yang diadakan ASEAN.
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha mengatakan, pembicaraan diperlukan untuk melindungi negaranya, yang memiliki perbatasan panjang dengan Myanmar.
"Kami menderita lebih dari yang lain karena Thailand memiliki lebih dari 3.000 km perbatasan darat serta perbatasan laut," kata Prayuth kepada wartawan.
"Itulah mengapa pembicaraan diperlukan. Ini bukan tentang memihak,” tambahnya, sebagaimana diberitakan Reuters.
Sebelumnya pasca KTT ke-42, Presiden Joko Widodo menegaskan tidak boleh ada satu pun pihak yang mengambil manfaat dari konflik internal di Myanmar.
Jokowi menyampaikan, kesatuan ASEAN sangat penting. Hal ini dia sampaikan pula di depan para pemimpin ASEAN dalam KTT ke-42.
Menurutnya tanpa kesatuan, akan mudah bagi pihak lain untuk memecah ASEAN. Ia pun yakin, tidak satu pun negara ASEAN menginginkan hal tersebut.
"Tidak boleh ada pihak di dalam atau di luar ASEAN yang mengambil manfaat dari konflik internal di Myanmar," kata Jokowi di Labuan Bajo, Kamis (11/5/2023).
Sebagai informasi, situasi di Myanmar menjadi tidak kondusif usai junta militer mengkudeta pemerintahan pada 1 Februari 2021.
Junta militer menculik Presiden Myanmar Win Myint hingga penasihat negara sekaligus ketua Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) Aung San Suu Kyi.
Karena kudeta tersebut, warga di Myanmar akhirnya melakukan demo besar-besaran menolak junta militer. Namun, junta militer menggunakan kekerasan untuk melawan warga.
https://nasional.kompas.com/read/2023/06/20/10273031/indonesia-pilih-tak-hadiri-undangan-thailand-yang-ingin-bertemu-junta